Bahlil Perketat Tambang Raja Ampat, Izin Resmi Tak Cukup!

Admin

20/06/2025

4
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengambil langkah tegas dengan memperketat pengawasan terhadap lima perusahaan tambang yang beroperasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Meskipun kelima perusahaan tersebut telah mengantongi izin resmi, langkah ini dipandang krusial.

Tindakan pengawasan yang diperketat ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh aktivitas pertambangan di kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi ini selaras dengan koridor hukum yang berlaku di Indonesia.

Fokus pengawasan mencakup berbagai aspek, termasuk legalitas operasional, komitmen terhadap perlindungan lingkungan, serta kepatuhan terhadap regulasi yang mengatur kawasan konservasi dan hutan lindung.

Selain itu, evaluasi mendalam akan dilakukan berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, yang menekankan pentingnya reklamasi lahan tambang dengan mempertimbangkan manfaat dari sisi teknis, lingkungan hidup, dan sosial bagi masyarakat.

Penegasan ini disampaikan langsung oleh Bahlil saat melakukan kunjungan kerja ke Pulau Gag pada hari Sabtu, 7 Juni 2025. Kunjungan ini dilakukan untuk meninjau secara langsung aktivitas pertambangan yang dijalankan oleh PT Gag Nikel, salah satu perusahaan yang telah memperoleh izin operasi produksi dari pemerintah pusat.

"Kehadiran saya di sini adalah untuk melihat secara langsung bagaimana kondisi di lapangan dan mendengarkan aspirasi masyarakat. Hasil pengamatan dan masukan ini akan diverifikasi dan dianalisis oleh tim inspektur tambang," ungkap Bahlil dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Minggu, 8 Juni 2025.

Sebagai tindak lanjut, Kementerian ESDM telah menugaskan tim inspektur tambang untuk melaksanakan evaluasi teknis secara komprehensif terhadap seluruh wilayah yang tercakup dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat. Hasil dari evaluasi ini akan menjadi landasan bagi formulasi kebijakan dan pengambilan keputusan lebih lanjut oleh Menteri ESDM.

"Walaupun semua perusahaan sudah memegang izin resmi, evaluasi akan terus dilakukan secara berkala. Tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan yang optimal antara keberlanjutan lingkungan hidup dan aktivitas ekonomi yang berlangsung," Bahlil menegaskan.

Menurut catatan Kementerian ESDM, saat ini terdapat lima perusahaan tambang yang memiliki izin resmi untuk menjalankan operasi di wilayah Raja Ampat.

Dua di antaranya memperoleh izin langsung dari pemerintah pusat, yaitu PT Gag Nikel dan PT Anugerah Surya Pratama.

Sementara itu, tiga perusahaan lainnya mendapatkan izin dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, yakni PT Mulia Raymond Perkasa, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Nurham.

Berikut ini adalah informasi lebih detail mengenai masing-masing perusahaan:

1. PT Gag Nikel

Perusahaan ini memegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan luas area mencapai 13.136 hektar. Mereka telah memasuki fase operasi produksi sejak tahun 2017 dan izin ini berlaku hingga 30 November 2047.

PT Gag Nikel telah memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sejak tahun 2014, kemudian melakukan Adendum Amdal pada tahun 2022, serta memperoleh Adendum Amdal Tipe A yang diterbitkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun sebelumnya.

Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) diterbitkan pada tahun 2015 dan 2018, sedangkan Penataan Areal Kerja (PAK) diterbitkan pada tahun 2020.

Perusahaan ini juga telah melaksanakan reklamasi lahan bekas tambang seluas 135,45 hektar dari total area bukaan tambang seluas 187,87 hektar.

Informasi tambahan, perusahaan ini belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu proses penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).

2. PT Anugerah Surya Pratama

Perusahaan ini beroperasi di Pulau Manuran dan memiliki izin operasi produksi yang berlaku sejak Januari 2024 hingga tahun 2034.

Dari segi aspek lingkungan, perusahaan ini telah memiliki dokumen Amdal dan UKL-UPL yang dikeluarkan oleh Bupati Raja Ampat sejak tahun 2006.

3. PT Mulia Raymond Perkasa

Perusahaan ini telah mengantongi IUP dari pemerintah daerah sejak tahun 2013, dengan masa berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033. Luas wilayah konsesi yang dimiliki mencapai 2.193 hektar dan berlokasi di Pulau Batang Pele.

Hingga saat ini, aktivitas perusahaan masih terbatas pada tahap eksplorasi, yaitu berupa pengeboran. Mereka belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan yang menjadi persyaratan wajib untuk tahapan selanjutnya.

4. PT Kawei Sejahtera Mining

Perusahaan ini memegang IUP yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sejak tahun 2013 dan izinnya berlaku hingga tahun 2033. Wilayah kerjanya mencakup area seluas 5.922 hektar.

Perusahaan ini telah memperoleh IPPKH dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2022. Kegiatan produksi sempat berjalan pada tahun 2023, namun saat ini tidak ada aktivitas pertambangan yang berlangsung di lokasi tersebut.

5. PT Nurham

Perusahaan ini memperoleh IUP dari pemerintah daerah sejak tahun 2013, dengan masa berlaku hingga tahun 2033. Lokasi pertambangannya terletak di Pulau Waegeo dan mencakup area seluas 3.000 hektar.

Perusahaan ini telah mengantongi persetujuan lingkungan dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat sejak tahun 2013, namun hingga saat ini belum memulai kegiatan produksi.