Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki kepastian mengenai kapan Indonesia akan mengakhiri penggunaan batu bara. Hal ini sangat terkait dengan aspek harga, mengingat energi baru terbarukan (EBT) cenderung memiliki biaya yang lebih tinggi.
Menurut Bahlil, Indonesia sebenarnya mampu menghentikan pemanfaatan batu bara di pembangkit listrik, namun hal ini memerlukan dukungan pinjaman dengan suku bunga yang rendah. Tujuan utamanya adalah agar keuangan negara dan masyarakat tidak terbebani oleh tingginya biaya transisi menuju energi baru terbarukan.
"Jangan lagi menanyakan kapan saya akan menghentikan penggunaan batu bara. Sudah berulang kali saya sampaikan, saya siap menghentikan batu bara asalkan tersedia pinjaman dengan bunga rendah, teknologi yang terjangkau, sehingga tidak memberatkan subsidi negara dan masyarakat," tegasnya dalam acara Human Capital Summit 2025 di JCC Senayan, Jakarta Pusat, pada hari Selasa (3/6/2026).
Bahlil juga mengungkapkan bahwa beberapa negara masih memprioritaskan penggunaan batu bara sebagai sumber energi utama. Informasi ini didapatkan dari pertemuannya dengan sejumlah menteri ESDM dari berbagai negara.
"Kadang saya merasa heran dalam interaksi dengan para menteri ESDM di berbagai negara, mereka tetap teguh menggunakan batu bara. Terus menggunakan. Sementara kita berusaha menjadi negara yang patuh. Indonesia ini berusaha menjadi negara yang patuh. Padahal kita tahu bahwa negara lain juga kadang-kadang tidak konsisten," ungkapnya.
Ia juga menyindir negara-negara Eropa terkait implementasi energi bersih. Menurut Bahlil, negara-negara Eropa sering meminta Indonesia untuk menghentikan penggunaan batu bara, tetapi pada kenyataannya mereka masih membeli batu bara dari Indonesia.
"Anda melarang kami menggunakan batu bara? Baik. Tetapi pada saat yang sama, Eropa meminta batu bara dari negara kami. Bagaimana ini? Saya katakan, mereka juga kadang-kadang tidak konsisten," imbuh Bahlil.
Bahlil menduga bahwa negara-negara Eropa menginginkan energi yang murah, sementara energi dengan harga yang lebih tinggi dialokasikan untuk Indonesia. Salah satu kampanye yang sering mereka suarakan adalah menyebut energi murah sebagai energi kotor.
"Anda melarang kami menggunakan batu bara, tetapi Anda meminta batu bara dari kami. Jadi, kita diberikan energi yang mahal, sementara energi murahnya untuk mereka. Kemudian, energi yang murah itu disebut kotor. Saya katakan tidak! Entah itu kotor atau bersih, kita harus mempertahankan kedaulatan energi nasional kita," pungkasnya.