DEPOK, MasterV – Berbagai pengakuan muncul dari para peserta program Pembinaan Karakter dan Bela Negara, ketika mereka ditanya mengenai alasan mengapa mereka dikirim ke Markas Divisi Infanteri 1 Kostrad, Cilodong, Kota Depok, pada hari Senin (9/6/2025).
Kisah-kisah ini mereka bagikan secara singkat kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sesaat sebelum upacara penutupan dan pelepasan 98 peserta program tersebut dimulai.
Saat itu, dengan inisiatifnya, Dedi Mulyadi berkeliling, menyapa setiap peserta yang telah berbaris rapi di lapangan, mengenakan seragam loreng biru kebanggaan.
Beliau menanyakan mengenai latar belakang masing-masing peserta, hingga akhirnya mereka dikirim ke barak militer dan mengikuti program pembinaan intensif selama 10 hari.
Minum alkohol
Di antara barisan peserta, seorang wanita muda di barisan kedua mengaku bahwa dirinya dikirim ke barak militer akibat kebiasaannya mengonsumsi minuman beralkohol.
“Saya dimasukkan ke sini oleh mama, karena saya suka minum,” ungkap peserta tersebut dengan jujur.
“Sekarang, banyak anak perempuan yang suka minum kawa-kawa, ya. Di mana kamu biasa minum itu?” tanya Dedi Mulyadi, menggali lebih dalam.
Peserta itu mengakui bahwa ia seringkali minum alkohol di rumah temannya, dalam suasana yang mungkin terasa bebas dan tanpa pengawasan.
Selain dirinya, peserta perempuan lainnya juga mengakui pernah menikmati minuman serupa sebelum memasuki lingkungan barak militer.
Ia menceritakan bahwa dirinya sering mengonsumsi minuman beralkohol yang diperoleh dari teman-teman sekolahnya.
“Kalau minum kawa-kawa, bagaimana rasanya? Mabuk?” Dedi Mulyadi kembali bertanya, ingin memahami efeknya.
“Rasanya plong. Dan ya, mabuk,” jawab peserta itu singkat, namun lugas.
Meskipun demikian, perempuan itu menambahkan bahwa ia tidak merasakan pusing setiap kali menenggak minuman beralkohol tersebut, menunjukkan toleransi tubuhnya yang mungkin sudah terbiasa.
Ikut tawuran
Selanjutnya, seorang remaja laki-laki yang berdiri di barisan ketiga, atau paling belakang, mengakui bahwa ia pernah terlibat dalam aksi tawuran.
Pengakuan ini diungkapkan dengan intonasi yang tegas, menunjukkan keberaniannya untuk mengakui kesalahan.
“Siap, pernah tawuran,” jawab remaja itu kepada Dedi Mulyadi, tanpa ragu.
Mendengar jawaban tersebut, Dedi Mulyadi langsung tersenyum dan menghampiri remaja pria itu dengan sikap bersahabat.
“Tawurannya di mana, jagoan kita?” tanya Dedi Mulyadi sambil tetap merapikan tali topi remaja itu, menunjukkan perhatiannya.
Remaja tersebut menjawab bahwa tawuran yang dilakukannya bersama teman-teman sekolahnya terjadi di Jalan Merdeka, Sukmajaya, Kota Depok.
Ia mengaku bahwa ia terlibat dalam tawuran antar sekolah di wilayah Depok, sebuah fenomena yang cukup memprihatinkan.
“Kamu pakai apa waktu tawuran?” tanya Dedi Mulyadi, ingin mengetahui detailnya.
“Tangan kosong,” jawabnya, menunjukkan keberaniannya yang mungkin kurang tepat sasaran.
“Terus, waktu tawuran, ngapain?” tanya Dedi Mulyadi kembali, menggali lebih dalam.
“Memukul orang,” terang peserta itu dengan jujur.
Kepada Dedi Mulyadi, remaja itu berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa ia tidak akan lagi terlibat dalam aksi tawuran setelah mengikuti program barak militer ini.
Putus sekolah
Kisah yang menyentuh hati juga datang dari seorang peserta perempuan yang mengaku hampir berusia 15 tahun.
Kepada Dedi Mulyadi, remaja perempuan itu mengakui bahwa ia dikirim ke barak militer karena seringkali malas-malasan di rumah, menunjukkan kurangnya motivasi dalam dirinya.
“Kamu jarang sekolah, ya?” tanya Dedi Mulyadi lagi, ingin memastikan.
“Siap, sudah tidak sekolah lagi,” jawab perempuan itu, membenarkan dugaan tersebut.
“Kenapa berhenti sekolah?” tanya Dedi Mulyadi dengan raut wajah yang menunjukkan sedikit keheranan.
“Gara-gara ekonomi,” jawabnya singkat, namun sarat makna.
Setelah mendengar jawaban tersebut, Dedi Mulyadi tampak mengerutkan dahi dan menyilangkan kedua tangannya di dada, menunjukkan bahwa ia sedang berpikir keras.
Kemudian, tangan kirinya digunakan sebagai penopang dagu sambil kembali melontarkan sejumlah pertanyaan kepada peserta itu, berusaha memahami situasinya lebih dalam.
Perempuan itu kemudian bercerita bahwa dirinya sudah berhenti sekolah saat masih duduk di bangku kelas 2 SMP, masa-masa yang seharusnya penuh dengan harapan dan impian.
“Mau sekolah lagi, enggak?” tanya Dedi Mulyadi kepada peserta itu, menawarkan secercah harapan.
“Siap, mau!” jawab perempuan itu dengan penuh semangat.
Setelah mendengar jawaban tersebut, Dedi Mulyadi menengok ke arah Wali Kota Depok, Supian Suri, yang berada di sebelah kanannya, dengan harapan agar beliau dapat membantu peserta itu untuk kembali bersekolah.
“Semangat, saya biasa menangani anak-anak. Apalagi anak perempuan, semangat ya,” lanjut Dedi Mulyadi kepada anak itu, memberikan dukungan moril dan kembali bertanya kepada siswa lain.