Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, memberikan penjelasan mengenai pinjaman yang dialokasikan oleh Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) kepada Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih. Beliau, yang akrab disapa Tiko, menyatakan bahwa plafon pinjaman yang diberikan berkisar antara Rp 1 hingga 3 miliar untuk setiap Kopdeskel Merah Putih.
Tiko mengungkapkan bahwa pihaknya masih dalam tahap memperkirakan anggaran yang dibutuhkan setiap Kopdeskel Merah Putih, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Untuk skala yang lebih kecil, Tiko memperkirakan anggaran sekitar Rp 1 miliar sudah mencukupi. Dana tersebut akan dialokasikan untuk pembangunan gudang berukuran 100 meter persegi dan pengadaan truk.
"Kami sudah melakukan simulasi. Misalnya, untuk koperasi di desa dengan skala kecil, yang membutuhkan satu truk dan pembangunan gudang seluas 100 meter, mungkin membutuhkan sekitar Rp 1 miliar. Jadi, kami sedang mengukur skalanya. Dana Rp 3 miliar itu tidak serta merta diberikan secara merata, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan dan ukuran koperasi serta desa masing-masing," jelas Tiko seusai rapat koordinasi terbatas di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, pada hari Rabu, 4 Juni 2025.
Lebih lanjut, Tiko memaparkan bahwa kebutuhan tersebut dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu investasi dan modal bisnis. Investasi akan digunakan untuk membangun gudang, membeli peralatan dan mesin pertanian, serta truk.
Sementara itu, modal kerja akan digunakan untuk pengadaan stok barang di setiap koperasi. Direncanakan, setiap Kopdeskel Merah Putih diwajibkan memiliki tujuh unit usaha, yaitu Kantor Koperasi, Kios Pengadaan Sembako, Unit Bisnis Simpan Pinjam, Klinik Kesehatan Desa/Kelurahan, Apotek Desa/Kelurahan, Sistem Pergudangan/Cold Storage, dan Sarana Logistik Desa/Kelurahan. Dengan demikian, koperasi diharapkan dapat berperan sebagai agen penyalur LPG 3 kg hingga pupuk bersubsidi.
"Setelah kami kalkulasi, kami memang belum melihat secara nasional. Saat ini, kami sedang membuat model untuk skala kecil, tetapi kisarannya tetap antara Rp 1 hingga 3 miliar. Untuk total pembiayaan, mungkin sekitar Rp 1 hingga 2 miliar akan dialokasikan untuk kredit investasi, dan sekitar Rp 500 juta untuk modal kerja," urai Tiko.
Lebih lanjut, skema kredit yang akan disalurkan oleh Himbara berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dikhususkan untuk kebutuhan modal kerja. Sementara itu, untuk kebutuhan investasi, Tiko menyatakan akan dibahas lebih lanjut dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
"Untuk modal kerja, kami akan mengikuti skema KUR yang berlaku saat ini. Sedangkan untuk kebutuhan investasi, tetap akan menggunakan Himbara, namun dengan dukungan dari Menteri Keuangan. Dukungan ini sedang dalam tahap diskusi dengan Bu Menkeu," imbuh Tiko.
Menurut Tiko, untuk menentukan besaran anggaran yang dibutuhkan oleh setiap Kopdeskel Merah Putih, diperlukan proyek percontohan terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan kebutuhan serta potensi setiap desa berbeda-beda. Oleh karena itu, total anggaran yang disiapkan untuk program ini baru dapat diketahui setelah proyek percontohan berjalan.
Pemerintah berencana membentuk 100 Kopdeskel Merah Putih sebagai proyek percontohan. Targetnya, koperasi percontohan tersebut dapat beroperasi pada akhir Juli mendatang.
"Harus ada proyek percontohan terlebih dahulu. Tanpa adanya percontohan, kita belum dapat membayangkan secara akurat berapa kebutuhan per desa. Nantinya, setelah ada *mock-up*, baru kita bisa melihat. Dan skalanya pun berbeda-beda, mungkin ada skala A, B, dan C," pungkas Tiko.