Kwitang Sepi: Era Digital Gerus Pasar Buku Legendaris?

Admin

14/06/2025

2
Min Read

On This Post

Dulu dikenal sebagai surganya para pencinta buku, kini kawasan Senen dan Kwitang tampak lengang dari pengunjung. Pemandangan sunyi ini telah menjadi hal biasa, membuat para pedagang lebih banyak menghabiskan waktu dengan duduk sambil menatap layar ponsel.

Seorang penjual buku di Kwitang, Subhil (55), mengungkapkan bahwa suasana sepi pengunjung ini mulai terasa sejak sekitar tahun 2015, seiring dengan maraknya penggunaan platform e-Commerce atau toko daring. Menurut pengakuannya, sejak saat itu, jumlah pengunjung yang mendatangi sentra buku legendaris tersebut terus berkurang.

"Ya, sejak era smartphone ini. Sekitar tahun 2015, saat Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee mulai bermunculan. Kalau tidak salah, di tahun-tahun itulah era belanja online dimulai," ujar Subhil kepada tim Liputanku di lokasi kemarin.

Selain itu, seiring berjalannya waktu, sistem transportasi umum seperti bus semakin tertata dan hanya berhenti di halte yang telah ditentukan. Hal ini berbeda dengan masa kejayaan pasar buku Kwitang pada era 1990-2000an, ketika bus seperti PPD dan Metromini masih dapat berhenti di sembarang tempat, membuat kawasan tersebut ramai sebagai tempat naik turun penumpang.

Padahal, menurutnya, koleksi buku-buku yang tersedia di kawasan ini sangatlah lengkap. Mulai dari buku pelajaran SD-SMA hingga buku-buku materi kuliah, novel, komik, hingga buku antik, dan masih banyak lagi.

"Saya spesialis buku-buku lama. Ya, tersedia semua, dari buku pelajaran, majalah, hingga novel. Tapi, yang paling banyak adalah novel. Harganya diobral, satu buku Rp 10 ribu, yang ada di rak itu semua. Kalau yang lain, harganya bervariasi, ada yang sampai Rp 50 ribu," jelasnya.

Pada akhirnya, demi bertahan hidup, Subhil bersama beberapa pedagang lain juga telah beralih dengan berjualan secara online. Beberapa menggunakan layanan e-Commerce, media sosial seperti Facebook, hingga aplikasi pesan Whatsapp untuk menjangkau para pelanggan.

Senada dengan Subhil, pedagang buku di Terminal Senen bernama Samosir (52) juga menuturkan bahwa kondisi sepi pengunjung ini telah terjadi sejak toko online mulai banyak digunakan oleh masyarakat.

Bahkan, menurutnya, sering kali toko bukunya tidak kedatangan satu pun pengunjung dalam sehari. Akibatnya, ia hanya bisa menghabiskan waktu dengan menunggu di depan toko, baik dengan mengobrol dengan pedagang lain atau sekadar bermain ponsel.

"Ya, kadang sepi, tidak ada sama sekali. Kadang ada satu atau dua orang. Tapi, lebih sering sepinya. Ya, mau bagaimana lagi, paling cuma mengobrol dengan tetangga, atau bermain ponsel, kadang ya melamun saja," paparnya.