Aturan Baru Asuransi: Nasabah Wajib Bayar 10% Biaya Berobat!

Admin

14/06/2025

3
Min Read

On This Post

Nasabah Asuransi Wajib Bayar Minimal 10% Biaya Berobat Mulai 2026

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan regulasi baru yang secara esensial mengharuskan produk asuransi kesehatan untuk mengimplementasikan mekanisme pembagian risiko (co-payment) kepada para pemegang polis atau peserta. Hal ini berarti, peserta akan menanggung minimal 10% dari total nilai klaim yang diajukan. Kebijakan strategis ini akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026.

Ketentuan penting ini secara rinci diatur dalam Surat Edaran (SE) OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 yang secara khusus membahas tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Dengan demikian, implikasinya adalah setiap pemegang polis diwajibkan untuk membayar setidaknya 10% dari total klaim yang diajukan saat memanfaatkan fasilitas layanan kesehatan.

"Produk asuransi kesehatan wajib mengaplikasikan sistem pembagian risiko (co-payment) yang menjadi tanggungan pemegang polis, tertanggung, atau peserta dengan besaran paling sedikit 10% dari total pengajuan klaim," demikian bunyi kutipan dari SE tersebut, seperti yang dilaporkan pada Kamis (5/6/2025).

OJK telah menetapkan batasan maksimum yang harus ditanggung oleh peserta. Batas tersebut adalah sebesar Rp 300 ribu per pengajuan klaim untuk layanan rawat jalan, dan Rp 3 juta untuk layanan rawat inap per setiap pengajuan klaim. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa perusahaan asuransi memiliki fleksibilitas untuk menetapkan nilai yang lebih tinggi, asalkan hal ini telah disepakati dan tercantum secara eksplisit dalam polis.

"Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan Unit Syariah diberikan keleluasaan untuk menerapkan batas maksimum yang lebih tinggi, sepanjang ada kesepakatan yang jelas antara pihak Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan Unit Syariah dengan pemegang polis, tertanggung, atau peserta, serta telah dinyatakan secara tertulis dalam polis asuransi," demikian penjelasan lebih lanjut dari OJK dalam dokumen yang sama.

Perlu digarisbawahi bahwa mekanisme pembagian risiko (co-payment) ini berlaku secara universal untuk produk asuransi kesehatan dengan prinsip ganti rugi (indemnity) dan juga untuk produk asuransi kesehatan dengan skema pelayanan kesehatan yang terkelola (managed care). Namun, terdapat pengecualian untuk produk asuransi mikro.

"Pembagian risiko (co-payment) untuk skema pelayanan kesehatan yang terkelola (managed care) akan mulai diimplementasikan untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan," demikian penjelasan yang diberikan.

Dalam dokumen resmi Frequently Asked Questions (FAQ) yang diterbitkan oleh OJK sebagai bagian integral dari penjelasan kebijakan ini, lembaga pengawas keuangan tersebut secara tegas menyatakan bahwa penerapan co-payment atau pembagian risiko bertujuan utama untuk mengurangi perilaku konsumtif dalam pemanfaatan layanan kesehatan.

"Maksud dan tujuan utama dari pengaturan co-payment adalah untuk mencegah potensi terjadinya moral hazard dan untuk mengurangi penggunaan layanan kesehatan secara berlebihan (over-utilitas) oleh peserta. Diharapkan bahwa dengan adanya kebijakan ini, pemegang polis, tertanggung, atau peserta akan menjadi lebih bijaksana dan lebih berhati-hati (prudent) dalam memanfaatkan fasilitas asuransi kesehatan," tulis OJK.

Selain itu, OJK menekankan bahwa kebijakan strategis ini dapat berkontribusi secara signifikan dalam menjaga agar premi asuransi tetap terjangkau di masa yang akan datang. Dengan mengendalikan penggunaan layanan secara efektif, perusahaan asuransi diharapkan mampu menjaga stabilitas biaya operasional dan mencegah terjadinya lonjakan premi yang berpotensi membebani konsumen.

"Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi yang memasarkan Produk Asuransi Kesehatan memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa calon Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta memahami secara menyeluruh seluruh informasi yang tercantum dalam surat permintaan asuransi kesehatan (SPAK) dan bahwa SPAK tersebut diisi sendiri secara langsung oleh calon Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta," demikian bunyi perintah resmi dari OJK.