MasterV, Jeddah – Persiapan intensif terus dilakukan menjelang puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) telah menyusun jadwal agar seluruh jemaah haji Indonesia dapat bergerak serentak menuju Arafah pada 8 Dzulhijjah 1446 H, yang bertepatan dengan hari Rabu, 4 Juni 2025.
Menurut Kepala Satuan Operasi (Kasatops) Armuzna, Harun Arrasyid, pergerakan jemaah tidak akan dilakukan secara bersamaan, tetapi bertahap. Rencananya, pergerakan ini akan dibagi menjadi tiga termin keberangkatan yang berbeda.
"Seluruh jemaah akan bergerak berdasarkan syarikah masing-masing. Pergerakan dari Makkah ke Arafah akan dibagi menjadi tiga gelombang, dimulai pukul 06.00 hingga 11.00, kemudian dilanjutkan pukul 11.00 hingga 16.00, dan gelombang terakhir pukul 16.00 hingga pukul 23.00 WAS," jelas Harun dalam program Liputan6 Update, pada hari Rabu, 28 Mei 2025.
Mengingat pergerakan ini didasarkan pada syarikah, jemaah haji yang sebelumnya berpindah hotel tanpa koordinasi dengan petugas haji diimbau untuk kembali ke hotel semula. Surat edaran Nomor 101/PPIH-AS/5/2025 tentang Persiapan Pelaksanaan Puncak Ibadah Haji Armuzna, tertanggal 26 Mei 2025, menetapkan batas waktu untuk kembali ke hotel asal adalah hari Sabtu, 31 Mei 2025, pukul 18.00 WAS.
Bagi jemaah haji yang tidak mengindahkan imbauan ini, terdapat konsekuensi yang harus dihadapi. "Jemaah berisiko tidak dapat dilayani pergerakannya menuju Armuzna karena data tidak sesuai dengan syarikah dan markaz yang terdaftar," demikian bunyi pengumuman tersebut.
Pada tahun ini, Indonesia bekerja sama dengan delapan syarikah untuk memberikan pelayanan kepada jemaah haji selama berada di Armuzna, yang dikenal juga sebagai layanan Masyair. Layanan ini merupakan bagian dari komponen biaya haji. Syarikah dan markaz akan melayani setiap jemaah haji berdasarkan data yang telah mereka miliki.
Kedelapan syarikah tersebut meliputi Al-Bait Guest (melayani 35.977 jemaah), Rakeen Mashariq (35.090), Sana Mashariq (32.570), Rehlat & Manafea (34.802), Alrifadah (20.317), Rawaf Mina (17.636), MCDC (15.645), dan Rifad (11.283). Dengan adanya delapan syarikah, pergerakan jemaah haji tahun ini menjadi tantangan tersendiri.
Salah satu tantangannya adalah posisi tenda markaz yang tidak berurutan. Harun menjelaskan bahwa perbedaan ini dapat menyebabkan jarak antar tenda menjadi tidak berdekatan.
"Kami selaku satuan operasi telah melakukan mitigasi dengan membentuk sektor-sektor adhoc untuk mempermudah pemantauan jemaah di tenda-tenda tersebut. Ini adalah rencana yang telah kami susun bersama satuan operasi di sini," tambahnya.
Selain posisi tenda yang berjauhan, waktu mabit di Mina juga cukup lama, yakni tiga hari empat malam. Oleh karena itu, pihaknya akan membuat pos-pos pantau untuk memantau jemaah yang melaksanakan jamarat di lantai 3 dan memantau arah kembali mereka ke tenda.
"Kami akan membuat pos, baik di sekitaran Mina, maupun di sekitar Jamarat lantai atas," lanjutnya.
Sebelumnya, Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), Muchlis M Hanafi, menyampaikan sembilan imbauan penting dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi kepada seluruh petugas dan jemaah haji Indonesia menjelang puncak ibadah haji di Armuzna. Salah satu imbauan tersebut adalah larangan keluar tenda bagi jemaah haji selama melaksanakan wukuf di Arafah maupun mabit di Mina.
Larangan keluar tenda berlaku mulai pukul 10.00 hingga pukul 16.00 WAS, karena suhu udara diperkirakan akan mencapai 50 derajat celcius. "Imbauan ini dikeluarkan demi menjaga keselamatan dan kesehatan seluruh jemaah," ungkapnya dalam jumpa pers di Makkah, pada hari Rabu, 28 Mei 2025.
Otoritas Arab Saudi juga mengimbau agar jemaah haji Indonesia mengikuti jadwal pergerakan resmi sesuai dengan syarikah masing-masing. "Dilarang melakukan pergerakan sendiri-sendiri yang tidak sesuai dengan penempatan yang telah ditentukan," imbuhnya.
Pengaturan yang ketat juga berlaku saat pelaksanaan lontar jumrah. Pelaksanaannya, menurut Muchlis, harus dilakukan sesuai dengan jadwal resmi yang telah ditetapkan oleh syarikah dan markaz, serta diketahui oleh Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. "Dilarang melakukan pelontaran jumrah secara bebas dan individual," tegasnya.
Otoritas Arab Saudi mengingatkan tentang potensi suhu ekstrem saat pelaksanaan puncak haji yang diperkirakan akan mencapai 50 derajat celcius. Kondisi suhu ekstrem ini dapat berdampak pada kondisi fisik jemaah haji, terutama jemaah lansia, penderita penyakit kronis, serta mereka yang memiliki aktivitas fisik tinggi saat menjalankan ibadah. Hal yang patut diwaspadai adalah *heat stroke*.
"*Heat stroke* adalah kondisi medis serius yang dapat berakibat fatal jika tidak segera ditangani," ujar Taruna Ikrar, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan yang juga merupakan salah satu anggota tim Amirul Hajj pada musim haji 2025, dalam rilis yang diterima Liputanku.
Ditemui seusai rapat koordinasi Amirul Hajj di Jeddah, pada hari Jumat (30/5/2025), ia membagikan beberapa cara untuk mengatasi *heat stroke*, salah satunya adalah dengan banyak minum air putih, air mineral, atau air zam zam. "Dengan banyak minum, pelebaran pembuluh darah akan diikuti dengan pertambahan volume darah. Karena air bertambah, hal ini menyebabkan keseimbangan dalam tubuh kita sehingga *heat stroke* dapat dicegah," jelasnya.
Kedua, jika merasa pusing, jemaah haji disarankan untuk beristirahat di tempat yang teduh, seperti di bawah pohon atau di dalam gedung, guna mengurangi sengatan panas. Ketiga, bagi jemaah yang memiliki riwayat *heat stroke*, sebaiknya melaksanakan umrah atau aktivitas lainnya pada malam hari, karena suhu udara lebih rendah.