Bahlil menyatakan bahwa pernyataannya bukan sekadar asumsi belaka. Ia mengklaim memiliki sejumlah bukti yang dapat memperkuat indikasi bahwa impor BBM dari Singapura sebenarnya telah diatur secara sistematis (by design).
"Saya ingin menegaskan bahwa ini by design, sungguh ini by design," ungkap Bahlil dalam acara Energi Mineral Forum di Kempinski Hotel Jakarta, yang juga disiarkan secara langsung, seperti dikutip pada Sabtu (31/5/2025).
"Menurut pandangan saya, hanya mereka yang kurang jeli yang berpendapat bahwa ini bukan by design. Dan saya telah berhasil mengumpulkan bukti untuk itu, namun data tersebut bersifat khusus untuk internal kami," tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa kecurigaan lain mengenai adanya praktik yang menyebabkan negara ini terus bergantung pada impor BBM, dapat dilihat dari tren penurunan produksi (lifting) minyak mentah domestik dari tahun ke tahun.
Sebagai contoh, pada periode menjelang berakhirnya era Orde Baru, tepatnya pada tahun 1996 hingga 1997, lifting minyak di Indonesia masih berkisar antara 1.500.000 hingga 1.600.000 barel per hari.
Sementara itu, konsumsi domestik hanya sekitar 500.000 barel per hari. Ini berarti bahwa pada masa itu, Indonesia masih berstatus sebagai negara pengekspor minyak.
“Dulu kita ekspor sekitar 1.000.000–1.600.000 barel per hari. Negara kita sangat kuat pada waktu itu. Dan pendapatan negara kita, sekitar 40–45 persen berasal dari sektor migas,” jelas Bahlil.
Setelah kejatuhan Soeharto yang bertepatan dengan krisis moneter tahun 1998, produksi minyak mentah Indonesia mengalami penurunan yang sangat signifikan. Beberapa tahun kemudian, negara ini berubah status menjadi pengimpor neto.
“Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah penurunan lifting tersebut disebabkan oleh habisnya sumber daya alam kita ataukah masih ada? Atau apakah ini sengaja diturunkan agar impor terus berlanjut?” tanya Bahlil.
Ketua Umum Partai Golkar ini menduga kuat bahwa ada skenario yang dirancang sedemikian rupa agar negara ini sangat bergantung pada impor BBM.
“Bapak, Ibu sekalian, saya ingin menyampaikan dengan jujur, demi Allah, menurut keyakinan saya, ini mengandung unsur kesengajaan, by design,” tegas Bahlil.
Bahlil kemudian melakukan penelusuran lebih lanjut untuk mencari tahu apakah Indonesia benar-benar tidak mampu lagi meningkatkan lifting. Ia menemukan bahwa saat ini terdapat hampir 40.000 sumur minyak di seluruh Indonesia.
Namun, dari jumlah tersebut, hanya 20.000 sumur yang masih produktif. Sisanya sudah tidak menghasilkan lagi. Situasi ini semakin memperkuat keyakinannya.