Sejarah “Tone” Positif Fadli Zon: Pro & Kontra Penulisan Ulang?

Admin

18/06/2025

6
Min Read

“`html

JAKARTA, MasterV – Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, mengemukakan ide mengenai perlunya penulisan ulang sejarah bangsa dengan fokus pada narasi atau nada yang lebih membangun.

Beliau menjelaskan bahwa salah satu tujuan dari penulisan ulang sejarah Indonesia adalah untuk mempererat persatuan bangsa dan mengedepankan kepentingan nasional.

"Kita menginginkan sejarah yang Indonesia-sentris. Mengurangi atau menghilangkan bias-bias kolonial. Terutama, ini penting untuk menyatukan bangsa dan kepentingan nasional," tutur Fadli, saat ditemui di Cibubur, Depok, Jawa Barat, pada hari Minggu (1/6/2025).

Fadli menambahkan, penulisan ulang sejarah ini diharapkan dapat membuat peristiwa masa lampau relevan bagi generasi saat ini, khususnya pencapaian dan prestasi terdahulu, guna memotivasi generasi penerus untuk belajar dari keberhasilan para pendahulu.

"Jadi, yang kita harapkan adalah nada positif dalam sejarah kita, mulai dari era Bung Karno hingga era Presiden Jokowi dan seterusnya," tandasnya.

Menanggapi isu terkait term of reference (TOR) sejarah yang disusun pemerintah hanya mencantumkan dua kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, Fadli menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah yang dilakukan pemerintah tidak bertujuan untuk mencari-cari kesalahan di masa lalu.

"Nada yang kita kedepankan adalah nada yang lebih positif. Sebab, jika kita hanya ingin mencari kesalahan, itu mudah saja. Pasti ada kesalahan dari setiap zaman, setiap periode," ujarnya.

Didukung Menteri HAM

Merespons hal tersebut, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, memberikan dukungan terhadap langkah Menteri Kebudayaan Fadli Zon terkait penulisan ulang dengan nada positif.

Pigai menjelaskan bahwa nada positif dalam penyusunan sejarah tersebut bertujuan untuk menyajikan perjalanan sejarah bangsa secara apa adanya.

"Artinya, bukan berarti mempositifkan semua kejadian. Setiap peristiwa pasti ada pasang surutnya, ada momen baik dan momen kurang baik. Namun, ketika kita menuliskan fakta peristiwa secara objektif, itulah yang disebut nada positif," jelas Pigai, di kantor Kementerian HAM, Kuningan, Jakarta, pada hari Selasa (3/6/2025).

Pigai menambahkan bahwa sejarah Indonesia selama ini masih menjadi perdebatan di antara pihak yang menerima dan menolak.

Oleh karena itu, ia mendukung gagasan yang dilontarkan Fadli Zon tersebut.

"Jadi, penulisan ulang itu sudah tepat. Benar itu," tegasnya.

Pigai menyatakan bahwa Kementerian HAM akan turut serta mengawal penulisan ulang sejarah tersebut, terutama terkait kebenaran peristiwa.

"Karena itu, fokus kami adalah mengontrol kebenaran peristiwa. Peristiwa tersebut diungkapkan secara faktual, apa adanya, itulah keadilan. Saya yakin maksud Menteri Kebudayaan adalah mengungkap apa adanya," ucapnya.

Komnas HAM Belum Dilibatkan dalam Diskusi

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyampaikan bahwa pihaknya belum diajak berdiskusi dan berkoordinasi oleh Kementerian Kebudayaan terkait dengan penulisan ulang sejarah bangsa Indonesia.

"Mengenai sejarah Indonesia yang akan ditulis ulang, Komnas HAM belum melakukan komunikasi dan koordinasi secara resmi dengan Kementerian Kebudayaan,” ungkap Anis, saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta, pada hari Kamis (5/6/2025).

Anis menjelaskan bahwa pihaknya perlu berkoordinasi dengan Kementerian Kebudayaan untuk membahas mengenai penulisan tentang pelanggaran HAM berat.

Sebab, hingga saat ini, Komnas HAM belum memahami maksud dari nada positif yang ingin ditonjolkan oleh Menbud Fadli Zon melalui penulisan ulang sejarah ini.

“Tentu, kami akan melakukan komunikasi tersebut karena salah satu sejarah yang akan dituliskan adalah tentang pelanggaran HAM berat. Kami juga belum memahami apa maksudnya nada positif,” ujarnya.

Komnas HAM berharap agar Kementerian Kebudayaan dapat memanfaatkan sejumlah penelitian yang telah dilakukan pihaknya sebagai referensi dan acuan.

“Karena Komnas HAM telah menyelidiki sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat, kami berharap hal itu dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk penulisan sejarah tersebut,” tuturnya.

Tidak Boleh Disensor

Anggota Komisi X DPR Fraksi PDI-P, Bonnie Triyana, meminta pemerintah untuk menulis ulang sejarah dari berbagai sudut pandang, tidak hanya dari nada positif saja.

Menurut Bonnie, kesalahan-kesalahan di masa lalu juga harus tetap dicantumkan agar dapat menjadi pelajaran di masa depan.

"Begini, kita belajar sejarah dari semua sisi. Apapun itu, jika memang bisa menjadi pelajaran agar kita tidak mengulangi kesalahan di masa lalu, seharusnya dicantumkan," jelas Bonnie, saat dihubungi MasterV, pada hari Selasa (3/6/2025).

Bonnie berpendapat bahwa akan lebih baik jika pemerintah mencantumkan sisi baik dan buruk dalam penulisan sejarah ulang.

Dengan demikian, tidak akan ada karya sejarah yang diselewengkan.

"Jika kita hanya mengagungkan masa lalu dari sisi terangnya saja, sisi baiknya saja, itu berpotensi membuat karya sejarah terpeleset. Kalau kita hanya membicarakan sisi buruknya saja, juga tidak baik. Namun, yang ideal adalah mencantumkan kedua sisi, bahkan seluruh perspektif, agar kita bisa belajar," terangnya.

"Agar kita bisa belajar, karena kita hidup sebagai bangsa Indonesia bukan hanya untuk hari ini, bukan hanya untuk dua tahun, sepuluh tahun, tetapi untuk selamanya. Makanya, harus ada yang dipelajari," sambung Bonnie.

Kemudian, terkait isu hanya ada dua kasus pelanggaran HAM berat yang dicantumkan, Bonnie menyebutkan bahwa ada editor yang mengklaim bahwa semua kasus masuk ke dalam buku sejarah baru.

Dia menegaskan bahwa tidak boleh ada sensor yang dilakukan pemerintah terkait kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

"Tidak boleh ada sensor, atau selektif. Inilah yang membuat memori kolektif kita sebagai bangsa hendaknya jangan selektif. Jika selektif, kita tidak bisa belajar apa-apa," tegasnya.

Sementara itu, Bonnie meyakini bahwa Presiden Prabowo Subianto pun ingin memperbaiki situasi Indonesia.

Sehingga, pemerintah harus belajar dari kesalahan masa lalu agar penulisan sejarah ulang ini memberikan manfaat.

"Menurut saya, ini adalah momentum bagi kita semua, karena saya yakin Presiden juga melihat ini sebagai momentum, apalagi beliau ingin bersih-bersih, ingin memperbaiki situasi kondisi kita. Jadi, saya pikir kita harus belajar dari masa lalu, agar penulisan buku ini ada gunanya," imbuh Bonnie.

Berharap Objektif

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al Muzzammil Yusuf, mendukung penulisan ulang sejarah nasional dengan nada atau nuansa positif.

Menurut Muzzammil, pembaruan sejarah merupakan hal yang wajar selama dilakukan secara objektif, proporsional, dan faktual.

Hal itu disampaikan Muzzammil kepada awak Liputanku seusai menghadiri kegiatan pemotongan hewan kurban di Kantor DPTP PKS, Jakarta Selatan, pada hari Sabtu (7/6/2025).

“Tentu, kita berharap penulisan sejarah dari waktu ke waktu mengedepankan semangat objektivitas, proporsionalitas, mencakup semua aspek, semua daerah, semua tokoh kita hargai, dan tentu harus faktual,” kata Muzzammil.

Menurutnya, latar belakang Fadli Zon sebagai lulusan sastra Universitas Indonesia dan posisinya sebagai Menteri Kebudayaan akan membuat proses penulisan ulang sejarah dilakukan dengan pertimbangan yang matang.

“Pak Fadli Zon adalah lulusan jurusan sastra di UI, sementara saya di politik. Jadi, jika beliau berpikir tentang penulisan sejarah, apalagi beliau juga Menteri Kebudayaan kita, tentu dengan pertimbangan yang matang, semua pakar akan dilibatkan, dan semua pihak bisa berkontribusi,” ujar Muzzammil.

Pernyataan ini merespons wacana yang disampaikan Fadli Zon beberapa waktu lalu terkait perlunya penulisan ulang sejarah nasional dengan nada positif untuk mempersatukan kebenaran bangsa.

Wacana tersebut memicu diskusi publik terkait potensi bias dalam narasi sejarah.

Menanggapi hal itu, Muzzammil menekankan pentingnya menjaga keseimbangan narasi sejarah, baik dari sisi tokoh, wilayah, maupun peristiwa.

"Kita mendukung penulisan sejarah setiap bangsa yang seringkali diperbarui dan disempurnakan. Kita mendukung, tidak ada masalah, sejauh objektivitas dan keterlibatan semua pihak diperhatikan. Saya kira Pak Fadli Zon akan memperhatikan hal itu," ucapnya.

“`