Kasus Rusun Cengkareng: Mengapa Ahok ke Bareskrim?

Admin

25/06/2025

3
Min Read

JAKARTA, MasterV – Sebuah pertanyaan muncul: mengapa Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih dikenal sebagai Ahok dan merupakan mantan Gubernur Jakarta, secara mendadak mengunjungi Bareskrim Polri pada hari Rabu, 12 Juni 2025?

Ketika dikonfirmasi mengenai hal ini, Ahok menjelaskan bahwa kehadirannya adalah untuk memberikan keterangan terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan untuk rumah susun (rusun) Cengkareng, Jakarta Barat.

“Ini adalah tambahan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dari pemeriksaan yang dilakukan pada bulan Maret tahun lalu terkait lahan rusun Cengkareng,” ungkap Ahok kepada para wartawan, sehari sebelumnya.

Pada kesempatan sebelumnya, Ahok memang belum sempat memberikan keterangan secara langsung di Bareskrim Polri. Saat dihubungi, ia juga memilih untuk tidak memberikan penjelasan lebih detail mengenai pemeriksaan tersebut.

“Intinya, saya ingin membantu penyidik agar memiliki posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan pihak tersangka,” tegasnya.

Lantas, bagaimana sebenarnya duduk perkara kasus lahan Rusun Cengkareng ini?

Kasus ini bermula pada tahun 2016. Pada saat itu, Ahok, yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, menemukan adanya indikasi kejanggalan dalam proses pembelian lahan yang diperuntukkan bagi proyek pembangunan rusun yang dilaksanakan oleh Dinas Perumahan DKI Jakarta.

Menurut penuturan Ahok, lahan yang dibeli tersebut ternyata merupakan aset milik Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan, dan bukan milik warga sipil.

Ahok menduga kuat bahwa telah terjadi praktik pemalsuan dokumen dalam proses jual beli lahan tersebut, yang melibatkan seorang warga bernama Toeti Noezlar Soekarno.

Dalam dokumen yang diserahkan, status kepemilikan tanah tersebut diubah menjadi tanah sewa, padahal sebenarnya aset tersebut adalah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

MasterV/ANDRI DONNAL PUTERA Kondisi lahan kosong di RW 07 Kelurahan Cengkareng Barat, Jakarta Barat, Senin (27/6/2016). Lahan kosong ini diduga merupakan lahan untuk pembangunan rusun Cengkareng Barat yang kini bermasalah karena masuk temuan yang tercantum dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2015.

Setelah melalui serangkaian proses penyidikan yang cukup panjang, pihak kepolisian akhirnya menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Sukmana (S) dan Rudi Hartono Iskandar (RHI).

Karo Penmas Divisi Humas Polri pada saat itu, Brigjen (Pol) Ahmad Ramadhan, memberikan rincian lengkap mengenai perkara ini dalam sebuah konferensi pers yang diadakan pada tanggal 2 Februari 2022.

“Berdasarkan laporan polisi dengan nomor LP 656/VI/2016 Bareskrim tanggal 27 Juni 2016, yang mencatat waktu kejadian pada tahun 2015, terdapat dua orang tersangka, yaitu S (Sukmana) dan RHI (Rudi Hartono Iskandar),” jelas Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen (Pol) Ahmad Ramadhan, pada waktu itu.

Lahan yang menjadi objek dalam perkara ini memiliki luas yang cukup signifikan, yaitu mencapai 4,69 hektar dan 1.137 meter persegi.

Mantan Ketua DPRD Sempat Diperiksa Terkait Kasus Ini

Pada bulan Februari 2025, Mantan Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, juga pernah dipanggil oleh penyidik terkait kasus yang sama.

Akan tetapi, pemeriksaan terhadap Edi berlangsung dengan sangat singkat. Kepada para awak media, ia mengaku bahwa dirinya tidak mengetahui banyak hal terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan untuk rumah susun (rusun) Cengkareng, Jakarta Barat.

“Saya mengenai Cengkareng, yang berada di (Jakarta) Barat itu, saya tidak begitu paham. Bahkan, di mana saja letak tanahnya, saya juga tidak tahu,” ungkap Prasetyo Edi saat ditemui di Lobi Bareskrim Polri, pada hari Senin (17/2/2025).

Prasetyo menjelaskan bahwa pengadaan tanah atau lahan untuk Rusun Cengkareng tersebut diatur dalam peraturan gubernur (pergub), bukan melalui peraturan daerah (perda).

“Ketika ditanya (oleh penyidik) mengenai pemahaman saya tentang pengadaan tanah di Cengkareng, saya menjawab bahwa saya tidak begitu paham, karena hal tersebut diatur dalam pergub, bukan perda,” lanjut Prasetyo.

Temuan ini kemudian dilaporkan oleh Ahok ke Bareskrim Polri pada tahun 2016.