Otoritas di Tiongkok menawarkan imbalan yang dirahasiakan jumlahnya bagi siapa saja yang dapat memberikan informasi terkait lebih dari 20 individu yang diduga terlibat dalam serangkaian serangan siber yang menargetkan China.
Menurut pihak berwenang Tiongkok, ke-20 orang ini memiliki kaitan dengan pemerintahan Taiwan. Informasi pribadi mereka, termasuk foto, nama lengkap, dan nomor identitas Taiwan, telah dipublikasikan secara terbuka, seperti yang dilaporkan oleh detikINET dari Reuters pada hari Minggu, 8 Juni 2025.
Sebelumnya, pemerintah Tiongkok telah menuduh Taiwan merencanakan dan melaksanakan serangan siber yang ditujukan kepada sektor-sektor vital, mencakup bidang militer, kedirgantaraan, lembaga pemerintahan, energi, transportasi, kelautan, sains, dan teknologi di wilayah China, Hong Kong, serta Makau.
Xinhua, dengan mengutip sebuah laporan keamanan siber, mengklaim bahwa pasukan siber Taiwan bekerja sama dengan badan-badan anti-China di Amerika Serikat. Tujuan dari kolaborasi ini adalah untuk melancarkan perang opini publik dan kognitif terhadap China, secara diam-diam menghasut terjadinya revolusi, serta berupaya mengganggu ketertiban umum di seluruh Tiongkok.
Kementerian Pertahanan Taiwan dengan tegas membantah tudingan tersebut, menyatakan bahwa mereka tidak pernah melakukan serangan siber korporat. Mereka berpendapat bahwa klaim China mengenai peretas tersebut hanyalah upaya untuk mengintimidasi warga Taiwan.
“Pernyataan terbaru dari Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Republik Ceko yang mengutuk aktivitas peretasan oleh organisasi yang terafiliasi dengan komunis China, menunjukkan bahwa mereka bukan hanya pengganggu regional, tetapi juga ancaman bagi internet global,” tegas Kementerian Pertahanan Taiwan dalam pernyataan resminya.
Seorang pejabat keamanan Taiwan sebelumnya juga menyatakan bahwa tuduhan yang dilontarkan oleh China adalah fabrikasi belaka. Menurutnya, China sedang berupaya mengalihkan perhatian dari pengawasan ketat yang dilakukan oleh Republik Ceko dan Uni Eropa terkait aktivitas peretasan yang dilakukan oleh China di negara-negara tersebut.
“Mereka menciptakan narasi palsu untuk mengalihkan perhatian publik. Ini merupakan taktik yang umum digunakan oleh Partai Komunis China,” jelas pejabat yang tidak disebutkan namanya tersebut.