MasterV, Jakarta – Partai Golkar sepenuhnya mendukung langkah yang diambil oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, terkait penghentian sementara aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap bukti kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan tersebut.
Ketua Fraksi Partai Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), M. Sarmuji, menegaskan bahwa kebijakan yang diambil oleh Menteri ESDM tersebut sudah tepat sasaran dan sejalan dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Undang-undang tersebut secara eksplisit melarang segala bentuk penambangan mineral di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil apabila kegiatan tersebut menyebabkan kerusakan ekologis, sosial, budaya, serta merugikan kepentingan masyarakat luas.
Sarmuji kemudian menjelaskan betapa Raja Ampat memiliki luas lautan mencapai 4,6 juta hektare, yang terdiri dari 1.411 pulau kecil, atol, dan beting yang mengelilingi empat pulau utama: Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool.
“Raja Ampat, yang terletak di garis khatulistiwa, memiliki keanekaragaman hayati laut yang tak tertandingi di dunia. Bentang Laut Kepala Burung ini adalah kawasan yang dilindungi secara khusus,” ungkap Sarmuji dalam keterangan tertulis yang dirilis pada hari Sabtu (7/6/2025).
Sekretaris Jenderal Partai Golkar ini juga menekankan bahwa konservasi laut serta pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan di Raja Ampat merupakan prioritas utama yang harus dijaga oleh pemerintah.
“Kawasan ini menyimpan kekayaan alam yang unik dan tak dapat ditemukan di tempat lain. Oleh karena itu, pemerintah, bersama dengan masyarakat dan lembaga terkait, memiliki komitmen penuh untuk melindungi dan menjaga lingkungan dari eksploitasi ekonomi yang hanya berorientasi pada keuntungan sesaat,” imbuh Sarmuji.
Sarmuji menambahkan bahwa izin penambangan nikel di Raja Ampat dikeluarkan sekitar tahun 2017, jauh sebelum Bahlil Lahadalia menduduki jabatan sebagai anggota kabinet pemerintah. Pada saat itu, Bahlil masih aktif sebagai ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).
Dalam konferensi pers yang diadakan di Jakarta, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan latar belakang dan asal usul kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menurut penjelasannya, terdapat lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi di Raja Ampat, namun hanya satu yang aktif, yaitu milik PT GAG Nikel, yang merupakan anak perusahaan dari PT Antam Tbk. Sementara itu, empat IUP lainnya masih dalam tahap eksplorasi.
Bahlil juga menambahkan bahwa IUP produksi PT GAG Nikel diterbitkan pada tahun 2017 dan perusahaan tersebut mulai beroperasi pada tahun 2018. Sebelum memulai operasinya, PT GAG Nikel telah memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Seperti yang telah diketahui, aktivitas tambang nikel di Raja Ampat pertama kali diungkap oleh Greenpeace Indonesia pada tanggal 3 Juni lalu. Dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan bersamaan dengan penyelenggaraan Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Jakarta, Greenpeace menyoroti keberadaan tambang nikel yang dianggap mengancam kawasan konservasi laut Raja Ampat.
Menanggapi polemik ini, Bahlil Lahadalia mengambil tindakan tegas dengan menghentikan sementara operasional tambang nikel PT GAG Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
“Untuk sementara waktu, kami memutuskan untuk menghentikan operasinya sampai dengan dilakukannya verifikasi lapangan,” tegas Bahlil Lahadalia dalam jumpa pers yang diadakan di Kantor Kementerian ESDM Jakarta pada hari Kamis.
Menurut Bahlil, perusahaan tersebut hanya dapat kembali beroperasi setelah hasil verifikasi dari Kementerian ESDM telah dikeluarkan secara resmi.
Bahlil menyatakan bahwa pihaknya akan segera turun langsung ke lokasi untuk meninjau kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Ia juga telah menjadwalkan kunjungan ke lokasi tambang nikel tersebut.
“Untuk sementara, kegiatan produksinya dihentikan terlebih dahulu, sambil menunggu hasil peninjauan dan verifikasi dari tim saya,” tegasnya.
Anggota Komisi VII DPR RI, Bane Raja Manalu, juga turut memberikan tanggapannya terkait polemik tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kawasan yang dikenal sebagai surga terakhir di bumi ini tengah menjadi sorotan karena kehadiran para penambang yang diyakini akan merusak alam dan ekosistem lingkungan di sana.
Bane pun mendorong Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, untuk menjelaskan secara rinci duduk perkara yang sebenarnya serta siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan penambangan di Raja Ampat.
“Menteri ESDM perlu menyampaikan kepada publik mengenai perusahaan-perusahaan apa saja yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Setelah itu, seluruh kegiatan penambangan harus dihentikan,” ujar Bane, seperti yang dikutip dari pesan yang diterima pada hari Jumat (6/6/2025).
Politikus dari PDI Perjuangan ini meyakini bahwa Raja Ampat akan memberikan manfaat yang jauh lebih besar bagi masyarakat jika tetap menjadi destinasi pariwisata unggulan dibandingkan dengan mengeksploitasi sumber daya alamnya melalui kegiatan pertambangan.
“Raja Ampat adalah salah satu dari 12 Global Geopark yang ada di Indonesia. Kawasan ini termasuk dalam wilayah yang perlu mendapatkan perlindungan khusus,” tegas Bane.
Bane pun mendesak agar praktik penambangan apa pun di Raja Ampat harus dihentikan secara total dan permanen.
“Pertambangan apa pun harus dihentikan di Raja Ampat, dan hal ini wajib dilakukan secara permanen. Bukan hanya penghentian sementara, apalagi penghentian yang bersifat pura-pura,” pungkasnya.