Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mantan Gubernur DKI Jakarta, kembali hadir di hadapan penyidik Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri. Kehadirannya kali ini terkait permintaan keterangan seputar kasus yang diduga melibatkan korupsi dalam pengadaan lahan untuk rumah susun (rusun) di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat (Jakbar).
"(Pemeriksaan ini terkait) Rusun Cengkareng. Ini merupakan tambahan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari pemeriksaan yang telah dilakukan pada bulan Maret tahun lalu, yang juga membahas mengenai lahan Cengkareng," ungkap Ahok saat dikonfirmasi pada hari Rabu (11/6/2025).
Namun, Ahok memilih untuk tidak memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai substansi pemeriksaan yang dijalaninya pada hari tersebut. Ia mengarahkan para wartawan untuk memperoleh informasi lebih lanjut langsung dari penyidik yang bertugas di Kortas Tipikor Polri.
"Detail isinya sebaiknya ditanyakan langsung kepada penyidik. Sebagai saksi, saya tidak diperkenankan membawa pulang BAP. Intinya, saya berupaya membantu penyidik agar tidak kalah dengan pihak tersangka," jelas Ahok.
Perkembangan Terkini Penanganan Kasus
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus melanjutkan proses pengusutan terhadap kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan rusun di Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam perkembangannya, penyidik Polri menemukan indikasi bukti baru yang berkaitan dengan kasus korupsi lahan rusun Cengkareng tersebut.
"Penyidik saat ini tengah mengembangkan penyidikan setelah berhasil mengidentifikasi dua alat bukti baru yang semakin memperkuat dugaan terjadinya tindak pidana korupsi serta pencucian uang," terang Kakortastipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo, dalam pernyataan tertulisnya pada hari Senin (27/1/2025).
Cahyo menambahkan bahwa gugatan praperadilan yang diajukan oleh Rudy Hartono Iskandar (RHI) di Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah ditolak. Hakim menilai bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.
Kasus dugaan korupsi yang mencakup pengukuran dan penjualan tanah untuk pembangunan rumah susun di Kelurahan Cengkareng Barat, Jakarta Barat, melibatkan proyek Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI Jakarta pada tahun anggaran 2015. Terdapat indikasi praktik suap kepada penyelenggara negara, yang berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga mencapai Rp 649,89 miliar.
Berdasarkan catatan Liputanku pada bulan Februari 2022, pihak kepolisian telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Sukmana, yang menjabat sebagai mantan Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta, serta Rudy Hartono, yang juga merupakan terdakwa dalam kasus korupsi tanah di Munjul, Jakarta Timur (Jaktim).
Keduanya diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah seluas 4,69 hektare di Cengkareng yang diperuntukkan bagi pembangunan rusun oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah (DPGP) DKI Jakarta pada Tahun Anggaran 2015. Pada saat itu, jabatan Gubernur DKI Jakarta dipegang oleh Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau yang lebih dikenal dengan nama Ahok.
Namun demikian, pada bulan Juli 2022, hakim tunggal Asmudi mengabulkan sebagian permohonan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Rudy Hartono. Hakim menyatakan bahwa penetapan status tersangka terhadap Rudy Hartono dianggap tidak sah.
Saksikan Live DetikSore: