Tiga program berbasis energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan mulai diterapkan di beberapa desa di Kabupaten Cilacap. Program-program ini menyasar sektor perikanan, pertanian, dan komunitas pesisir dengan tujuan merespons dampak perubahan iklim sekaligus mendukung aktivitas ekonomi warga.
Di Desa Sidamukti, teknologi panel surya dimanfaatkan untuk menggerakkan kincir air dan mengolah limbah plastik rumah tangga menjadi bahan bakar mesin pencetak pelet ikan. Di sisi lain, kelompok petani di Maos menggunakan alat pengering padi bertenaga alternatif untuk mempercepat proses pasca-panen. Sementara di wilayah pesisir, ikan rucah dan mikroalga diolah menjadi pelet hemat biaya bagi para nelayan.
Ketiga inisiatif ini menunjukkan bagaimana pendekatan berbasis komunitas dan teknologi sederhana bisa menjadi alternatif dalam menjawab tantangan iklim dan produksi pangan di tingkat lokal. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, menyampaikan inovasi lingkungan harus menyatu dengan pemberdayaan masyarakat.
"Kita tidak hanya menyelamatkan alam, tapi juga menggerakkan ekonomi masyarakat. Kita bergerak bersama masyarakat untuk menciptakan solusi nyata yang berdampak ekologis dan ekonomis," ujar Heppy dalam keterangan resminya, Rabu (11/6/2025).
Program Bu Petra (Budidaya Perikanan Terintegrasi) binaan Fuel Terminal Lomanis di Desa Sidamukti telah memanfaatkan energi panel surya untuk kincir air dan mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar mesin pencetak pelet ikan.
Sepanjang 2025, kelompok PUR 123 berhasil memanen 263 kilogram ikan. Program ini telah memberikan dampak manfaat kepada 100 orang warga masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Mesin "Waste to Pellet" juga mengurangi biaya produksi pakan secara signifikan sambil mengelola limbah plastik rumah tangga menjadi energi produktif.
Di sektor pertanian, PINKY RUDAL (Pengering Padi Siasat Perubahan Iklim) binaan Fuel Terminal Maos membantu ratusan petani kelompok KAWISTA dengan alat pengering padi berbasis energi terbarukan. Alat ini mengurangi waktu pengeringan dari tiga hari menjadi beberapa jam, meningkatkan kualitas gabah, dan menjawab tantangan perubahan iklim akibat curah hujan tinggi yang tidak menentu. Dampaknya terasa langsung dalam peningkatan harga jual dan penurunan tingkat kerugian hasil panen.
Sementara itu, Integrated Terminal Cilacap mengembangkan program Pepes SEGA K CAP yang telah mengolah 13,5 ton ikan rucah menjadi pelet ramah lingkungan sejak program ini berjalan. Inovasi SENOPATI mampu mempersingkat proses sortir ikan dan sampah dari 3 jam menjadi 1 jam, sementara alat SEGA RAHARJA menghemat hingga Rp1.160.000 per bulan dalam biaya pakan nelayan.
Dari total 980 nelayan di Kelurahan Kutawaru, program ini mulai mengalirkan manfaatnya kepada komunitas pesisir yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah. Selain itu, 135 kilogram mikroalga telah diolah menjadi bahan campuran pelet, menambah nilai ekonomis dari potensi lokal yang sebelumnya tak termanfaatkan.
"Bukan hanya narasi tentang peningkatan kualitas lingkungan, namun program ini membuktikan bahwa pembangunan keberlanjutan harus dibangun dari bawah bersama masyarakat", tutup Heppy.