JAKARTA, MasterV – Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex), menyatakan bahwa dirinya tidak keberatan dengan keputusan Kejaksaan Agung yang melarangnya bepergian ke luar negeri.
Beliau mengungkapkan harapan agar proses penanganan kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit dari beberapa bank daerah dan bank pemerintah kepada Sritex dapat segera diselesaikan.
“Tidak masalah. Ini kan demi mempercepat proses hukum, jadi saya ikuti saja. Saya tidak ada masalah dengan hal ini,” kata Iwan, saat dijumpai di area Kejaksaan Agung, Jakarta, pada hari Selasa, 10 Juni 2025.
Pada hari tersebut, Iwan menghadiri pemeriksaan yang kedua kalinya oleh penyidik Jampidsus.
Ia mengklaim telah membawa sejumlah dokumen guna memperjelas duduk perkara yang sedang berlangsung.
“Saya membawa dokumen-dokumen yang diminta, yang masih berhubungan dengan kasus ini,” jelasnya lebih lanjut.
Sebelumnya, Iwan tercatat telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik pada hari Senin, 2 Juni 2025.
Sampai saat ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit tersebut.
Ketiga tersangka tersebut adalah DS (Dicky Syahbandinata), yang menjabat sebagai Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) pada tahun 2020; Zainuddin Mappa (ZM), yang merupakan Direktur Utama PT Bank DKI pada tahun 2020; dan Iwan Setiawan Lukminto (ISL), yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Sritex dari tahun 2005 hingga 2022.
Nilai pinjaman dari BJB dan Bank DKI mencapai angka Rp 692 miliar, dan telah ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara karena adanya kredit macet.
Saat ini, Sritex belum mampu melakukan pembayaran karena telah dinyatakan pailit sejak bulan Oktober 2024.
Namun, berdasarkan konstruksi kasus yang ada, total kredit macet Sritex mencapai angka yang signifikan, yaitu Rp 3,58 triliun.
Jumlah ini berasal dari pemberian kredit kepada sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lainnya, yang dasar pemberian kreditnya masih dalam proses penelusuran oleh penyidik.
Diketahui bahwa Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) telah memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800.
Sementara itu, sindikasi bank yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total keseluruhan mencapai Rp 2,5 triliun.
Status kedua bank ini masih sebagai saksi, berbeda dengan BJB dan Bank DKI yang telah ditemukan adanya indikasi tindakan melawan hukum.
Atas perbuatan tersebut, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sebagai tindak lanjut, mereka langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kepentingan proses penyidikan.