Tantangan & Strategi Baja RI: 100 Juta Ton di 2045

Admin

07/06/2025

3
Min Read

On This Post

Diperkirakan pada tahun 2045, kebutuhan baja di Indonesia akan melonjak hingga mencapai 100 juta ton. Pertanyaannya, bagaimana kita akan menghadapinya? Tantangan-tantangan seperti ketersediaan tenaga kerja terampil, tekanan ekonomi global, dan krusialnya insentif fiskal menjadi poin-poin strategis yang harus diperhatikan agar transformasi industri baja dapat berjalan mulus.

Topik ini menjadi bahasan hangat dalam diskusi Indonesia Steel Summit & Exhibition Indonesia (ISSEI) 2025. Fokus utama adalah strategi dan tantangan dalam memperkuat industri baja nasional di tengah era hilirisasi dan ekspansi investasi. Diskusi ini dimoderatori oleh Ketua Umum Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA), Akbar Djohan, dan menghadirkan pembicara kunci dari berbagai kementerian serta pelaku industri strategis.

Dedi Latip, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, memaparkan pentingnya mendorong investasi bernilai tambah melalui hilirisasi sektor industri, termasuk sektor baja. Sementara itu, Eko S.A. Cahyono, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, menjelaskan arah kebijakan serta strategi yang akan ditempuh untuk memperkuat industri baja nasional. Perwakilan dari PT PAL Indonesia dan PT Pindad juga turut hadir, berbagi pengalaman mereka dalam mengaplikasikan penggunaan baja dalam konteks praktis.

Dedi Latip menegaskan bahwa hilirisasi logam dan mineral merupakan prioritas strategis nasional. Peta jalan investasi telah dirancang sedemikian rupa, dengan fokus pada peningkatan kapasitas produksi baja. Data dari BKPM menunjukkan bahwa realisasi investasi di sektor logam dasar mengalami peningkatan signifikan, dari Rp 61,6 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp 200,3 triliun pada tahun 2023.

“Industri baja bukan hanya sektor unggulan, tetapi juga berperan sebagai lokomotif penggerak pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya dalam keterangan tertulis dari IISIA, seperti yang dikutip pada Sabtu (31/5/2025).

Eko S.A. Cahyono menjelaskan lebih lanjut bahwa Kementerian Perindustrian secara konsisten berupaya memperkuat sektor baja melalui implementasi kebijakan industri hijau dan berkelanjutan. Beliau menyoroti empat isu utama yang saat ini dihadapi oleh sektor ini: dekarbonisasi, efisiensi energi, ekonomi sirkular, dan masalah kelebihan kapasitas yang disebabkan oleh impor.

Diskusi ini juga diramaikan dengan pengalaman nyata dari PT PAL dan PT Pindad. Kedua perusahaan ini menekankan betapa pentingnya keberpihakan kebijakan pemerintah terhadap produk baja dalam negeri, demi mendukung pembangunan kapal perang dan kendaraan tempur yang efisien serta berkelanjutan.

Akbar Djohan, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero), menutup sesi tersebut dengan menegaskan komitmen asosiasi untuk mendukung percepatan hilirisasi baja nasional. Ia menyatakan bahwa industri baja nasional harus mampu memperkuat posisinya di kawasan regional melalui kolaborasi dan sinergi yang berkesinambungan.

Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa ISSEI 2025 memiliki peran yang sangat penting. Bukan hanya sebagai acara nasional bagi industri baja Indonesia, tetapi juga sebagai ajang yang mengundang peserta dari mancanegara, termasuk asosiasi dari negara-negara ASEAN dan South East Asia Iron & Steel Institute (SEAISI). Tujuannya adalah untuk membangun kekuatan kolektif yang kokoh, sehingga rantai pasok regional dapat menjadi fondasi baru dalam membentuk kolaborasi dan sinergi yang lebih besar, lebih kuat, dan berkelanjutan.