Stimulus Ekonomi: Trial & Error Pemerintah? Kata Ekonom

Admin

09/06/2025

3
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS), berpendapat bahwa enam stimulus kebijakan ekonomi yang direncanakan pemerintah untuk diluncurkan pada 5 Juni 2026, berpotensi menjadi sebuah proses “trial and error”.

Stimulus kebijakan tersebut meliputi diskon transportasi umum, penurunan tarif tol, pemotongan tarif listrik sebesar 50 persen, serta keringanan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).

Menurut Liputanku, berbagai kebijakan stimulus yang telah diterapkan pemerintah sebelumnya seringkali kurang efektif dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

SHUTTERSTOCK/SASIRIN PAMAI Ilustrasi tarif listrik. Tarif listrik per kWh pada 21-27 April 2025. Rincian tarif listrik per kWh pada 21-27 April 2025.

Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah perlu memberikan justifikasi yang jelas mengenai dasar pengambilan kebijakan tersebut dan data yang digunakan dalam perumusannya.

“Kebijakan ini jelas merupakan sebuah percobaan, karena jika kita menilik ke belakang, program seperti pra kerja menghabiskan Rp 42 triliun dana negara tanpa hasil yang signifikan. Belum lagi rencana program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa. Sangat disayangkan jika dana masyarakat terbuang percuma,” ungkapnya dalam acara Business Talk yang ditayangkan Kompas TV, seperti dikutip pada Minggu (1/6/2025).

Liputanku menganalogikan enam stimulus yang dikucurkan pemerintah seperti menambahkan garam ke laut, sebuah tindakan yang diperkirakan tidak akan memberikan dampak yang berarti.

Menurut Liputanku, satu-satunya bantuan pemerintah yang terbukti efektif adalah bantuan tunai melalui Program Keluarga Harapan (PKH).

“Ada paket stimulus diskon tiket pesawat, tetapi siapa yang akan bepergian dengan pesawat di tengah kewajiban membayar iuran sekolah? Rasanya tidak ada,” tegasnya.

“Saya tidak setuju jika dikatakan negara tidak memiliki dana. Dana itu ada, tetapi dialihkan untuk program MBG yang mencapai ratusan triliun, serta ke Danantara, sehingga dana tersebut tidak mengalir ke masyarakat bawah,” pungkasnya.

PIXABAY/TUNG LAM Ilustrasi belanja, belanja di supermarket.

Sementara itu, Roy Nicholas Mandey, Ketua Umum Afiliasi Global Ritel Indonesia, menyampaikan pesimismenya terkait efektivitas enam paket stimulus ekonomi yang digulirkan pemerintah pada awal Juni 2025 dalam mendongkrak penjualan di sektor ritel.

Hal ini disebabkan oleh perubahan perilaku konsumsi masyarakat yang kini cenderung berhati-hati karena kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi yang belum stabil. Ia menjelaskan bahwa jika pada tahun-tahun sebelumnya masyarakat cenderung menggunakan THR atau Gaji ke-13 untuk berbelanja, tahun ini kecenderungannya adalah untuk menabung.

“Saya tidak optimis (dapat meningkatkan penjualan) karena berkaca pada situasi sebelumnya, ketika ada paket stimulus diskon tol mudik dan diskon tiket pesawat, sektor riil justru mengalami penurunan. Masyarakat cenderung memilih untuk menabung daripada berbelanja,” ujarnya.

Roy juga mengkritik bahwa paket stimulus yang digelontorkan pemerintah berpotensi tidak tepat sasaran dan hanya bersifat coba-coba. Menurutnya, tidak banyak masyarakat yang akan memilih bepergian dengan pesawat di tengah musim pembayaran iuran sekolah.

“Ada diskon tiket pesawat, tetapi siapa yang mau naik pesawat di bulan Juni-Juli saat orang-orang sibuk membayar biaya sekolah dan semester? Rasanya tidak relevan,” imbuh Roy.

“Kebijakan ini tidak tepat sasaran, bahkan cenderung merupakan upaya coba-coba,” tegasnya.