PR Pemerintah: Wujudkan 19 Juta Lapangan Kerja?

Admin

16/06/2025

3
Min Read

On This Post

Pemerintah menghadapi serangkaian pekerjaan rumah yang signifikan jika ambisinya untuk menciptakan 19 juta lapangan kerja baru ingin terwujud. Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, prioritas utama yang perlu ditangani pemerintah adalah peningkatan investasi di sektor pendidikan.

Esther berpendapat bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia sangat bergantung pada kemajuan di bidang pendidikan. Struktur tenaga kerja saat ini didominasi oleh tingkat pendidikan yang rendah, sehingga pendidikan yang memadai menjadi krusial agar tenaga kerja dapat beradaptasi dengan kebutuhan era digitalisasi.

"Kita berada di era digitalisasi dan kecerdasan buatan (AI). Hal ini memunculkan jenis pekerjaan baru, namun juga menghilangkan banyak pekerjaan yang sudah ada. Dahulu, kita membayar tol dengan bantuan petugas, sekarang sudah otomatis. Bahkan, ke depan mungkin tidak perlu kartu, cukup lewat saja. Era digitalisasi menuntut kita untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja," ungkapnya kepada detikcom, Jumat (6/6/2025).

Lebih lanjut, untuk mencapai target 19 juta lapangan kerja, pemerintah perlu memberikan insentif yang lebih besar untuk mendorong investasi dalam negeri. Esther menilai bahwa insentif yang ada saat ini cenderung fokus pada konsumsi.

"Perhatikan kebijakan pemerintah saat ini. Jika ingin menciptakan 19 juta lapangan kerja, yang utama adalah meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, anggaran pendidikan justru berkurang dan dialihkan ke program lain seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih, yang tidak secara langsung meningkatkan keterampilan. Seharusnya, selain memperluas akses pendidikan," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, berpendapat bahwa target 19 juta lapangan kerja baru sulit dicapai dalam waktu lima tahun.

Menurut Nailul, janji Gibran terkait penyerapan 19 juta lapangan kerja di sektor ekonomi hijau mungkin baru bisa tercapai dalam jangka waktu 10 tahun.

"Data Celios menunjukkan bahwa pengembangan ekonomi hijau berpotensi menyerap 19,4 juta tenaga kerja dalam 10 tahun, dengan asumsi optimalisasi. Namun, tampaknya keinginan pemerintah untuk mengoptimalkan ekonomi hijau masih jauh dari harapan," ujarnya.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai belum optimal dalam menciptakan lapangan kerja. Nailul menjelaskan bahwa sebelumnya, setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1% diikuti dengan penambahan tenaga kerja sebanyak 400 ribu orang.

"Saat ini, pertumbuhan ekonomi 1% hanya menyerap sekitar 100 ribu tenaga kerja. Investasi, sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi, belum mampu menghadirkan tenaga kerja yang signifikan. Investasi yang masuk belum mampu meningkatkan kinerja manufaktur Indonesia, sehingga kita mengalami deindustrialisasi dini," papar Nailul.

Sebagai informasi tambahan, Gibran pernah menjanjikan 19 juta lapangan kerja bagi generasi muda dan perempuan dalam acara Debat Pilpres keempat di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2024).

Gibran menyebutkan bahwa 5 juta di antaranya berasal dari sektor *green jobs*, seperti lapangan kerja di sektor kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya mengawal agenda hilirisasi untuk mewujudkan janji tersebut.

"Jika agenda hilirisasi, pemerataan pembangunan, transisi energi hijau, ekonomi kreatif, UMKM bisa kita kawal, *insyaallah* akan terbuka 19 juta lapangan kerja untuk generasi muda dan kaum perempuan," tegasnya.

"5 juta di antaranya adalah *green jobs*, peluang kerja di bidang kelestarian lingkungan. Ini adalah tren peluang kerja masa kini dan masa depan," tambahnya.