JAKARTA, MasterV – Hasbiallah Ilyas, seorang anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menyampaikan bahwa aparat penegak hukum (APH) wajib mengambil tindakan tegas jika terbukti ada pelanggaran terkait aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat, Papua.
“Apabila ditemukan pelanggaran, APH harus bertindak tanpa kompromi. Hukum tidak boleh tebang pilih. Siapa pun yang bersalah, tetap bersalah,” tegas Hasbiallah seusai menghadiri diskusi publik bertajuk “Legalisasi Kasino di Indonesia: Antara Kepastian Hukum, Tantangan Sosial, dan Peluang Ekonomi” yang diselenggarakan oleh Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) di Jakarta, Sabtu (7/6/2025).
Meskipun demikian, Hasbi mengakui bahwa dirinya masih perlu melakukan pendalaman terkait kasus penambangan nikel di Raja Ampat yang belakangan ini menjadi perbincangan hangat.
“Kita perlu menelaah lebih lanjut mengenai aktivitas pertambangan di Raja Ampat. Kita harus memastikan apakah semua proses telah sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Apakah benar-benar merusak lingkungan atau tidak. Ini memerlukan pendalaman yang komprehensif,” jelas Hasbi.
Akhir-akhir ini, isu penambangan nikel di Raja Ampat, Papua, memang menjadi sorotan utama. Perhatian publik semakin meningkat setelah sejumlah aktivis Greenpeace melakukan aksi protes di tengah Konferensi Nikel Internasional yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 3 Juni 2025 lalu.
Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, mengungkapkan bahwa terdapat tiga pulau kecil di Raja Ampat yang saat ini menjadi lokasi penambangan nikel.
“Industrialisasi nikel yang semakin masif, seiring dengan meningkatnya permintaan akan mobil listrik, telah mengakibatkan kerusakan hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai wilayah, mulai dari Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi,” ungkap Iqbal pada Kamis (5/6/2025).
Menurut analisis yang dilakukan oleh Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau tersebut telah menyebabkan pembabatan lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami yang khas.
Berdasarkan dokumentasi yang diperoleh, terlihat adanya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di wilayah pesisir.
Limpasan tanah ini terjadi akibat pembabatan hutan dan pengerukan tanah. Sedimentasi ini berpotensi merusak terumbu karang dan ekosistem perairan Raja Ampat yang sangat berharga.
Selain Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, masih ada beberapa pulau kecil lainnya di Raja Ampat yang terancam oleh aktivitas tambang nikel. Dua di antaranya adalah Pulau Batang Pele dan Manyaifun.
Kedua pulau ini berdekatan dan berjarak sekitar 30 kilometer dari Piaynemo, gugusan bukit karst yang ikonik dan gambarnya terpampang pada uang pecahan Rp100.000.
Iqbal menambahkan bahwa Raja Ampat mulai menjadi target setelah sejumlah wilayah lain telah dieksploitasi oleh tambang nikel.
“Industrialisasi nikel yang semakin masif, seiring dengan tren peningkatan permintaan mobil listrik, telah menyebabkan kerusakan parah pada hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai daerah, termasuk Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi,” tegas Iqbal.
Kini, Raja Ampat, yang sering disebut sebagai surga terakhir di bumi, juga mulai dilirik karena potensi kandungan nikel yang dimilikinya.
Seperti yang telah diberitakan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berencana untuk memanggil para pelaku usaha yang memegang izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Langkah ini diambil untuk mengevaluasi aktivitas pertambangan di wilayah tersebut yang dinilai berpotensi merusak ekosistem pariwisata Raja Ampat yang unik dan rentan.
"Saya akan melakukan evaluasi secara menyeluruh. Saya akan mengadakan rapat dengan dirjen saya, dan kami akan memanggil para pemilik IUP, baik dari BUMN maupun swasta," ungkap Bahlil saat ditemui di Jakarta International Convention Center (JICC), Selasa (3/6/2025).