Greenpeace Desak: Evaluasi Total Izin Tambang Nikel!

Admin

22/06/2025

2
Min Read

On This Post

Greenpeace Mendorong Pemerintah Meninjau Kembali Semua Lisensi Pertambangan Nikel, Tidak Terbatas Hanya di Raja Ampat

JAKARTA, MasterV – Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Indonesia Greenpeace Global, menyerukan kepada pemerintah agar melakukan evaluasi komprehensif terhadap seluruh izin perusahaan pertambangan nikel di Indonesia, tidak hanya yang berlokasi di Raja Ampat, Papua.

Alasan Kiki adalah bahwa aktivitas pertambangan nikel di pulau-pulau kecil di kawasan Indonesia Timur telah menyebabkan kerusakan yang signifikan pada ekosistem alam.

“Kami mendesak pemerintah untuk menjalankan evaluasi menyeluruh atas izin-izin pertambangan tersebut,” tegas Kiki dalam keterangan pers yang dirilis pada hari Selasa (10/5/2025).

“Tidak hanya di Raja Ampat, lisensi pertambangan nikel di pulau-pulau kecil di wilayah lain di Indonesia Timur telah memicu kerusakan ekologis dan menyebabkan penderitaan bagi masyarakat adat dan komunitas lokal,” tambahnya.

Kiki juga mengingatkan bahwa setiap pembangunan di Indonesia, terutama di Tanah Papua, harus memastikan penghormatan terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan.

“Harus dipastikan adanya keterlibatan publik yang bermakna, serta persetujuan berdasarkan informasi yang diberikan di awal tanpa adanya paksaan (padiatapa), khususnya yang menyangkut masyarakat adat dan komunitas lokal,” jelas Kiki.

Greenpeace mendesak pemerintah untuk mengatasi konflik sosial yang timbul di tengah masyarakat akibat keberadaan aktivitas pertambangan.

Menurut Kiki, pemerintah juga perlu memprioritaskan pengembangan ekosistem pariwisata yang berkelanjutan dan berpihak pada masyarakat adat serta komunitas lokal.

“Serta menjamin keselamatan dan keamanan masyarakat yang sebelumnya telah menyuarakan penolakan terhadap pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat,” ungkapnya.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, pemerintah telah mencabut izin dari empat di antara lima usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat karena ditemukan adanya pelanggaran lingkungan.

Keempat perusahaan tersebut meliputi PT Kawei Sejahtera Mining (Pulau Kawe), PT Anugerah Surya Pratama (Pulau Manuran), PT Mulia Raymond Perkasa (Pulau Manyaifun dan Batang Pele), dan PT Nurham (Pulau Waigeo).