MasterV, Jakarta – Beniyanto, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar, memberikan apresiasi atas langkah yang diambil pemerintah, khususnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, terkait penghentian sementara satu kontrak karya serta pencabutan empat izin tambang di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Menurut pandangan Beniyanto, keputusan strategis ini diambil oleh pemerintah melalui pertimbangan yang mendalam dan didasarkan pada arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
"Langkah ini memberikan dampak positif yang signifikan bagi sektor pariwisata Raja Ampat, sekaligus melindungi wilayah konservasi terumbu karang yang telah mendunia," tegas Benniyanto dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).
Beniyanto menekankan bahwa kebijakan pencabutan izin tambang merupakan manifestasi nyata dari komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup serta keanekaragaman hayati yang kaya di kawasan Raja Ampat.
"Respons cepat dan langkah yang tepat dari Menteri ESDM menunjukkan perhatian serius terhadap keberlanjutan alam. Hal ini juga menjadi pesan penting bagi seluruh perusahaan tambang agar lebih peduli terhadap aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar," ungkap Benniyanto.
Raja Ampat dikenal luas sebagai salah satu destinasi wisata bahari terbaik di dunia, dengan keajaiban keanekaragaman hayati lautnya yang tak tertandingi. Kawasan ini terdiri dari lebih dari 1.500 pulau kecil dan menjadi rumah bagi sekitar 75% spesies karang yang ada di dunia. Akan tetapi, sejumlah aktivitas pertambangan di wilayah ini dinilai berpotensi mengancam keberlangsungan ekosistem terumbu karang dan kelestarian lingkungan.
Langkah penghentian dan pencabutan izin tambang oleh Menteri ESDM sejalan dengan visi Presiden Prabowo untuk memastikan bahwa pembangunan nasional berjalan harmonis dengan upaya perlindungan lingkungan. Ini juga menjadi bagian integral dari upaya pemerintah dalam mengembangkan pariwisata berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
"Perlindungan lingkungan, keseimbangan ekosistem, dan dukungan bagi pariwisata berkelanjutan—ketiga aspek krusial ini kami percayakan kepada pemerintah dalam pengelolaan sektor pertambangan," kata legislator yang berasal dari Sulawesi Tengah tersebut.
Beniyanto menyampaikan harapannya agar keputusan ini menjadi contoh yang jelas bagi semua pihak bahwa keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian alam harus senantiasa dijaga dengan sungguh-sungguh.
Mufti Anam, Anggota Komisi VI DPR RI, mendesak Pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) guna mencegah pelanggaran aturan seperti yang terjadi di Raja Ampat.
"Kejadian yang terjadi di Raja Ampat dapat menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah agar tidak gegabah dalam menerbitkan izin tambang. Jangan sampai pemerintah justru bertindak sebagai makelar tambang," ujar Mufti dalam keterangannya, Selasa (10/6/2025).
Politikus dari PDIP ini mengingatkan bahwa Raja Ampat memiliki mega keanekaragaman hayati yang menjadi habitat bagi ratusan jenis flora dan fauna yang unik, langka, dan terancam punah. Oleh karena itu, aktivitas pertambangan sangat merugikan bagi ekosistem lingkungan hidup dan kemakmuran masyarakat setempat.
"Yang digali bukan hanya tambang, melainkan juga harga diri kita sebagai bangsa! Raja Ampat bukan untuk dieksploitasi, melainkan untuk dilestarikan. Pemerintah yang membiarkan aktivitas tambang masuk ke sana, sama saja dengan menghancurkan masa depan generasi penerus kita," tuturnya dengan tegas.
Mufti juga mengingatkan bahwa penambangan di pulau-pulau kecil di Raja Ampat tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga bertentangan dengan UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo UU No 27 tahun 2007 yang melarang segala bentuk aktivitas pertambangan di pulau yang luasnya kurang dari 2.000 km2.
Mengapa Izin Bisa Diterbitkan?
Oleh karena itu, Mufti menyoroti kejanggalan bagaimana izin tambang dapat diterbitkan di Raja Ampat yang sebagian besar merupakan wilayah konservasi. Terlebih lagi, beberapa lokasi tambang berada dekat dengan Pulau Piaynemo, yang terkenal sebagai destinasi wisata utama di Raja Ampat.
"Bahkan, ironisnya, Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) justru menetapkan beberapa pulau kecil sebagai kawasan pertambangan, yang jelas-jelas bertentangan dengan undang-undang yang berlaku," ungkap Mufti dengan nada prihatin.
"Belum lagi adanya respons dari sejumlah pejabat yang terkesan membela aktivitas tambang, serta munculnya narasi-narasi yang bertentangan dengan aspirasi masyarakat asli Papua," imbuhnya.
Mufti menegaskan bahwa Raja Ampat adalah kawasan konservasi dan pariwisata kelas dunia, bukan zona industri ekstraktif. Oleh karena itu, menurutnya, sangat tidak masuk akal jika izin-izin pertambangan dapat muncul di kawasan Raja Ampat.
"Sudah cukup hutan kita habis, laut kita rusak, dan masyarakat adat kita tergusur. Kita tidak boleh menggadaikan alam yang akan menjadi modal kehidupan kita di masa depan," sebut Mufti dengan nada serius.
Kiki Taufik, Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, memberikan apresiasi atas langkah pemerintah dalam mencabut empat dari lima izin usaha pertambangan (IUP) aktif di Raja Ampat, Papua.
Adapun keempat izin tambang nikel yang dicabut tersebut adalah PT Kawei Sejahtera Mining (Pulau Kawe), PT Anugerah Surya Pratama (Pulau Manuran), PT Mulia Raymond Perkasa (Pulau Manyaifun dan Batang Pele), dan PT Nurham (Pulau Waigeo).
Meskipun demikian, Kiki berpendapat bahwa izin tambang nikel di pulau-pulau kecil di wilayah lain di Indonesia timur, di luar Raja Ampat, juga telah menyebabkan kerusakan ekologis yang signifikan. Keberadaannya juga dianggap turut menyengsarakan kehidupan masyarakat adat dan lokal.
"Kami mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin tambang tersebut," ujar Kiki dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (11/6/2025).
Menurutnya, seluruh pembangunan di Indonesia, khususnya di Papua, wajib untuk tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan dan pelibatan publik. Juga persetujuan atas dasar informasi yang lengkap dan tanpa paksaan, khususnya jika menyangkut masyarakat adat dan komunitas lokal.
"Pencabutan empat IUP ini menjadi secercah harapan dan merupakan salah satu langkah penting menuju perlindungan Raja Ampat secara penuh dan permanen dari ancaman industri nikel yang merusak lingkungan hidup dan ruang hidup masyarakat," tuturnya dengan optimis.
Selain memberikan apresiasi, Greenpeace Indonesia juga tengah menunggu surat keputusan resmi dari pemerintah yang dapat diakses secara terbuka oleh publik.
Greenpeace Indonesia juga tetap konsisten menuntut perlindungan penuh dan permanen untuk seluruh ekosistem Raja Ampat, melalui pencabutan semua izin pertambangan, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif.
"Terlebih lagi, ada preseden bahwa izin-izin yang sudah pernah dicabut kemudian diterbitkan kembali, termasuk di Raja Ampat, karena adanya gugatan dari pihak perusahaan," dia menegaskan dengan nada khawatir.