Menurut laporan dari Reuters, perundingan ini dilaksanakan dengan tujuan meredakan tensi perdagangan yang semakin meningkat dalam beberapa minggu terakhir.
Persoalan antara kedua negara saat ini tidak hanya berkutat pada tarif timbal balik, tetapi juga merambah pengendalian ekspor terhadap komoditas dan komponen krusial dalam jaringan suplai global.
Lokasi pasti pertemuan tersebut belum diumumkan kepada publik. Akan tetapi, berdasarkan informasi dari berbagai sumber, perundingan ini merupakan kelanjutan dari kesepakatan awal yang telah dicapai di Jenewa pada bulan lalu.
Kesepakatan tersebut sempat meredakan ketegangan hubungan antara Washington dan Beijing, serta memberikan harapan baru bagi para investor yang selama ini merasa khawatir dengan kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sejak ia kembali menjabat pada bulan Januari.
“Putaran perundingan perdagangan berikutnya antara AS dan China akan diselenggarakan di Inggris pada hari Senin,” ungkap seorang juru bicara pemerintah Inggris pada hari Minggu (2/6/2025).
“Kami mendukung sepenuhnya perdagangan bebas dan meyakini bahwa perang dagang tidak akan memberikan keuntungan bagi siapapun. Oleh karena itu, kami menyambut baik adanya perundingan ini,” lanjutnya.
Delegasi dari Amerika Serikat dipimpin oleh Menteri Keuangan Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, serta Perwakilan Dagang Jamieson Greer. Sementara itu, delegasi dari pihak China diketuai oleh Wakil Perdana Menteri He Lifeng.
Pertemuan ini diselenggarakan hanya berselang empat hari setelah Trump dan Presiden China Xi Jinping melakukan percakapan melalui sambungan telepon—kontak langsung pertama sejak Trump dilantik pada tanggal 20 Januari 2025.
Dalam percakapan yang berlangsung selama lebih dari satu jam, Xi meminta Trump untuk mencabut berbagai kebijakan perdagangan yang dianggap mengganggu stabilitas ekonomi global.
Xi juga mengingatkan agar AS tidak memainkan isu Taiwan secara provokatif, demikian menurut ringkasan versi pemerintah China.
Namun, Trump menyampaikan narasi yang berbeda. Melalui media sosial, ia menyatakan bahwa pembicaraan tersebut berfokus pada isu perdagangan dan menghasilkan “kesimpulan yang sangat positif.”
Komunikasi tersebut dianggap sebagai fondasi untuk pertemuan lanjutan yang dilaksanakan di London.
Trump bahkan mengklaim bahwa, sehari setelah percakapan telepon tersebut, Xi telah menyetujui untuk melanjutkan ekspor mineral tanah jarang dan magnet ke AS.
Sebelumnya, pada bulan April, China telah menangguhkan ekspor sejumlah mineral penting, yang berdampak langsung pada industri otomotif, kedirgantaraan, semikonduktor, hingga pertahanan di berbagai negara.
Langkah yang diambil oleh China ini menjadi sorotan tersendiri, terutama setelah kedua negara sepakat untuk memulihkan hubungan dalam perundingan yang diadakan di Swiss.
Pada saat itu, Washington dan Beijing sepakat untuk menurunkan bea masuk yang tinggi atas berbagai produk ekspor dari masing-masing negara.
Akan tetapi, beberapa pejabat AS menilai bahwa China belum sepenuhnya memenuhi komitmennya, terutama terkait dengan ekspor mineral tanah jarang.
“Kami berharap China dan Amerika Serikat dapat terus melangkah maju dengan perjanjian yang telah disepakati di Jenewa,” ujar juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, dalam program Sunday Morning Futures di stasiun televisi Fox News.
“Pemerintah terus melakukan pemantauan terhadap kepatuhan China, dan kami berharap perundingan ini dapat membuka jalan bagi dialog yang lebih komprehensif,” imbuh Leavitt.
Kehadiran Howard Lutnick dalam perundingan kali ini juga menjadi sebuah indikasi penting.
Sebagai menteri yang bertanggung jawab atas pengawasan ekspor, Lutnick sebelumnya tidak hadir dalam pertemuan di Jenewa, di mana kedua negara menyetujui pencabutan sebagian dari tarif tiga digit yang telah saling dikenakan sejak awal tahun.
Kesepakatan awal yang dicapai di Jenewa sempat mendorong pemulihan global di pasar saham.
Indeks Standard & Poor’s 500 (S&P 500), yang sempat mengalami penurunan tajam hingga hampir 18 persen pada awal April setelah pengumuman tarif “Hari Pembebasan” oleh Trump, kini hanya berada sekitar 2 persen di bawah rekor tertingginya pada pertengahan Februari.
Sepertiga terakhir dari reli pasar ini terjadi setelah adanya gencatan senjata sementara antara AS dan China.
Meskipun demikian, kesepakatan sementara tersebut belum menyentuh akar permasalahan dalam hubungan bilateral.
Mulai dari perdagangan ilegal fentanil, posisi Taiwan sebagai negara demokrasi, hingga keberatan AS terhadap model ekonomi China yang dikendalikan oleh negara dan mengandalkan ekspor, masih menjadi kendala utama.
Pemerintah Inggris hanya menyediakan fasilitas tempat untuk perundingan dan tidak terlibat secara langsung dalam negosiasi. Akan tetapi, mereka dijadwalkan untuk mengadakan pertemuan terpisah dengan delegasi China pada akhir pekan ini.