MasterV, Jakarta – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan bahwa implementasi penuh kebijakan Zero Over Dimension Overloading (ODOL) di Indonesia akan memerlukan waktu sekitar 7 hingga 10 tahun, atau bahkan lebih lama.
Namun, hal ini hanya akan tercapai jika didukung oleh komitmen politik yang kuat dan berkelanjutan, serta partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan terkait.
Menurut Kasubdit Transportasi Darat dan Perkeretaapian Bappenas, Dail Umamil Asri, hingga saat ini belum ditemukan solusi yang benar-benar komprehensif dan efektif dalam mengatasi permasalahan ODOL di Indonesia.
Oleh karena itu, beliau menekankan perlunya koordinasi yang ketat, tangguh, dan militan antar sektor untuk menanggulangi masalah ini. Solusi terbaik untuk mengatasi ODOL juga haruslah menguntungkan semua pihak terkait atau bersifat “win win” solution.
“Perlu adanya desain baru untuk kendaraan berat dengan jumlah gandar yang lebih banyak. Selain itu, diperlukan pula kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas konstruksi jalan agar mampu menahan tekanan gandar yang lebih besar dari 10 ton,” ungkapnya pada Senin (9/6/2025).
Beliau juga menyarankan agar penyelesaian masalah truk ODOL ini dilakukan secara sistematis melalui perencanaan jangka pendek (1-2 tahun), jangka menengah (3-5 tahun), dan jangka panjang (di atas 5 tahun).
“Dalam jangka pendek, fokus harus diberikan pada penguatan regulasi, uji coba di daerah percontohan, pengembangan infrastruktur pengawasan awal, serta sosialisasi yang intensif,” jelasnya.
Sementara itu, untuk jangka menengah, beliau berpendapat bahwa implementasi bertahap di seluruh Indonesia, transformasi armada, dan pengembangan infrastruktur pendukung yang lebih luas perlu dilakukan. Sedangkan untuk jangka panjang, konsolidasi dan transformasi sistem logistik nasional secara menyeluruh harus menjadi prioritas, termasuk adopsi teknologi baru dan evaluasi mendalam terhadap penundaan-penundaan yang pernah terjadi di masa lalu.
Dijelaskan pula bahwa ODOL adalah permasalahan multi sektor dan multi dimensi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik sebagai pembuat regulasi maupun sebagai pelaku dalam ekosistem ODOL itu sendiri.
Kompleksitas masalah pembebanan berlebih ini, menurutnya, terletak pada perbedaan institusi yang bertanggung jawab atas berbagai faktor penyebabnya. Faktor-faktor tersebut mencakup desain kendaraan berat terkait jumlah tekanan gandar dan jumlah roda penggeraknya, standar desain jalan, tekanan gandar, kekuatan konstruksi, serta biaya pemeliharaannya.
Selain itu, tanggung jawab penegakan hukum dan peraturan, industri perkebunan, kehutanan, dan pertambangan yang menggunakan kendaraan berat, serta pemerintah daerah yang cenderung kurang memperhatikan masalah ini, juga turut berkontribusi terhadap kompleksitas tersebut.
Beliau mengungkapkan bahwa truk besar dan kontainer dengan beban gandar yang jauh melampaui standar 8 dan 10 ton dinilai sebagai penyebab utama kerusakan jalan dan penurunan signifikan usia pelayanan jalan.
“Namun, di sisi lain, jalan di Indonesia memiliki batas beban gandar kendaraan (axle load) yang masih relatif rendah dibandingkan dengan standar internasional. Sistem jalan yang ada belum mampu mencapai keseimbangan optimal antara biaya operasi kendaraan, yang cenderung menurun seiring dengan peningkatan beban gandar, serta biaya pemeliharaan dan preservasi jalan yang justru meningkat saat beban gandar juga meningkat,” paparnya.
Beliau menjelaskan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM) bertanggung jawab untuk menyediakan dan memelihara jalan nasional agar tetap berfungsi dengan baik dalam mendukung kegiatan ekonomi. Akan tetapi, DJBM tidak memiliki kewenangan penuh dalam menetapkan batas beban gandar dan melakukan penegakan hukum terkait hal tersebut.
Sementara itu, pemeliharaan jalan provinsi dan lokal menjadi tanggung jawab masing-masing unit pemerintah daerah.
Upaya untuk mengurangi beban jalan yang berlebihan melalui implementasi pengendalian beban kendaraan di beberapa titik jaringan jalan dengan menggunakan jembatan timbang, menurutnya, juga belum berhasil menghilangkan atau bahkan mengurangi praktik ODOL.
“Penegakan hukum yang kurang konsisten dan masih adanya celah yang memungkinkan terjadinya pelanggaran di lapangan menjadi penyebabnya,” pungkasnya.