Alur cerita kini menjadi fondasi utama bagi para gamer dalam menentukan pilihan permainan. Bukan hanya kualitas visual yang memukau, atau sekadar inovasi mekanisme permainan yang ditawarkan oleh pengembang.
Para pengembang menyadari sepenuhnya, bahwa sebuah game single player tidak cukup hanya mengandalkan grafis yang memanjakan mata dan variasi serangan karakter utama. Kedua elemen tersebut belum sepenuhnya mampu menggugah minat para gamer. Dalam konteks ini, rangkaian peristiwa yang terjadi, cara karakter mengatasi masalah, dan prinsip sebab-akibat yang dialami oleh protagonis, justru memberikan kesan yang jauh lebih mendalam daripada sekadar visual yang memukau dan gameplay yang luar biasa.
Ketika episode perdana Life is Strange dirilis pada tahun 2015, para kritikus langsung membandingkannya dengan novel karya Stephen King dan serial Twin Peaks. Karya spektakuler dari Dontnod dan Feral Interactive ini berhasil memikat hati banyak gamer.
Para peneliti di bidang video game berpendapat, fenomena ini menandakan adanya perubahan signifikan dalam industri permainan. Dahulu, fokus utama sebuah game adalah pada pergerakan karakter, seperti menendang, berlari, atau menembak. Namun, kini paradigma tersebut mulai bergeser.
Film dan buku cenderung lebih mendalami cara kerja batin dan pikiran karakter. Inilah yang kini diadaptasi oleh para pengembang, sehingga terciptalah game dengan alur cerita yang kompleks dan karakter yang sarat emosi.
Sebuah studi menunjukkan, banyak pemain, terutama mereka yang tumbuh besar di era 1980-an dan 1990-an, saat ini menginginkan permainan yang mampu menciptakan ikatan emosional. Seorang peneliti video game dari Texas Tech University, Nick Bowman, menyatakan bahwa emosi yang dicari bukan hanya kebahagiaan atau kegembiraan, tetapi juga kesedihan, rasa bersalah, malu, hingga penyesalan.
Secara lebih spesifik, para gamer masa kini menginginkan pengalaman bermain yang lebih bermakna. Berkat kemajuan teknologi grafis dan audio, para pengembang mampu menciptakan permainan yang memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam sejumlah penelitian, tidak sedikit pemain yang merasakan berbagai emosi mendalam saat memainkan Life of Strange. Menurut peneliti media dari Universitas Musik, Drama, dan Media Hanover di Jerman, Daniel Possler, keterlibatan dengan topik yang tidak menyenangkan dapat mendorong pemain untuk merenungkan berbagai isu penting dalam kehidupan nyata.
Untuk mengukur perasaan pemain selama dan setelah bermain, para peneliti menggunakan beragam metode. Mereka meminta para pemain untuk mengisi survei, serta memantau aktivitas otak dan detak jantung mereka.
Possler dan timnya menganalisis 82 studi individual dan menemukan bukti kuat bahwa beberapa game memicu perasaan serta pengalaman eudaimonik yang bermakna, menyentuh atau menantang secara emosional, dan reflektif.
"Seringkali, orang-orang yang memainkan game semacam ini dan memiliki pengalaman emosional yang kuat akan merasa seperti, 'Wah, saya sangat senang telah memainkannya.' Meskipun menyakitkan, sulit, dan membuat saya menangis, namun itu memberikan makna dan memperkaya pengalaman bermain," ungkap Kelli Dunlap, seorang psikolog klinis dan perancang game, seperti dilansir Liputanku dari Undark, Selasa (10/6/2025).
Selain Life of Strange, game lain yang mampu memberikan pengalaman serupa adalah Red Dead Redemption II. Game ini menempatkan pemain pada karakter utama yang memiliki masa lalu yang kelam dan meninggal dunia akibat tuberkulosis tepat ketika ia mulai menyadari kesalahannya. Menurut Bowman, visual yang memukau dan alur cerita yang sangat menarik membuat pemain benar-benar tenggelam dalam dunia game tersebut.
"Tuntutan emosional dari permainan ini tidak lagi terbatas pada emosi dasar, seperti senang, sedih, frustrasi, atau marah. Anda meletakkan controller dan Anda gemetar, bahkan menangis setelah bermain. Siapa yang rela membayar USD 60 hanya untuk menangis? Jawabannya adalah, banyak gamer yang menginginkan hal itu," jelas Bowman.
Bowman berpendapat, dalam 20 tahun mendatang, pelajaran Bahasa Inggris di sekolah menengah mungkin akan menganggap Red Dead Redemption II sebagai sebuah karya sastra. Ia menambahkan, dirinya terkejut setelah menyelesaikan game ini, karena ada rasa sedih yang mendalam tertinggal setelahnya.
Jadi, bermain game bukan hanya sekadar mengisi waktu luang. Semuanya kembali lagi pada jenis game yang dimainkan. Jika seorang gamer memilih game multiplayer online kompetitif, emosi yang muncul mungkin bukan karena keindahan alur cerita yang disajikan oleh pengembang, melainkan karena kekalahan berulang kali saat mencoba meningkatkan level akun.
Life of Strange dan Red Dead Redemption II hanyalah beberapa contoh dari sekian banyak game dengan plot psikologi yang mendalam. Para Detikers dapat memilih judul lain dan merasakan sendiri bagaimana sebuah video game dapat memengaruhi perasaan pemainnya.