JAKARTA, MasterV – Bank Dunia (World Bank) menyesuaikan standar garis kemiskinan mereka, dari yang sebelumnya menggunakan paritas daya beli (Purchasing Power Parity/PPP) 2017 menjadi PPP 2021. Perubahan ini akan mulai berlaku pada Juni 2025. Konsekuensinya, estimasi jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami peningkatan, dari 60,25 persen menjadi 68,25 persen dari total populasi pada tahun 2024.
Data ini menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan informasi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). BPS mencatat tingkat kemiskinan di Indonesia per September 2024 berada di angka 8,57 persen, atau setara dengan sekitar 24,06 juta jiwa.
Menanggapi perbedaan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Bapak Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa pemerintah saat ini masih berpedoman pada data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS sebagai dasar dalam menentukan arah kebijakan.
"Kita tetap menggunakan standar yang berlaku di negara kita. Kita mengikuti standar BPS," tegas beliau saat diwawancarai di kantornya, Jakarta, pada hari Selasa, 10 Juni 2025.
Beliau menambahkan, hingga saat ini pemerintah belum memiliki rencana untuk mengubah metodologi penghitungan tingkat kemiskinan yang selama ini diterapkan oleh BPS.
Sebagai informasi, BPS selama ini mengukur kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar atau *Cost of Basic Needs* (CBN), yang berbeda dengan penggunaan PPP oleh Bank Dunia.
Meskipun demikian, pemerintah akan terus berupaya untuk menurunkan tingkat kemiskinan nasional melalui berbagai cara, salah satunya adalah dengan mendorong daya beli masyarakat. Hal ini akan diwujudkan melalui penyaluran bantuan sosial (bansos) yang merata dan tepat sasaran.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Bank Dunia mulai mengadopsi PPP 2021 pada Juni 2025, yang mengakibatkan perubahan pada tiga standar garis kemiskinan global.
Perubahan tersebut mencakup *international poverty line* yang digunakan untuk menghitung tingkat kemiskinan ekstrem, yang sebelumnya berada di angka 2,15 dollar AS (setara dengan Rp34.830 dengan asumsi kurs Rp16.200 per dollar AS per 10 Juni 2025) menjadi 3 dollar AS (setara dengan Rp48.600) per orang per hari.
Selain itu, standar untuk negara-negara berpendapatan menengah bawah (*lower-middle income*) berubah dari 3,65 dollar AS (setara dengan Rp59.130) menjadi 4,20 dollar AS (setara dengan Rp68.040) per orang per hari. Sementara itu, untuk negara-negara berpendapatan menengah atas (*upper-middle income*) berubah dari 6,85 dollar AS (setara dengan Rp110.970) menjadi 8,30 dollar AS (setara dengan Rp134.460) per orang per hari.
Dampak dari perubahan ini adalah peningkatan signifikan dalam jumlah penduduk miskin di berbagai negara dan wilayah, termasuk Indonesia.
"Revisi PPP mencerminkan data terkini mengenai garis kemiskinan nasional, yang mengimplikasikan revisi ke atas yang lebih besar dari yang disarankan oleh perubahan harga murni, terutama untuk garis kemiskinan internasional serta garis kemiskinan negara-negara berpenghasilan menengah ke atas," demikian pernyataan Bank Dunia dalam dokumen "June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform (PIP)" yang dikutip pada hari Senin, 9 Juni 2025.
Jika mengacu pada perhitungan PPP 2021, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 68,25 persen dari total penduduk pada tahun 2024, atau setara dengan 194,67 juta jiwa.
Angka ini menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan perhitungan yang menggunakan PPP 2017, yang mencatat angka 60,25 persen dari total penduduk Indonesia, atau setara dengan 171,74 juta jiwa.
Sebagai perbandingan, dalam laporan Bank Dunia yang dirilis pada April 2025, jumlah penduduk miskin Indonesia mengalami kenaikan dari 60,3 persen menjadi 68,25 persen. Hal ini disebabkan oleh perubahan perhitungan dari 6,85 dollar AS per kapita pada PPP 2017 menjadi 8,30 dollar AS per kapita pada PPP 2021.
Perubahan perhitungan yang dilakukan oleh Bank Dunia, dari PPP 2017 menjadi PPP 2021, semakin memperlebar kesenjangan dalam angka jumlah penduduk miskin di Indonesia antara perhitungan Bank Dunia dan BPS.