Gratis SD-SMP: DPR Soroti Anggaran Pendidikan Negara?

Admin

09/06/2025

4
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Nomor 3/PUU-XXII/2024, yang mengharuskan pemerintah untuk menyediakan pendidikan gratis selama sembilan tahun (SD-SMP) di sekolah negeri maupun swasta, dipandang akan memengaruhi kondisi keuangan negara.

Hal ini diungkapkan oleh Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Golkar, Adde Rosi, dalam keterangan tertulis yang disampaikan pada hari Senin, 2 Juni 2025.

Adde Rosi menekankan urgensi menyeimbangkan antara keinginan untuk mewujudkan kesetaraan akses pendidikan dengan realitas partisipasi masyarakat serta kemampuan fiskal yang dimiliki negara.

Adde Rosi menyatakan bahwa dirinya memahami semangat konstitusional yang mendasari putusan MK, yaitu untuk menghilangkan diskriminasi serta hambatan ekonomi, terutama bagi para peserta didik yang terpaksa bersekolah di swasta karena kapasitas sekolah negeri yang terbatas.

"Kami memberikan apresiasi atas penegasan yang disampaikan oleh MK, bahwa negara wajib memastikan tidak ada peserta didik yang terhambat dalam mengakses pendidikan dasar hanya karena terkendala faktor ekonomi atau sarana," tutur Adde.

Beliau menegaskan bahwa putusan MK tetap memberikan peluang bagi sekolah swasta yang mandiri untuk mendanai operasional mereka asalkan memenuhi kriteria yang ditetapkan, tanpa adanya paksaan untuk memberikan pendidikan gratis tanpa adanya dukungan anggaran dari negara.

Adde Rosi juga menyampaikan kekhawatirannya terkait partisipasi masyarakat. "Peran aktif organisasi masyarakat seperti NU dan Muhammadiyah, yang memiliki ribuan sekolah swasta, telah menjadi tulang punggung pendidikan di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan," kata Adde.

Legislator dari Partai Golkar untuk Daerah Pemilihan Banten I ini khawatir bahwa jika tidak dirancang dengan cermat, kebijakan pendidikan gratis ini berpotensi mengurangi semangat gotong royong serta membebani keuangan negara. Adde menambahkan bahwa sekolah-sekolah berbasis masyarakat ini turut memperkaya khazanah pendidikan nasional dengan kearifan lokal dan nilai-nilai keagamaan.

Dalam hal pembiayaan pendidikan dasar gratis, Adde mempertanyakan kesiapan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah. Data dari Kementerian Keuangan (2025) menunjukkan bahwa alokasi anggaran pendidikan dalam APBN 2025 mencapai 20% (Rp724 triliun), namun sebagian besar dana tersebut digunakan untuk membayar gaji guru, BOS, dan membangun infrastruktur sekolah negeri.

"Jika negara juga harus menanggung biaya operasional penuh sekolah swasta pada tingkat dasar dan menengah, dari mana sumber anggaran tambahan tersebut akan diperoleh? Apakah pemerintah siap melakukan realokasi atau meningkatkan defisit anggaran di tengah program efisiensi yang sedang berjalan?" tanya Adde.

Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam kesiapan anggaran adalah perlunya penataan alokasi anggaran, salah satu contohnya adalah pengelolaan Perguruan Tinggi Kementerian Lembaga (PTKL), yang menghabiskan 39% dari total anggaran fungsi pendidikan dalam APBN 2025, sementara Kemendiktisaintek hanya mengelola 22% dari anggaran tersebut.

Ironisnya, jumlah mahasiswa yang menempuh pendidikan di PTKL hanya sekitar 200 ribu, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah mahasiswa di PTN (3,9 juta) dan PTS (4,4 juta). Penyelenggaraan PTKL saat ini tersebar di 24 kementerian dan lembaga dengan total 124 perguruan tinggi dan 892 program studi.

Perlu adanya penyederhanaan dan penataan sistem PTKL untuk memastikan tidak ada lagi pemborosan anggaran dan tumpang tindih kebijakan, sehingga fokus hanya tertuju pada pendidikan kedinasan. Program studi umum yang tidak sesuai dengan amanat Undang-undang harus dihapuskan karena bertentangan dengan Undang-undang.

Adde juga mengingatkan tentang tantangan yang ada di APBD, mengutip laporan dari Kemendagri (2024) yang menyebutkan bahwa banyak daerah mengalami kesulitan dalam memenuhi batas minimal 20% anggaran pendidikan akibat keterbatasan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sebagai solusi, Adde Rosi merekomendasikan pendekatan kolaboratif, "Pemerintah bersama dengan DPR perlu segera merumuskan payung hukum serta skema pendanaan operasional yang berkelanjutan dan adil," ujar Adde.

Rekomendasi yang perlu dilakukan adalah melakukan reformulasi dan realokasi anggaran pendidikan yang menjadi prioritas. Memfokuskan bantuan penuh pada siswa miskin yang bersekolah di swasta dan tidak tertampung di sekolah negeri; memperketat kriteria bagi sekolah yang menerima bantuan penuh (akreditasi, biaya operasional riil, komposisi siswa tidak mampu); memperluas dan meningkatkan nilai BOS Afirmatif untuk sekolah swasta yang berada di daerah terpencil atau memiliki banyak siswa kurang mampu; serta membangun kemitraan yang sinergis dengan organisasi masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan untuk merancang skema subsidi yang efektif tanpa mematikan inisiatif swadaya.

"Putusan MK merupakan langkah maju untuk mewujudkan keadilan dalam bidang pendidikan. Tantangan yang ada saat ini adalah bagaimana mengimplementasikannya secara cerdas, realistis, dan berkelanjutan tanpa mengabaikan peran vital masyarakat dan kesehatan fiskal negara. Komisi X DPR siap untuk mendorong dialog yang konstruktif," pungkasnya.