Polemik Tambang Nikel Raja Ampat: Respons DPR & Istana

Admin

20/06/2025

11
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Berbagai tanggapan bermunculan terkait kontroversi penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Salah satunya adalah suara dari Anggota Komisi VII DPR RI, Bane Raja Manalu, yang menyoroti polemik yang terjadi di wilayah tersebut.

Kawasan yang dikenal sebagai surga terakhir di bumi ini tengah menjadi sorotan akibat kehadiran aktivitas penambangan yang dikhawatirkan akan merusak keindahan alam serta ekosistem yang ada.

Oleh karena itu, Bane mendorong Menteri Energi Sumber Daya Mineral atau Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, untuk memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai permasalahan ini, termasuk mengungkapkan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan penambangan di Raja Ampat.

"Menteri ESDM perlu menginformasikan kepada publik perusahaan mana saja yang terlibat. Selanjutnya, seluruh kegiatan tersebut harus dihentikan," tegas Bane, seperti yang dikutip dari pesan yang diterima pada Jumat, 6 Juni 2025.

Sementara itu, Anggota Komisi XII DPR RI, Alfons Manibui, menjelaskan bahwa semua izin pertambangan nikel di Raja Ampat telah dikeluarkan sebelum Menteri ESDM saat ini menjabat.

Meskipun demikian, DPR RI sepenuhnya mendukung langkah tegas Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam menghentikan sementara aktivitas pertambangan. Tindakan ini dipandang sebagai respons terhadap aspirasi masyarakat dan komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Di sisi lain, Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mengakui bahwa polemik tambang nikel di Raja Ampat telah lama menjadi perhatian komisinya. Sebagai tindak lanjut, pada tanggal 28 Mei hingga 2 Juni 2025, ia bersama anggota Komisi VII melakukan kunjungan kerja ke Raja Ampat saat masa reses.

"Komisi VII telah bertemu dengan gubernur dan pejabat pemerintah daerah, serta kelompok-kelompok masyarakat yang menyampaikan aspirasi. Semua masukan telah didengar dan diperhatikan," ungkap Saleh seperti yang dikutip dari keterangan yang diterima pada Minggu, 8 Juni 2025.

Pada saat yang sama, pihak Istana telah memberikan jaminan untuk segera menyelesaikan masalah pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat. Sekretaris Kabinet (Seskab), Teddy Indra Wijaya, menyatakan bahwa koordinasi dengan sejumlah menteri terkait telah dilakukan.

"Sudah, permasalahan ini sudah langsung ditindaklanjuti," ujar Teddy saat dikonfirmasi oleh wartawan pada Kamis, 5 Juni 2025.

Berikut adalah rangkuman respons dari sejumlah anggota DPR RI hingga pihak Istana terkait polemik tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang dikumpulkan oleh Tim News MasterV:

Anggota Komisi VII DPR RI, Bane Raja Manalu, menyuarakan pendapatnya mengenai polemik tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Wilayah yang dikenal sebagai surga terakhir di bumi ini tengah menjadi perdebatan karena kehadiran para penambang yang dianggap dapat merusak alam dan ekosistem di sana.

Bane pun mendesak Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, untuk mengklarifikasi duduk perkara yang sebenarnya dan mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan penambangan di Raja Ampat.

Politisi dari PDI Perjuangan ini berpendapat bahwa Raja Ampat akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat jika tetap menjadi destinasi pariwisata, dibandingkan jika sumber daya alamnya dieksploitasi melalui penambangan.

"Raja Ampat adalah salah satu dari 12 Global Geopark di Indonesia. Wilayah ini termasuk dalam kategori yang perlu dilindungi," tegas Bane.

Lebih lanjut, Bane mendesak agar seluruh praktik penambangan di Raja Ampat dihentikan secara total dan permanen.

"Aktivitas pertambangan apa pun harus dihentikan di Raja Ampat, secara permanen. Penghentian sementara, apalagi penghentian yang tidak sungguh-sungguh, tidak dapat diterima," pungkasnya.

Sebagai informasi tambahan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, sebelumnya telah mengambil keputusan untuk menghentikan sementara operasi tambang nikel PT Gag Nikel, yang merupakan anak perusahaan dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam), di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Anggota Komisi XII DPR RI, Alfons Manibui, menegaskan bahwa seluruh izin tambang nikel di wilayah Raja Ampat telah diterbitkan sebelum Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini menjabat.

Langkah tegas Menteri ESDM dalam menghentikan sementara operasi tambang nikel milik PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, mendapatkan dukungan penuh dari Anggota Komisi XII DPR RI, Alfons Manibui.

"Saya memberikan apresiasi atas keputusan Menteri ESDM yang responsif terhadap aspirasi masyarakat dan berupaya menjaga kelestarian lingkungan Raja Ampat," ujar Alfons, seperti yang dikutip pada Sabtu, 7 Juni 2025.

Komisi XII DPR RI juga menyatakan bahwa mereka tengah mencermati dengan seksama seluruh aspirasi dan pengaduan terkait dugaan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh operasi pertambangan nikel di Raja Ampat.

Aspirasi ini disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk aktivis lingkungan, tokoh adat, hingga masyarakat Papua secara umum, termasuk melalui media massa.

Semua laporan tersebut dipastikan akan menjadi perhatian khusus Komisi XII DPR RI dan akan didalami lebih lanjut dalam masa sidang setelah reses. “Pada prinsipnya, DPR memahami dengan baik substansi pengaduan yang disampaikan dalam beberapa pekan terakhir,” ujar politisi dari Partai Golkar tersebut.

Ia menegaskan bahwa sikap DPR RI jelas, sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Komisi XII, yaitu mendukung langkah cepat Menteri ESDM untuk menutup sementara seluruh proses dan aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, guna mencegah potensi kerusakan yang lebih besar.

"Kami juga mendukung rencana kunjungan Bapak Menteri dan jajaran ESDM ke lapangan, untuk memastikan bahwa seluruh aktivitas tambang benar-benar sesuai dengan kaidah AMDAL yang disyaratkan," imbuhnya.

Alfons juga menambahkan bahwa DPR memahami sepenuhnya bahwa aktivitas tambang nikel di wilayah ini telah dimulai beberapa tahun lalu. Seluruh perizinan yang terkait, ditegaskan, tidak dikeluarkan oleh Menteri ESDM yang saat ini menjabat.

"Bahkan tidak ada satu pun perizinan yang diterbitkan oleh Pak Bahlil selaku Menteri ESDM. Dengan pemahaman ini, kami menilai perlu diberikan ruang bagi Kementerian ESDM dan KLH untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh dan objektif," pungkasnya.

Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari, mengaku prihatin atas polemik di Raja Ampat yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan nikel. Dia berencana untuk mengunjungi langsung lokasi tambang dan bertemu dengan perusahaan pertambangan terkait.

"Saya akan turun langsung ke lapangan untuk memastikan bahwa perusahaan tambang mematuhi regulasi lingkungan dan tidak merugikan masyarakat. Jika terbukti ada pelanggaran, tentu kami akan meminta pihak berwenang untuk segera menutup operasi kegiatan pertambangan tersebut," kata Ratna, seperti yang dikutip dari keterangan tertulis pada Sabtu, 7 Juni 2025.

Legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga menyoroti pentingnya melibatkan akademisi dalam mengevaluasi dampak lingkungan dari investasi industri ekstraktif.

"Pemerintah perlu melibatkan pakar dan akademisi untuk menghitung secara cermat dampak ekologis yang ditimbulkan. Ada banyak pakar *green economy* di Indonesia. Tentu akan sangat rugi jika pemerintah membuat perencanaan tanpa melibatkan para ahli ini," lanjut Ratna.

Ratna memperingatkan bahwa kerusakan lingkungan akibat pertambangan dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang lebih besar. Ia pun mendorong pemerintah dan perusahaan tambang untuk bekerja sama dalam menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan tambang.

"Jangan hanya menggunakan dalih hilirisasi untuk mengabaikan nilai-nilai keberlanjutan lingkungan. Kerusakan alam yang terjadi dapat mengurangi potensi ekonomi jangka panjang, seperti sektor pariwisata dan perikanan, bahkan berkontribusi besar terhadap kerusakan ekosistem yang mengancam keberlangsungan seluruh makhluk hidup di dalamnya," dia menandaskan.

Komisi XII DPR RI mengkritik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dinilai tebang pilih dalam menangani aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Wakil Ketua Komisi XII, Bambang Hariyadi, menyoroti tidak adanya tindakan terhadap tiga perusahaan swasta yang menurutnya justru menjadi perusak utama kawasan konservasi tersebut.

"Yang kami lihat saat ini, hanya PT Gag Nikel yang ditindak, sementara tiga perusahaan swasta yang lebih parah tidak disentuh sama sekali," ujar Bambang dalam keterangannya pada Sabtu, 7 Juni 2025.

Tiga perusahaan yang dimaksud adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP).

Bambang menjelaskan bahwa PT ASP, sebuah perusahaan asal Tiongkok, telah terindikasi melakukan pelanggaran pidana berdasarkan informasi resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup yang diterima oleh Komisi XII DPR RI. Perusahaan ini disebut menyebabkan pencemaran dan merusak ekosistem laut di wilayah operasinya.

Sementara itu, PT KSM diketahui telah membuka lahan sejak tahun 2023 dan mulai melakukan penambangan pada tahun 2024. Bambang menyebutkan bahwa lokasi tambangnya berada sangat dekat dengan kawasan konservasi Raja Ampat, sehingga berisiko besar terhadap keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.

Adapun PT MRP baru memulai pengeboran di 10 titik, namun disebut belum memiliki izin lingkungan yang sah. Aktivitas ini, menurut Bambang, tetap tergolong pelanggaran karena dilakukan tanpa dasar hukum yang memadai.

Bambang menyebutkan bahwa justru PT Gag Nikel—yang merupakan anak usaha BUMN PT Antam—yang ditindak oleh pemerintah melalui penghentian sementara operasional. Padahal, menurut informasi dari Kementerian Lingkungan Hidup yang disampaikan ke Komisi XII, PT Gag hanya melakukan pelanggaran minor.

Bambang menambahkan, dari informasi yang diterima Komisi XII DPR, izin PT GAG adalah izin kontrak karya. Sementara izin tiga perusahaan swasta adalah izin pemerintah setempat. Secara derajat perizinan, terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara Kontrak Karya dengan izin dari Pemda. Bahkan, informasinya izin PT KSM diterbitkan oleh Bupati, dan Kontrak Karya PT GAG sudah terbit sebelum kabupaten Raja Ampat terbentuk.

"Tiga perusahaan swasta ini adalah perusak Raja Ampat. Diamnya negara terhadap mereka adalah bentuk pembiaran terhadap kehancuran ekosistem yang menjadi warisan dunia," tegas Bambang.

Komisi XII DPR RI bersama Kementerian Lingkungan Hidup disebut akan segera melakukan kunjungan langsung ke lokasi ketiga perusahaan tersebut untuk mengecek langsung kondisi di lapangan.

Bambang menyatakan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam menyaksikan kerusakan lingkungan yang terjadi di Raja Ampat. Ia juga mendesak pemerintah untuk mengevaluasi seluruh aktivitas pertambangan di kawasan konservasi dan pulau-pulau kecil.

"Jika terbukti melakukan pelanggaran serius, Bambang mendorong agar izin operasional ketiga perusahaan tersebut dicabut secara permanen. Raja Ampat bukan milik investor. Ini milik bangsa," pungkasnya.

Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Saleh Partaonan Daulay, mengakui bahwa polemik tambang nikel di Raja Ampat sudah lama menjadi perhatian komisinya. Oleh karena itu, pada tanggal 28 Mei hingga 2 Juni 2025, ia bersama Komisi VII melakukan kunjungan kerja saat reses ke Raja Ampat.

Saleh menjelaskan bahwa ada dua isu utama yang mengemuka. Pertama, mengenai peningkatan kualitas Raja Ampat sebagai destinasi wisata. Kedua, mengenai kerusakan ekosistem dan lingkungan akibat pertambangan.

"Kedua isu ini saling berhubungan antara satu dengan yang lain," tegas Saleh.

Saleh memperingatkan bahwa jika pertambangan dibiarkan merusak alam dan lingkungan, maka Raja Ampat sebagai destinasi wisata strategis akan terganggu. Karena itu, pemerintah daerah dan masyarakat meminta agar alam dan lingkungan mereka tetap dijaga.

"Menyikapi hal itu, pemerintah diminta untuk segera mengevaluasi seluruh perusahaan pertambangan yang sedang beroperasi di sana. Perusahaan yang dinilai merusak, harus segera dicabut izinnya," dorong Saleh.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) ini pun meminta agar perusahaan tambang di sana harus membuat skema ketahanan lingkungan, sehingga tidak mengganggu masyarakat.

"Tidak boleh ada kerusakan lingkungan akibat pertambangan. Jangan sampai perusahaannya dapat untung, tetapi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya rusak. Alam dan lingkungan harus dijaga untuk masa depan anak-anak Papua," kata Saleh.

Utusan Khusus Presiden Bidang Pariwisata, Zita Anjani, menyampaikan keprihatinannya terhadap informasi mengenai aktivitas pertambangan nikel di Papua Barat Daya yang diduga berpotensi merusak ekosistem Raja Ampat.

"Raja Ampat adalah anugerah Tuhan untuk Indonesia, surga terakhir di dunia, dan wajah pariwisata Indonesia. Jadi, harus kita jaga bersama," ujar Zita dalam keterangan persnya di Jakarta pada Kamis, 5 Juni 2025.

Zita Anjani berharap agar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup memanggil pelaku usaha tambang untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

"Pemerintahan saat ini sangat fokus dengan isu lingkungan. Kementerian terkait harus mengevaluasi dan mengambil keputusan yang benar-benar mencerminkan semangat perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan," jelas Zita.

Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pariwisata, serta pemerintah daerah Papua Barat Daya, untuk bersama-sama merumuskan langkah strategis yang dapat menjaga keberlanjutan kawasan Raja Ampat.

"Kami percaya bahwa pembangunan dan pelestarian bukanlah dua hal yang bertentangan. Dengan pendekatan lintas sektor dan kolaboratif, kita bisa memastikan bahwa aktivitas ekonomi tetap berjalan tanpa mengorbankan masa depan lingkungan," ucap Zita.

Zita juga mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha, masyarakat sipil, akademisi, hingga media massa, untuk bersama-sama menjaga kelestarian Raja Ampat dan mendorong tata kelola sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan.

"Raja Ampat bukan hanya milik Papua Barat, tapi milik kita semua, milik Indonesia, milik dunia. Mari kita jaga bersama-sama," tutupnya.

Pihak Istana memastikan bahwa permasalahan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat, akan segera diselesaikan.

Sekretaris Kabinet (Seskab), Teddy Indra Wijaya, menyatakan bahwa koordinasi dengan sejumlah menteri telah dilakukan.

Menurut Teddy, setelah mendengar keluhan tersebut, dirinya langsung berkoordinasi dengan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, dan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq.

"Bapak Menteri ESDM dan Bapak Menteri Lingkungan Hidup sudah mengambil langkah yang diperlukan untuk saat ini. Tadi langsung kita hubungi dan saling berkoordinasi. Segera kita selesaikan," kata Teddy.