Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP), Bapak Sakti Wahyu Trenggono, secara resmi meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melaksanakan pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh pengusaha di bidang penangkapan ikan. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya intensif untuk mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kelautan.
Menurut Trenggono, yang dikenal luas dengan sapaan akrab Trenggono, potensi PNBP dari sektor perikanan tangkap seharusnya dapat mencapai angka yang signifikan, yakni Rp 12 triliun. Sayangnya, realisasi PNBP saat ini di sektor tersebut masih jauh dari harapan, hanya mencapai sekitar Rp 1 triliun.
"Dulu ketika saya masih di DPR, jika saya membahas potensi PNBP yang seharusnya tidak kurang dari Rp 12 triliun, atau setidaknya Rp 9 triliun, saya seringkali dianggap kurang realistis," ungkap Trenggono dalam acara peringatan International Day for IUU Fishing yang diselenggarakan di kantornya, Jakarta Pusat, pada Kamis (5/6/2025).
Trenggono menjelaskan lebih lanjut bahwa volume penangkapan ikan di wilayah Indonesia mencapai sekitar 7,5 juta ton. Jika 10% dari total volume tersebut dibayarkan dalam bentuk ikan, Ia berpendapat bahwa negara berpotensi mendapatkan 750 ribu ton ikan, yang setara dengan Rp 9 triliun dengan asumsi harga Rp 12.000 per kilogram.
"Jadi, mari kita asumsikan rata-rata penangkapan 7,5 juta ton, dan hanya 10%-nya saja yang dibayarkan. 10% itu setara dengan 750 ribu ton. Bahkan, saya usulkan agar pembayaran dilakukan dalam bentuk ikan saja. Jika kita menerima 750 ribu ton ikan, dan setiap kilonya dihargai Rp 12 ribu, maka kita akan mendapatkan Rp 9 triliun," jelas Trenggono.
Di hadapan Anggota IV BPK RI, Bapak Haerul Saleh, Trenggono sekali lagi menyampaikan permohonannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan secara komprehensif terhadap seluruh pengusaha penangkapan ikan.
"Tujuannya adalah untuk memberikan tekanan yang diperlukan, paling tidak memerintahkan pemeriksaan terhadap seluruh pelaku usaha penangkapan di Indonesia. Pemeriksaan meliputi aspek badan hukum dan kepatuhan pembayaran pajak," tegas Trenggono.
"Perlu diingat bahwa ada dua kategori nelayan, yaitu nelayan tradisional dan pelaku usaha penangkapan. Pemeriksaan ini fokus pada aktivitas pelaku usaha penangkapan, sementara nelayan tradisional tidak termasuk dalam perhitungan ini," tambahnya.