JAKARTA, MasterV – Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) tahun 2025-2034, keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara masih menjadi bagian penting.
Diproyeksikan, kapasitas pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil ini akan mengalami peningkatan sebesar 6,3 gigawatt (GW) dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.
Jisman P. Hutajulu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, menegaskan bahwa batu bara bukanlah komoditas yang dilarang untuk dimanfaatkan. Apalagi, mengingat posisinya sebagai salah satu komoditas unggulan Indonesia.
“PLTU batu bara bukanlah sesuatu yang haram. Selain itu, Indonesia menghasilkan batu bara dalam jumlah besar, bahkan kita juga melakukan ekspor,” ungkapnya pada acara Diseminasi RUKN dan RUPTL PLN 2024-2035 yang berlangsung di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Senin (2/6/3035).
Menurut pandangannya, fokus utama yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara menekan emisi yang dihasilkan oleh PLTU.
Pemerintah pun berupaya mengatasi hal ini melalui pengembangan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau CCS/CCUS. “Oleh karena itu, yang perlu menjadi perhatian kita adalah emisinya. Kita harus memastikan bahwa emisi tersebut tidak berdampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan global,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga menyampaikan bahwa batu bara bukanlah sumber energi yang ‘haram’ untuk dimanfaatkan. Prioritas utama adalah menjaga ketahanan energi nasional.
Bahlil mencontohkan, banyak negara di Eropa, seperti Turki, yang masih mengandalkan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak memanfaatkan batu bara, terutama seiring dengan upaya pemerintah dalam mendorong transisi menuju energi baru terbarukan.
“Jika kita masih membutuhkan listrik dan anggaran terbatas, maka batu bara bukanlah pilihan yang haram untuk kita gunakan,” ujar Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (26/5/2025).
“Jangan sampai muncul persepsi bahwa batu bara itu haram. Ini adalah sumber daya milik kita, dari Republik ini,” tambahnya.
Sebagai informasi tambahan, RUPTL PLN 2025-2034 memproyeksikan penambahan kapasitas pembangkit listrik nasional sebesar 69,5 gigawatt (GW).
Komposisinya terdiri dari pembangkit EBT sebesar 42,6 GW (61 persen), penyimpanan energi (storage) sebesar 10,3 GW (15 persen), dan energi fosil sebesar 16,6 GW (24 persen).
Secara lebih rinci, pembangkit energi fosil akan terdiri dari batu bara sebesar 6,3 GW dan gas sebesar 10,3 GW, yang secara keseluruhan setara dengan 24 persen.