AI, atau kecerdasan buatan, menawarkan spektrum kegunaan yang sangat luas. Namun, bisakah AI benar-benar memprediksi kepribadian seseorang hanya dengan menganalisis ekspresi wajah? Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa jawabannya adalah ya.
Riset terkait hal ini pernah dilakukan oleh akademisi dari Yale School of Management. Kelly Shue dari Yale, bersama dengan Marius Guenzel dan Shimon Kogan dari Wharton, serta Marina Niessner dari Indiana University, memanfaatkan kapabilitas prediktif AI untuk menganalisis kepribadian dari 96.000 lulusan program MBA terkemuka, berdasarkan foto profil LinkedIn mereka.
Data tersebut kemudian dikombinasikan dengan informasi tambahan yang diperoleh dari LinkedIn. Studi ini menunjukkan bahwa penilaian kepribadian yang dihasilkan AI dari foto LinkedIn memiliki potensi untuk memprediksi, misalnya, tingkat pendapatan setelah kelulusan.
"Kami mampu memperkirakan kepribadian individu-individu ini, dan kemudian kami menguji beberapa teori dari riset sebelumnya yang menyatakan bahwa kepribadian dapat memprediksi hasil di pasar tenaga kerja," jelas Shue, seperti yang dikutip Liputanku dari Yale Insight.
Analisis AI mendeteksi bahwa karakteristik wajah tertentu memiliki efek prediktif yang berbeda, tergantung pada jenis kelamin. Misalnya, keramahan yang terlihat pada wajah pria secara positif memprediksi peringkat di sekolah, tetapi secara negatif memprediksi peringkat bagi wanita. Sementara itu, kehati-hatian yang terpancar di wajah memprediksi gaji awal yang lebih tinggi untuk kedua jenis kelamin, tetapi dikaitkan dengan pertumbuhan kompensasi yang lebih cepat bagi pria dan lebih lambat bagi wanita.
Menurut Shue, temuan ini bukan berarti penilaian kepribadian berbasis AI dapat diterapkan secara praktis, misalnya untuk menyaring pelamar kerja berdasarkan wajah. Hal ini disebabkan karena analisis wajah saja tidak selalu secara akurat merepresentasikan kepribadian seseorang yang sebenarnya.
"Pada dasarnya, individu akan disaring berdasarkan fitur-fitur yang tidak dapat mereka kontrol dan sulit untuk diubah. Bahkan jika seseorang berusaha meningkatkan kepribadian mereka, upaya tersebut mungkin tidak membuahkan hasil yang signifikan, karena perubahan kepribadian mungkin tidak tercermin dalam ekspresi wajah mereka," tegasnya.
Tentu saja, seseorang dapat mengubah penampilan wajah mereka, baik melalui alat digital maupun prosedur kosmetik. "Bayangkan jika teknologi semacam ini diterapkan dalam proses penyaringan di pasar tenaga kerja atau bahkan pasar kencan, kemungkinan besar orang akan mulai mengubah foto profil mereka agar terlihat seperti orang lain. Atau, mereka bahkan mungkin mengubah wajah asli mereka melalui operasi kosmetik," pungkasnya.