Citigroup PHK 3.500 Karyawan di China: Apa Alasannya?

Admin

23/06/2025

3
Min Read

On This Post

Bank Terkenal Ini PHK 3.500 Karyawan

Citigroup, sebuah bank terkemuka yang berbasis di Amerika Serikat, berencana melakukan perampingan dengan mengurangi sekitar 3.500 tenaga kerjanya di Tiongkok. Tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran ini ditujukan untuk menekan pengeluaran operasional perbankan secara global.

Seperti yang dilaporkan oleh CNBC pada hari Selasa, 10 Juni 2025, pengurangan jumlah karyawan ini terutama akan berdampak pada unit layanan teknologi informasi. Unit ini bertanggung jawab atas pengembangan teknologi perangkat lunak, pengujian, pemeliharaan, serta layanan operasional untuk bisnis Citi di seluruh dunia.

Lebih jauh lagi, beberapa posisi yang saat ini ditempatkan di Tiongkok direncanakan untuk dipindahkan ke kantor pusat di lokasi lain. Akan tetapi, jumlah pasti pekerja yang terdampak dan lokasi tujuan pemindahan tersebut tidak disebutkan secara rinci.

“Pengurangan personel di China Citi Solution Centers yang berlokasi di Shanghai dan Dalian diharapkan dapat diselesaikan pada awal kuartal keempat tahun ini,” demikian pernyataan resmi dari Citi.

Dijelaskan bahwa PHK besar ini merupakan bagian dari strategi perusahaan yang lebih luas untuk mengurangi 10% dari total tenaga kerja global mereka, atau sekitar 20.000 pekerja, dalam dua tahun mendatang. Rencana ini pertama kali diumumkan pada Januari 2025 lalu.

“Tiongkok senantiasa menjadi bagian integral dari jaringan global dan pertumbuhan bisnis Citi. Kami akan terus memberikan pelayanan kepada klien korporat dan institusional di Tiongkok, serta memenuhi kebutuhan perbankan lintas batas mereka,” ujar Marc Luet, Presiden Citi Japan, North Asia, dan Australia, dalam pernyataannya.

Sebagai informasi tambahan, banyak perusahaan multinasional yang memiliki cabang atau pabrik di Tiongkok saat ini tengah mempertimbangkan untuk mengurangi tingkat ketergantungan mereka pada pasar Tiongkok.

Hal ini disebabkan karena perusahaan-perusahaan asing tersebut harus menghadapi dampak dari perang dagang antara Beijing dan Washington. Di samping itu, penurunan permintaan domestik dan persaingan yang semakin sengit dari perusahaan-perusahaan lokal juga menjadi faktor-faktor yang memengaruhi keputusan tersebut.

Sebuah survei bisnis yang dilakukan oleh Kamar Dagang Amerika di Tiongkok menunjukkan bahwa jumlah perusahaan asal Amerika Serikat yang berencana untuk merelokasi pabrik atau pusat manufaktur mereka dari Tiongkok mencapai titik tertinggi selama masa jabatan kedua Presiden Donald Trump.

“Meningkatnya ketegangan perdagangan juga telah merusak kepercayaan di antara bisnis-bisnis Eropa yang beroperasi di Tiongkok,” tulis survei kilat yang dilakukan oleh Kamar Dagang Uni Eropa di Tiongkok, seraya menyoroti ekspektasi yang ‘sangat suram’ di negara tersebut akibat meningkatnya persaingan dan penurunan profitabilitas.

Sebagai contoh, L’Oréal berencana untuk memangkas 50% dari tenaga kerja ritel mereka di Tiongkok. Langkah ini diambil karena raksasa kosmetik asal Prancis tersebut terus mengalami penurunan penjualan.

Selain itu, produsen mobil mewah asal Jerman, Mercedes-Benz, juga berencana untuk mengurangi hingga 15% staf penjualan dan keuangan mereka di Tiongkok.