JAKARTA, MasterV – Diskursus mengenai revisi Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji telah memicu beragam respons dari berbagai kalangan. Beberapa pihak yang berkepentingan menekankan pentingnya mempertahankan struktur yang memisahkan entitas yang mengelola dana haji dengan entitas yang menyelenggarakan ibadah haji.
Anwar Abbas, Ketua PP Muhammadiyah, menjadi salah satu tokoh yang menyoroti permasalahan ini. Menurutnya, pemisahan fungsi antara pengelolaan dana dan pelaksanaan ibadah haji adalah hal yang krusial dan perlu dipertahankan.
“Idealnya, tetap dipisah seperti yang berlaku saat ini. Hanya saja, independensi BPKH harus benar-benar dijunjung tinggi, mengingat ini berkaitan dengan pengelolaan dana yang sangat vital,” ungkap Anwar dalam keterangannya, yang dikutip pada Kamis (5/6/2025).
Ia mengingatkan akan pentingnya menjaga agar dana pokok setoran haji tidak dialokasikan untuk subsidi biaya keberangkatan jemaah. Seharusnya, menurutnya, hanya hasil dari pengelolaan dana yang dimanfaatkan untuk keperluan tersebut.
“Jika tidak dikelola dengan cermat, dana pokok bisa tergerus. Sesuai undang-undang, hal itu tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, pemanfaatan sebaiknya hanya berasal dari hasil pengelolaan dana,” sambungnya.
Anwar juga menyampaikan dukungannya terhadap eksistensi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai lembaga independen yang berfokus pada pengelolaan dana haji. Meskipun demikian, ia berpendapat bahwa sistem yang ada saat ini tetap memerlukan evaluasi yang berkelanjutan.
Sementara itu, BPKH meyakinkan publik bahwa pengelolaan dana jemaah dilakukan secara transparan, dengan penuh kehati-hatian, dan berlandaskan prinsip-prinsip syariah. Fadlul Imansyah, Kepala Badan Pelaksana BPKH, menjelaskan bahwa seluruh investasi dilakukan sesuai dengan regulasi yang berlaku dan dilaporkan secara terbuka kepada masyarakat.
“Alhamdulillah, nilai manfaat yang berhasil kami capai bahkan melampaui target yang ditetapkan. Laporan keuangan kami publikasikan sebagai wujud keterbukaan kepada publik,” ujar Fadlul dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Kamis (17/5/2025) lalu.
Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi tahun 2024 (belum diaudit), nilai manfaat yang diperoleh dari investasi dan penempatan dana mencapai Rp 11,63 triliun, atau setara dengan 101,02 persen dari target yang ditetapkan. Mayoritas dana ditempatkan dalam instrumen syariah yang likuid, seperti deposito di bank syariah, dengan tujuan menjamin ketersediaan dana yang mencukupi setidaknya dua kali lipat dari Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Fadlul menambahkan bahwa proporsi penempatan dana di bank syariah pada tahun 2024 tercatat sebesar 23,75 persen, mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini dijelaskan sebagai upaya untuk mengoptimalkan hasil investasi melalui instrumen lain yang tetap sejalan dengan prinsip-prinsip syariah.
“Kami mengelola dana umat, sehingga prinsip syariah dan kehati-hatian menjadi prioritas utama. Di atas segalanya, kami menjaga amanah jemaah agar mereka dapat menunaikan ibadah haji dengan tenang,” tegasnya.
Saat ini, laporan keuangan BPKH sedang dalam proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Selama enam tahun terakhir, BPKH berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.