DOB: Evaluasi Jangan Jadi Sandera Politik!

Admin

23/06/2025

3
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Forum Komunikasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonomi Baru (Forkonas PP DOB) memberikan apresiasi kepada pemerintah atas keberadaan aplikasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) yang berfungsi memonitor perkembangan daerah otonomi baru.

Walaupun demikian, hasil evaluasi tersebut diharapkan tidak memunculkan pandangan negatif bahwa setiap usulan pembentukan daerah otonomi baru pasti mengalami kegagalan dan menjadi beban bagi negara.

“Hal ini sama saja dengan menjadikan hasil evaluasi daerah otonomi baru sebagai alat sandera politik,” tegas Ketua Umum Forkonas PP DOB, Syaiful Huda, saat acara pelantikan pengurus Forkonas PP DOB periode 2025-2029 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Selasa, 10 Juni 2025.

Acara pelantikan pengurus Forkonas PP DOB ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung; Ketua Komite I DPD RI, Andy Sofyan Hasdam; Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan; dan Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Dolly Kurnia.

Selain itu, hadir pula Anggota Komisi I DPR RI, Oleh Sholeh; Anggota Komisi IV DPR, Usman Husin; Anggota Komisi V DPR RI, Irmawan; serta perwakilan pengurus Forkonas PP DOB dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Huda mengakui bahwa sebagian kinerja daerah hasil pemekaran wilayah belum memenuhi ekspektasi. Merujuk pada data LPPD Kemendagri tahun 2021-2022, misalnya, dari 134 kabupaten baru, ditemukan bahwa 101 kabupaten memiliki kinerja yang rendah dan 25 kabupaten dengan kinerja sangat rendah.

Sementara itu, hanya 54 kabupaten baru yang menunjukkan kinerja sedang, dan satu kabupaten tidak menyerahkan LPPD.

“Berdasarkan evaluasi tersebut, kami mencatat bahwa secara faktual memang ada daerah otonomi yang kinerjanya kurang memuaskan. Akan tetapi, jangan sampai fakta ini digunakan sebagai sandera politik untuk menghalangi objektivitas pembentukan daerah otonomi baru,” jelasnya.

Ia mengungkapkan bahwa terdapat beberapa daerah calon daerah otonomi baru yang secara objektif sangat mendesak untuk dimekarkan. Contohnya adalah Kabupaten Bogor, dengan populasi mencapai 5,7 juta jiwa dan luas wilayah 2,9 juta kilometer persegi, yang seharusnya sudah sangat pantas untuk dimekarkan.

“Dari sisi kesiapan anggaran, ketersediaan sumber daya manusia, serta kualitas layanan publik dari daerah induk, semuanya relatif siap. Usulan pun telah diajukan. Namun, semua ini terhambat karena stigma negatif bahwa daerah otonomi baru yang sudah ada hanya menjadi beban,” tambahnya.

Huda mendesak pemerintah untuk bertindak lebih tegas dalam pengelolaan daerah otonomi baru. Menurutnya, pemerintah sebaiknya melakukan penggabungan (merger) terhadap daerah-daerah otonomi baru yang berkinerja rendah, daripada menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk menghambat pembentukan daerah otonomi baru yang secara objektif memang layak untuk dimekarkan.

“Forkonas PP DOB mendesak pemerintah untuk bersikap adil dengan memberikan sanksi (punishment) kepada wilayah baru yang berkinerja rendah agar dikembalikan ke daerah induk, sehingga tidak menghalangi objektivitas pembentukan wilayah baru,” tegasnya.

Sikap tegas tersebut, lanjut Huda, juga akan diterapkan secara internal di Forkonas PP DOB. Semua usulan calon daerah otonomi baru dari anggota Forkonas PP DOB akan melalui proses seleksi internal yang ketat, meliputi kelayakan anggaran, kesiapan sumber daya manusia, hingga kualitas layanan publik di daerah induk.

“Ke depan, kami akan mengadakan registrasi nasional untuk setiap usulan calon DOB dari anggota. Nantinya, akan ada tim ahli yang melibatkan akademisi dan praktisi untuk menilai kelayakan CDOB dari anggota kami, sehingga usulan Forkonas PP DOB benar-benar memiliki objektivitas yang kuat,” pungkasnya.