DEPOK, MasterV – Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, menegaskan bahwa program yang kerap disebut "barak militer" bagi siswa bermasalah di Jawa Barat akan terus berjalan.
Menurut klaim Dedi Mulyadi, inisiatif ini lahir semata-mata demi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat.
Pernyataan ini disampaikan Dedi sebagai respons terhadap permintaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang mengharapkan agar tokoh dari Partai Gerindra tersebut menghentikan sementara pengiriman siswa ke lingkungan barak militer.
“Bagi saya, yang terpenting adalah kecintaan saya pada warga Jabar. Karena itu, saya akan terus menjalankan kegiatan yang memberikan manfaat bagi kepentingan mereka,” ujar Dedi kepada awak media di Universitas Indonesia (UI), Depok, pada hari Selasa (27/5/2025).
Dedi berpendapat bahwa masyarakat Jawa Barat sendiri tidak mempermasalahkan program ini. Sebagai bukti, ia menunjuk pada ratusan siswa di Depok yang telah terdaftar dalam Program Pembinaan Karakter dan Bela Negara.
“Ambil contoh di Depok, jumlah pendaftar (program) sudah melebihi 270 orang. Ini mencerminkan adanya keresahan di kalangan orang tua yang perlu kita carikan solusinya,” jelasnya.
Seperti yang telah diketahui, Pemerintah Kota Depok, melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol), membuka pendaftaran untuk program Pembinaan Karakter dan Bela Negara bagi remaja berusia 13 hingga 15 tahun di lingkungan yang disebut sebagai “barak militer”.
Program ini bertujuan untuk membentuk generasi muda yang memiliki karakter kuat, berintegritas tinggi, dan semangat nasionalisme yang membara, sejalan dengan visi Dedi Mulyadi.
Menurut rencana, kegiatan ini akan berlangsung selama tujuh hari, dimulai pada tanggal 1 Juni 2025. Hingga hari Senin (26/5/2025), tercatat sebanyak 285 remaja telah mendaftar untuk mengikuti program tersebut.
Sebelumnya, KPAI telah mendesak Dedi Mulyadi untuk menghentikan program pengiriman siswa yang dianggap bermasalah ke barak militer.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menekankan bahwa penghentian program ini perlu dilakukan hingga ada evaluasi menyeluruh mengenai implementasi dan dampaknya terhadap anak-anak.
“Kami telah menyampaikan hasil pengawasan kami kepada pemerintah daerah. Hasil pengawasan kami menunjukkan bahwa program ini sebaiknya dihentikan sementara, hingga dilakukan evaluasi mendalam terutama terkait regulasi yang mendasarinya,” kata Jasra saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (26/5/2025).
Berdasarkan hasil pengawasan sementara yang dilakukan KPAI, Jasra menyatakan bahwa program yang digagas oleh Dedi Mulyadi ini berpotensi melanggar hak-hak anak.
Sebagai contoh, pemberian label “anak nakal” kepada siswa dapat memicu diskriminasi, mengingat istilah tersebut tidak diakui dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.
Selain itu, KPAI juga menyoroti fasilitas, prasarana, serta metode pelatihan yang diterapkan bagi para siswa, yang dinilai tidak selaras dengan prinsip-prinsip perlindungan anak.
Jasra mengingatkan bahwa pendekatan pendidikan dan pelatihan yang diterapkan kepada anak-anak tidak dapat disamakan dengan pelatihan yang diberikan kepada calon prajurit TNI.