Burung Kota Lebih Agresif: Ini Penyebabnya!

Admin

20/06/2025

4
Min Read

Sebuah studi terkini yang diterbitkan dalam jurnal Animal Behavior pada bulan April lalu memberikan bukti kuat mengenai hal ini. Penelitian tersebut secara khusus mengamati burung warbler kuning Galápagos (Setophaga petechia aureola) yang berhabitat di dekat jalan raya di Kepulauan Galápagos, Ekuador.

Hasilnya cukup mencengangkan: burung-burung yang tinggal di dekat lalu lintas memperlihatkan respons yang jauh lebih agresif terhadap “penyusup” dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang tinggal lebih jauh dari jalan.

Perilaku Agresif di Pusat Keramaian Kota

Fenomena burung kota yang cenderung lebih agresif ini ternyata bukanlah pengalaman unik bagi warbler Galápagos. Studi-studi lain telah mengamati berbagai spesies, seperti gelatik batu, robin Eropa, pipit penyanyi, dan dark-eyed junco—yang kesemuanya menunjukkan peningkatan tingkat agresivitas saat beradaptasi dengan lingkungan perkotaan.

"Terdapat indikasi yang meyakinkan bahwa, pada beberapa spesies burung, populasi di daerah perkotaan cenderung menunjukkan perilaku yang lebih agresif jika dibandingkan dengan populasi di daerah pedesaan," ungkap Jeremy Hyman, seorang profesor biologi dari Western Carolina University.

Galápagos: Laboratorium Alam untuk Studi Perilaku Burung

Kepulauan Galápagos mengalami pertumbuhan populasi manusia yang cukup besar—mencapai sekitar enam persen setiap tahunnya. Hal ini berimplikasi pada peningkatan jumlah jalan, kendaraan, dan pembangunan yang secara langsung memengaruhi habitat alami di sana.

Dalam penelitian tersebut, para peneliti melakukan pengamatan terhadap 38 wilayah teritori warbler yang tersebar di dua pulau, yaitu Santa Cruz dan Floreana. Di wilayah-wilayah ini, peneliti memutar rekaman suara burung dan suara lalu lintas dengan tujuan mensimulasikan keberadaan penyusup.

“Setiap burung diuji sebanyak dua kali: pertama, hanya dengan suara burung lain, dan kedua, dengan kombinasi suara burung dan suara mobil secara bersamaan,” jelas Ça?lar Akçay, seorang ahli ekologi perilaku dari Anglia Ruskin University.

Lantas, apa hasilnya? Burung-burung yang hidup di dekat jalan menunjukkan reaksi yang lebih agresif, bahkan beberapa di antaranya mendekati dan menyerang sumber suara. Ini mengindikasikan bahwa kebisingan secara signifikan memperburuk respons teritorial mereka.

Mike Webster, seorang ahli ornitologi dari Cornell Lab of Ornithology, menyatakan bahwa hasil studi ini “cukup meyakinkan” dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak perubahan lingkungan terhadap perilaku hewan.

Mike Prince via WIKIMEDIA COMMONS Ilustrasi burung bertengger saat hujan. Tidak semua burung akan berteduh saat hujan, hampir sebagian besar burung memiliki bulu yang tahan air karena memiliki lapisan minyak yang melindungi dari basah.

Mengapa Burung di Perkotaan Lebih Mudah Marah?

Burung yang hidup di perkotaan cenderung memiliki sifat yang lebih agresif dan berani—dua karakteristik yang sangat penting untuk kelangsungan hidup di lingkungan yang kompleks seperti perkotaan. “Individu yang tidak mampu beradaptasi dengan gangguan konstan seperti kebisingan, lalu lintas, dan kehadiran manusia, kemungkinan besar tidak akan bertahan hidup di habitat perkotaan,” jelas Hyman.

Selain itu, persaingan untuk mendapatkan sumber daya juga dapat menjadi faktor pemicu. Di perkotaan, meskipun makanan mungkin lebih mudah ditemukan, persaingan untuk mendapatkannya juga semakin ketat. Hanya burung jantan yang paling agresif yang mampu mempertahankan wilayah kekuasaannya.

Sebaliknya, kelangkaan sumber makanan juga dapat memicu perilaku agresif. Apabila makanan sulit diperoleh, burung harus mempertahankan wilayah yang lebih luas agar dapat memenuhi kebutuhan sumber daya yang diperlukan untuk bertahan hidup.

Tingkat stres yang tinggi akibat paparan kebisingan dan gangguan lainnya juga diduga turut memperburuk perilaku agresif pada burung. Namun, muncul pertanyaan: apakah sifat agresif ini benar-benar membantu burung untuk bertahan hidup?

Menurut Sarah Foltz, seorang ahli ekologi perilaku dari Radford University, dalam beberapa situasi, agresivitas justru dapat memberikan keuntungan. Penelitian terhadap burung pipit jenis song sparrow di Virginia menunjukkan bahwa burung yang lebih agresif tidak lantas mengabaikan perawatan anak-anaknya—bahkan, dalam beberapa kasus, burung betina di perkotaan justru menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap sarangnya dibandingkan dengan burung di pedesaan.

Faktor Genetik atau Lingkungan?

Pertanyaan mendasar yang masih belum terjawab adalah: apakah agresivitas yang ditunjukkan oleh burung di perkotaan disebabkan oleh lingkungan tempat mereka tumbuh dan berkembang, ataukah sifat ini sudah diwariskan secara genetik?

“Jawaban pastinya masih belum jelas,” kata Hyman. “Terdapat sedikit bukti yang mendukung kedua kemungkinan tersebut.” Namun, satu hal yang pasti, menurut Foltz, burung adalah makhluk yang memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa. “Agresivitas memang memiliki komponen genetik, tetapi juga dapat berubah seiring dengan perubahan kondisi lingkungan,” jelasnya.

Foltz menambahkan bahwa para ilmuwan masih terus berupaya memahami sejauh mana burung mampu mentolerir kepadatan kota dan karakteristik lingkungan perkotaan mana yang memiliki pengaruh terbesar terhadap tingkat agresivitas mereka.

“Kita sudah memiliki banyak potongan teka-teki,” ujar Foltz, “Namun, gambaran utuhnya masih terus dalam proses penyusunan.”

Meskipun demikian, para ilmuwan sepakat bahwa tekanan hidup di perkotaan tidak hanya berdampak pada manusia, tetapi juga pada satwa liar—terutama burung. Dengan pemahaman yang lebih baik, kita dapat mulai merancang kota yang tidak hanya ramah bagi manusia, tetapi juga bagi hewan-hewan yang berbagi lingkungan hidup dengan kita.