Beking Judol Terbongkar: Agus Minta Rp 1,4 Miliar?

Admin

25/06/2025

5
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Dalam perkembangan terbaru persidangan, terungkap bahwa terdakwa Muhrijan alias Agus diduga meminta sejumlah uang kepada mantan pegawai Kementerian Kominfo (kini Kementerian Komdigi), Denden Imadudin Soleh. Permintaan ini diajukan sebagai upaya membungkam Denden terkait praktik perlindungan terhadap situs judi online (judol) yang telah terbongkar.

Informasi ini mencuat dari kesaksian Denden sendiri, yang dihadirkan sebagai saksi mahkota. Ia memberikan keterangan dalam sidang perkara dugaan keterlibatan oknum Kementerian Kominfo dalam melindungi situs judol dari pemblokiran. Selain Agus, terdakwa lain dalam kasus ini adalah Alwin Jabarti Kiemas, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, serta Adhi Kismanto.

Denden mengawali penjelasannya dengan menceritakan awal mula perkenalannya dengan Agus. Menurutnya, Agus datang langsung ke ruangannya di Kementerian Kominfo, saat itu Denden menjabat sebagai Ketua Tim Penyidikan sekaligus Ahli Undang-Undang ITE Kementerian Kominfo.

Sebagai Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Kementerian Kominfo, Denden memiliki peran penting dalam mengawasi dan menjaga agar situs judol tidak sampai diblokir oleh instansinya.

“Yang bersangkutan memperkenalkan diri sebagai saudara Agus. Saya bahkan melakukan verifikasi melalui resepsionis, karena untuk memasuki area kementerian harus melalui pemeriksaan KTP, dan identitas yang bersangkutan sesuai dengan nama Agus,” jelas Denden di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (11/6/2025).

“Saudara Agus menyatakan, meskipun tidak menyebutkan instansi tempatnya bernaung, bahwa ia memiliki informasi penting dan jaringan yang terkait dengan praktik penjagaan tersebut,” lanjutnya.

Pada pertemuan pertama itu, Agus mengklaim telah mengetahui seluk-beluk praktik perlindungan situs judol agar tidak terblokir. Ia bahkan mengaku memiliki bukti-bukti transaksi yang mendukung klaimnya.

Pertemuan awal tersebut berlangsung singkat. Agus mengusulkan agar Denden bersedia melanjutkan pembicaraan di luar lingkungan Kementerian Kominfo. Akhirnya, keduanya bertemu di sebuah hotel di kawasan Jakarta Utara.

Dalam pertemuan lanjutan itu, Agus secara terang-terangan meminta bagian dari hasil praktik melindungi situs judol. Tak hanya itu, ia juga meminta sejumlah uang kepada Denden sebagai imbalan atas kerahasiaan atau uang tutup mulut.

“Seingat saya, permintaan awalnya berkisar di angka Rp 1 miliar lebih. Namun, pada saat itu saya baru memberikan sekitar Rp 400 juta. Kemudian, keesokan harinya, saya memberikan lagi sekitar Rp 1 miliar secara tunai,” beber Denden.

Pasca pertemuan tersebut, Agus kembali menghubungi Denden dan kembali mengajukan permintaan bagian atau alokasi dana dari praktik membekingi situs judol tersebut.

Namun, Denden menegaskan bahwa dirinya sudah tidak lagi terlibat dalam praktik tersebut, karena tidak lagi menjabat sebagai Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal. Jabatan tersebut telah diserahkan kepada terdakwa Syamsul Arifin.

Alasan lain yang mendasari keputusan Denden adalah keberadaan terdakwa Adhi Kismanto, yang disebutnya sebagai bagian dari “tim menteri” yang beroperasi di bawah koordinasi Tim Infrastruktur Digital yang dipimpin oleh Riko Rasota Rahmada.

“Saat itu, saudara Agus menanyakan kepada saya, ‘bagaimana caranya agar praktik ini bisa kembali berjalan lancar? Penjagaan’. Saya menjelaskan bahwa, ‘pertama, posisi saya sudah digantikan. Dan kedua, sekarang ada tim menteri. Jadi, semuanya harus melalui tim menteri tersebut’,” papar Denden.

Kemudian, Agus meminta Denden untuk memperkenalkan dirinya kepada Adhi. Namun, Denden merasa enggan karena merasa tidak memiliki kedekatan yang cukup dengan Adhi.

Namun, beberapa waktu kemudian, Denden secara tidak sengaja bertemu dengan Agus di acara pernikahan Adhi. Selain Agus, Denden juga bertemu dengan terdakwa Alwin Jabarti Kiemas.

Singkat cerita, Denden, Adhi, Agus, Alwin, dan Syamsul akhirnya bertemu di sebuah restoran untuk membahas lebih lanjut mengenai perlindungan terhadap situs judol agar tidak terblokir.

“Saat itu, mereka hanya menyampaikan bahwa, ‘semuanya sudah oke dan praktik ini bisa kembali berjalan lancar, sehingga tidak perlu khawatir. Karena sudah diketahui oleh orang yang di atas’,” ungkap Denden.

“Oke, tadi saudara menyebutkan bahwa ‘semuanya sudah oke’. Siapa yang mengucapkan kalimat tersebut pada saat itu?” tanya jaksa.

“Pada saat itu, saudara Muhrijan dan saudara Adhi yang menyampaikan,” jawab Denden.

“Sudah diketahui oleh orang yang di atas. Siapa yang mereka maksud?” tanya jaksa lebih lanjut.

“Yang mereka maksud adalah Pak Menteri (yang saat itu dijabat oleh Budi Arie Setiadi),” jawab Denden dengan tegas.

Denden menambahkan, pertemuan itu bertujuan untuk meyakinkan Syamsul agar praktik tersebut dapat berjalan dengan aman. Akhirnya, Denden pun kembali terlibat dalam praktik perlindungan situs judol.

“Seingat saya, dalam pertemuan itu tidak dibahas mengenai tarif, karena tarif tersebut merupakan urusan mereka bertiga, yaitu Adhi, Alwin, dan saudara Agus. Kami hanya akan mendapatkan alokasi dari tarif yang telah disepakati tersebut,” jelas Denden.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara dugaan perlindungan situs judol dari pemblokiran oleh Kementerian Kominfo yang saat ini tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Klaster pertama adalah koordinator, yang terdiri dari terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.

Klaster kedua adalah para mantan pegawai Kementerian Kominfo, yaitu terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.

Klaster ketiga terdiri dari agen situs judol, dengan terdakwa Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.

Klaster keempat adalah klaster tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau para penampung hasil dari praktik melindungi situs judol. Terdakwa yang baru diketahui dalam klaster ini adalah Darmawati dan Adriana Angela Brigita.

Dalam perkara yang melibatkan terdakwa dari klaster koordinator, mereka dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Serta juga Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.