Indonesia kini termasuk dalam daftar negara yang telah mengadopsi jaringan 5G. Namun, tak jarang pengguna merasa koneksi internet yang mereka dapatkan tidak secepat yang diharapkan dari teknologi tersebut. Berikut ini penjelasan teknis mengapa sinyal 5G terkadang terasa lambat.
Seringkali disebut sebagai revolusi jaringan internet, 5G menjanjikan kecepatan tinggi dan latensi rendah, jauh melampaui 4G. Meskipun demikian, pengguna dengan perangkat yang mendukung 5G sering mendapati ikon 5G di ponsel mereka, tetapi pengalaman koneksi yang dirasakan justru mirip dengan 4G.
Ada beberapa faktor teknis yang menyebabkan kecepatan sinyal 5G tidak sesuai harapan. Hal ini mencakup ketersediaan jaringan seluler generasi kelima di sekitar lokasi pengguna, keterbatasan spektrum frekuensi yang menghambat optimalisasi, serta kepadatan pengguna di area tertentu.
1. Jangkauan 5G yang Belum Merata
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) baru-baru ini mengungkapkan bahwa cakupan jaringan 5G di Indonesia baru mencapai 4,44%. Angka ini terbilang kecil, mengingat teknologi ini sudah diperkenalkan sejak pertengahan tahun 2021.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo), Nezar Patria, menekankan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan para pelaku industri adalah kunci untuk memajukan sektor telekomunikasi dalam negeri, dengan mendorong persaingan yang sehat.
"Kita perlu terus melanjutkan kolaborasi ini karena pekerjaan kita belum selesai, khususnya dalam meningkatkan cakupan 5G yang saat ini masih berada di angka sekitar 4,44%," ujar Nezar (25/4).
Ini berarti, teknologi 5G belum merata di semua wilayah, hanya beberapa lokasi tertentu yang memiliki akses ke koneksi internet super cepat ini. Sementara itu, operator seperti Indosat Ooredoo Hutchison, Telkomsel, dan XL Axiata terus berupaya memperluas jangkauan sinyal 5G mereka. Terutama Telkomsel, yang belakangan ini terlihat sangat aktif dalam melakukan ekspansi.
2. Keterbatasan Alokasi Frekuensi
Secara teknis, untuk memberikan layanan 5G yang optimal, operator seluler membutuhkan alokasi spektrum khusus dengan lebar pita minimal 100 MHz. Akan tetapi, pada kenyataannya, spektrum yang digunakan oleh operator seluler saat ini masih berbagi dengan layanan 4G.
Kominfo berencana untuk membuka seleksi frekuensi 700 MHz, 1,4 GHz, 2,6 GHz, dan 26 GHz pada tahun ini. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kecepatan internet di Indonesia hingga menembus angka 100 Mbps.
3. Pemanfaatan Frekuensi Tinggi
Untuk mewujudkan pengalaman 5G yang sesungguhnya, diperlukan pemanfaatan frekuensi tinggi. Sayangnya, hingga saat ini belum ada operator seluler yang mengoperasikan frekuensi tersebut.
Sebagai informasi, 5G menggunakan gelombang milimeter (millimeter wave) dengan frekuensi yang sangat tinggi, biasanya antara 24-100 GHz. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 4G yang beroperasi di bawah 6 GHz.
Gelombang spektrum ini memiliki kemampuan untuk mengirimkan data dalam jumlah besar dengan kecepatan yang sangat tinggi. Namun, kelemahannya adalah jangkauannya relatif pendek dan mudah terhalang oleh benda fisik seperti tembok, pepohonan, atau bahkan hujan.
4. Dampak Kepadatan Pengguna
Karena jangkauan sinyal 5G masih terbatas di Indonesia, hal ini menyebabkan penumpukan pengiriman data ke menara pemancar. Ketika banyak perangkat mengakses jaringan 5G secara bersamaan, bandwidth akan terbagi, sehingga kecepatan yang dirasakan oleh setiap pengguna menjadi berkurang. Analogi sederhananya seperti jalan raya: semakin banyak kendaraan, semakin padat lalu lintasnya.
5. Kualitas Perangkat Pendukung
Meskipun smartphone yang mendukung 5G sudah banyak tersedia di pasaran, tidak semua perangkat tersebut memiliki performa yang optimal. Beberapa perangkat hanya mendukung pita frekuensi tertentu (misalnya, sub-6 GHz) dan tidak kompatibel dengan gelombang milimeter.
Selain itu, faktor lain seperti pengaturan perangkat lunak atau panas berlebih pada ponsel juga dapat memengaruhi kecepatan koneksi.