MasterV, Jakarta – Polri menegaskan bahwa proses investigasi terkait dugaan ijazah palsu yang melibatkan Presiden RI ke-7, Joko Widodo atau Jokowi, telah ditangani dengan profesionalisme tinggi.
Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, selaku Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, menyampaikan pernyataan tersebut sebagai respons terhadap keraguan yang dilontarkan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). TPUA mempertanyakan keputusan Polri untuk menghentikan proses penyelidikan dan mendesak dilakukannya gelar perkara khusus.
“Yang terpenting, kami bekerja secara profesional, dan semua tindakan yang kami ambil dapat dipertanggungjawabkan,” tegas Djuhandhani dalam keterangannya, yang dikutip pada hari Rabu (28/5/2025).
Ia menekankan bahwa pelaksanaan gelar perkara telah sesuai dengan prosedur yang berlaku, dengan melibatkan berbagai elemen pengawas internal.
“Saat gelar perkara, kami turut menghadirkan unsur pengawas, yaitu Wasidik, Propam, Itwasum, dan Divkum,” jelasnya.
Saat ini, dokumen ijazah asli milik Presiden Jokowi telah dikembalikan kepada pemiliknya. “Apabila dibutuhkan dalam persidangan, pemilik ijazah akan menunjukkannya secara langsung,” imbuhnya.
Sebelumnya, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) mendatangi Bareskrim Polri untuk menyampaikan keberatan mereka atas penghentian penyelidikan terkait laporan dugaan ijazah palsu Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi). Mereka mempertanyakan dasar keputusan tersebut dan mendorong agar dilakukan gelar perkara khusus.
Wakil Ketua TPUA, Rizal Fadhillah, menjelaskan bahwa sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 Pasal 31, terdapat dua jenis gelar perkara, yaitu biasa dan khusus. Oleh karena itu, kedatangan mereka bertujuan untuk mengajukan gelar perkara khusus terkait penyelidikan isu ijazah palsu Jokowi.
“Kedatangan kami ke Karo Wasidik, sebagai atasan penyidik, adalah untuk mendesak pelaksanaan gelar perkara khusus,” ungkap Rizal di Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada hari Senin (26/5/2025).
“Di sana, kami menuangkan poin-poin keberatan terhadap hasil gelar perkara dan hasil penyelidikan yang dihentikan pada tanggal 22 Mei lalu. Inti dari keberatan tersebut kami tuangkan dalam 26 butir alasan hukum yang mendasari keberatan TPUA atas penghentian penyelidikan oleh pihak Bareskrim Mabes Polri,” sambungnya.
Rizal mengulas poin-poin keberatan TPUA terkait penghentian penyelidikan laporan dugaan ijazah palsu Jokowi. Salah satunya adalah surat untuk Karo Wasidik yang telah ditembuskan kepada Presiden Prabowo Subianto, pimpinan DPR RI, Kejaksaan Agung, termasuk Kabareskrim dan Irwasum Polri.
“Jadi, surat ini ditembuskan dengan harapan agar bukan hanya Karo Wasidik yang mengetahui, tetapi juga seluruh elemen yang dapat menentukan dan membantu proses kejujuran, keadilan, dan kebenaran dalam mengungkap dugaan ijazah palsu Joko Widodo,” paparnya.
Dia menegaskan bahwa penghentian penyelidikan dan gelar perkara yang dilakukan oleh Bareskrim Polri memiliki cacat hukum karena adanya langkah-langkah proses hukum yang diabaikan oleh penyidik.
“Mengapa demikian? Karena tidak menghadirkan pelapor dan terlapor. Gelar perkara seharusnya dimulai dengan proses pencarian bukti, kemudian menginformasikan hasil pencarian, serta mendapatkan pendapat dari pelapor dan terlapor,” jelasnya.