DPR Soroti Kampus Kedinasan: Anggaran Boros, Prodi Tumpang Tindih

Admin

03/06/2025

3
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Muhammad Nur Purnamasidi, seorang anggota Komisi X DPR dari Fraksi Golkar, baru-baru ini menyoroti serangkaian permasalahan krusial yang melanda penyelenggaraan Perguruan Tinggi Kementerian/Lembaga (PTKL), atau yang lebih dikenal sebagai Perguruan Tinggi Kedinasan. Saat ini, entitas pendidikan ini tersebar di bawah naungan 24 kementerian dan lembaga, mencakup total 124 perguruan tinggi dengan 892 program studi (prodi).

Penyebabnya, keberadaan PTKL dinilai belum sepenuhnya sejalan dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) serta UU Pendidikan Tinggi.

“Terdapat ketidakselarasan standar yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan antara PTKL dan perguruan tinggi negeri/swasta (PTN/PTS). Hal ini mencakup berbagai aspek, mulai dari anggaran, sumber daya manusia, kurikulum, hingga kualitas pendidikan secara keseluruhan,” ungkap Purnamasidi dalam keterangannya pada hari Kamis (29/5/2025).

Purnamasidi lebih lanjut menjelaskan bahwa banyak program studi yang ditawarkan di PTKL justru menunjukkan indikasi tumpang tindih dengan program studi serupa yang telah ada di PTN dan PTS.

Bahkan, menurutnya, beberapa program studi tersebut tidak relevan dengan mandat kementerian/lembaga yang secara struktural membawahinya.

“Idealnya, PTKL seharusnya hanya fokus pada penyelenggaraan pendidikan kedinasan yang spesifik, bukan program studi umum yang lebih luas,” tegasnya.

Selain itu, Purnamasidi juga menyinggung temuan dari KPK yang mengindikasikan adanya inefisiensi dalam pengelolaan anggaran pendidikan di PTKL.

Ia menyoroti bahwa alokasi anggaran untuk Perguruan Tinggi Kedinasan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemendikti Saintek.

“Biaya pendidikan di PTKL tercatat mencapai 13 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan perguruan tinggi yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikti Saintek). Situasi ini tentu saja menjadi beban yang signifikan bagi anggaran negara,” jelas Purnamasidi.

Dari perspektif anggaran, ia menambahkan, PTKL menyerap sekitar 39 persen dari total anggaran fungsi pendidikan dalam APBN 2025. Sebagai perbandingan, Kemendikti Saintek hanya mengelola sekitar 22 persen dari total anggaran tersebut.

Ironisnya, jumlah mahasiswa yang terdaftar di PTKL hanya sekitar 200.000, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah mahasiswa di PTN yang mencapai 3,9 juta dan PTS sebanyak 4,4 juta.

“Fraksi Partai Golkar secara tegas mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi komprehensif terhadap PTKL, serta menata ulang peranannya agar fokus pada pendidikan kedinasan. Program studi umum yang dianggap tidak relevan dengan mandat yang ada harus dihapuskan, karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Purnamasidi.

Di sisi lain, Purnamasidi juga mendorong agar revisi UU Sisdiknas dapat mengatur secara jelas bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi seharusnya berada di bawah satu kementerian yang secara khusus menangani pendidikan. Tujuannya adalah untuk memastikan efektivitas, efisiensi, dan kualitas pendidikan nasional secara keseluruhan.

“Penyederhanaan sistem PTKL merupakan langkah krusial untuk memastikan tidak ada lagi pemborosan anggaran dan tumpang tindih kebijakan yang dapat menghambat kemajuan pendidikan,” imbuhnya.