Siswa SD Bekasi Dipalak & Dirundung: Trauma Mendalam

Admin

18/06/2025

3
Min Read

On This Post

BEKASI, MasterV – Seorang siswa sekolah dasar negeri (SDN) di Pondok Gede, Kota Bekasi, yang menjadi korban perundungan, dilaporkan tidak hanya mengalami perundungan, tetapi juga kerap menjadi sasaran pemalakan oleh empat orang teman sekelasnya.

Menurut penuturan A, ibu dari siswa yang menjadi korban, putranya hampir setiap hari kehabisan uang jajan. Diduga kuat, hal ini disebabkan uang tersebut diminta secara paksa oleh keempat rekannya.

"Seringkali anak saya kehabisan uang jajan, padahal uang jajannya Rp 20.000 setiap hari," ungkap A saat dikonfirmasi pada hari Sabtu (7/6/2025).

A menceritakan bahwa anaknya mengaku mengalami pemalakan sejak tanggal 15 Mei 2025. Sebagai seorang ibu, ia menyarankan agar putranya tersebut berusaha untuk menjaga jarak dari teman-temannya yang melakukan pemalakan.

Keesokan harinya, korban mencoba mengikuti saran ibunya dan menolak ketika keempat temannya mengajak untuk bertemu.

Namun, penolakan tersebut justru memicu kemarahan para pelaku. Akibatnya, salah seorang pelaku nekat melakukan tindakan kekerasan dengan menampar korban.

Dalam kondisi yang dipenuhi ketakutan, korban kemudian dibawa paksa oleh keempat pelaku ke sebuah ruang kelas yang terletak di lantai atas.

Sesampainya di ruang kelas tersebut, dua dari pelaku bertugas mengunci pintu, sementara dua pelaku lainnya secara langsung melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap korban.

"Dua orang memukuli anak saya di dalam kelas itu," jelas A dengan nada prihatin.

Setelah kejadian yang mengerikan tersebut, korban segera menceritakan apa yang dialaminya kepada orang tuanya. Ibu korban kemudian mengambil langkah cepat dengan melaporkan kejadian ini kepada pihak sekolah.

Sebagai respons, pihak sekolah berinisiatif untuk memfasilitasi proses mediasi antara keluarga korban dan keluarga pelaku. Hasil dari mediasi tersebut adalah kesepakatan untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan.

Selain itu, keluarga pelaku juga menyatakan kesediaan mereka untuk bertanggung jawab dengan membiayai seluruh biaya pengobatan yang diperlukan oleh korban.

Namun, beberapa hari setelah proses mediasi berlangsung, A mengungkapkan kekecewaannya karena biaya pengobatan anaknya tak kunjung dibayarkan oleh pihak keluarga pelaku. Hingga saat ini, ia masih harus menanggung seluruh biaya tersebut seorang diri.

"Jumlah yang belum terbayar sekitar Rp 400.000–Rp 500.000, dan itu belum termasuk biaya ortopedi," tuturnya dengan nada sedih.

A sangat berharap agar keluarga pelaku bersedia menunjukkan tanggung jawab mereka dengan menanggung seluruh biaya pengobatan yang dibutuhkan oleh anaknya.

"Anak saya hanya memerlukan terapi agar tulang punggungnya bisa kembali ke posisi semula. Karena dia masih kecil, intinya saya hanya menginginkan adanya tanggung jawab dari pihak keluarga pelaku," tegasnya.

Secara terpisah, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, menyampaikan bahwa pihaknya akan segera menerjunkan tim psikolog guna memulihkan kondisi mental baik korban maupun para pelaku.

"Kami akan memberikan pendampingan psikologis kepada korban dan pelaku dengan tujuan untuk menumbuhkan kembali rasa percaya diri serta menghilangkan trauma yang mungkin mereka alami," ungkapnya kepada MasterV.

Tri menjelaskan lebih lanjut bahwa proses pemulihan mental ini akan melibatkan lebih dari 15 sesi pendampingan yang intensif.

"Mengingat mereka masih di bawah umur, maka proses pemulihan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Diperlukan lebih dari 15 kali pertemuan," jelasnya.

Selain itu, Tri juga telah meminta Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi untuk turut serta memberikan pendampingan dan edukasi, serta menawarkan bantuan hukum kepada keluarga korban.

"Saya juga sudah meminta KPAD untuk turun tangan memberikan pendampingan dan edukasi. Kepada keluarga korban, kami juga sudah menawarkan pendampingan secara hukum," pungkasnya.