Haji 2025: Dominasi Jemaah Wanita & Urgensi Ulama Perempuan

Admin

06/06/2025

4
Min Read

On This Post

Jeddah, MasterV – Amirul Hajj yang juga menjabat sebagai Menteri Agama, Bapak Nasaruddin Umar, menyampaikan informasi penting mengenai komposisi jemaah haji tahun ini. Beliau mengungkapkan bahwa mayoritas jemaah berasal dari kalangan perempuan, dengan persentase yang cukup signifikan, yaitu lebih dari 55 persen. Secara rinci, dari total 213.860 jemaah haji reguler, sebanyak 118.836 orang adalah perempuan.

Dengan dominasi persentase tersebut, Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan pentingnya peran ulama perempuan dalam memberikan bimbingan dan pendampingan. Menurutnya, banyak aspek fikih haji yang berkaitan erat dengan perempuan akan lebih nyaman jika disampaikan oleh ulama perempuan kepada jemaah.

“Contohnya, mengenai kondisi menstruasi, apa saja yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, kami berupaya menambah jumlah ulama perempuan, karena permasalahan yang sangat pribadi seperti ini mungkin kurang nyaman ditanyakan kepada ulama pria,” ujar Bapak Nasaruddin seusai memimpin rapat koordinasi antara Amirul Hajj dan PPIH Arab Saudi di Kantor Urusan Haji Jeddah, pada hari Jumat, 30 Mei 2025.

Namun demikian, jumlah ulama perempuan yang saat ini tergabung sebagai bagian dari Musytasyar Dinny atau pembimbing ibadah masih tergolong minim. “Maka dari itu, menjadi pertimbangan kami ke depan untuk melibatkan lebih banyak ulama perempuan, yang selama ini jumlahnya masih sangat terbatas,” tambahnya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Ibu Arifatul Choiri Fauzi, yang merupakan satu-satunya perempuan dalam rombongan Amirul Hajj, menyampaikan harapannya agar pelayanan haji di masa mendatang menjadi lebih ramah terhadap perempuan. Salah satu aspek yang menjadi perhatiannya adalah ketersediaan fasilitas sanitasi yang memadai bagi jemaah haji perempuan.

Beliau berharap agar jumlah toilet yang disediakan untuk jemaah perempuan lebih banyak dibandingkan untuk jemaah laki-laki, terutama di wilayah Armuzna. “Sebab, durasi waktu yang dibutuhkan wanita untuk menggunakan toilet cenderung lebih lama dibandingkan laki-laki,” jelas Ibu Arifah.

Hal lain yang juga menjadi sorotan adalah mengenai jumlah pembimbing ibadah untuk jemaah perempuan. Sejalan dengan pandangan Menteri Agama, Ibu Arifatul menilai bahwa jumlah pembimbing ibadah perempuan saat ini masih belum optimal.

“Kami berharap, di tahun depan dan tahun-tahun berikutnya, jumlah pembimbing atau petugas haji untuk jemaah perempuan dapat disesuaikan, sehingga para jemaah perempuan dapat merasakan pelayanan yang lebih baik lagi,” ungkapnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Bapak Hilman Latief, menyatakan bahwa belum semua markaz di Armuzna dilengkapi dengan toilet bertingkat. Fasilitas ini disediakan oleh pemerintah Arab Saudi untuk mengatasi antrean panjang jemaah yang membutuhkan fasilitas buang air selama pelaksanaan inti ibadah haji di Armuzna.

“Memang ada yang sudah dibangun sanitasi dua lantai, tetapi sebagian masih seperti tahun sebelumnya. Mungkin dilakukan secara bertahap,” jelasnya saat melakukan inspeksi tenda jemaah di Mina.

Musytasyar dinny dari Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), Nyai Badriyah Fayumi, menyarankan agar setiap jemaah perempuan menggunakan popok atau pembalut selama pelaksanaan wukuf nanti, serta saat mabit di Mina, meskipun sedang tidak haid.

“Tujuannya adalah untuk menjaga kesucian pakaian kita. Jika sewaktu-waktu kita merasa ingin buang air, namun antrean panjang, jalanan macet, atau bahkan kita tidak bisa turun dari kendaraan, seperti yang pernah kita alami di Muzdalifah,” ujar Nyai Badriyah dalam tayangan YouTube Kementerian Agama, pada hari Sabtu, 24 Mei 2025.

“Dengan menggunakan popok atau pembalut, Insya Allah ini akan sedikit membantu,” tambahnya.

Saran mengenai penggunaan popok juga didasari oleh jumlah kamar mandi yang tersedia di Arafah dan Mina. Sementara laki-laki memiliki fasilitas urinoir untuk buang air kecil, perempuan tidak memiliki pilihan serupa.

Selain itu, perempuan juga membutuhkan waktu yang lebih lama di kamar mandi dibandingkan laki-laki, sehingga waktu antrean pun menjadi lebih panjang. Dalam kondisi ingin buang air, kesabaran pun mungkin akan semakin menipis.

“Supaya kita tidak terjatuh dalam jidal, tidak terjatuh dalam perdebatan yang tidak perlu, dan tidak terpancing emosi, popok atau pembalut ini bisa membantu. Kita tetap mengantre, dan jika sudah sangat ingin buang air, kita bisa menampungnya sementara sambil mengantre. Ketika sudah berada di dalam kamar mandi, kita tinggal mengganti pembalut atau popoknya,” jelasnya. “Hal ini sama sekali tidak terkait dengan pelanggaran ihram bagi kaum perempuan,” imbuhnya.

Jidal termasuk dalam larangan ihram. Jika jemaah haji melakukannya, maka akan dikenakan kewajiban membayar dam atau fidyah.

Mengutip dari bincangmuslimah.com, Syeikh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari dalam kitab Fathul Muin menjelaskan bahwa pelanggaran selain bersetubuh, dikenakan wajib menyembelih seekor kambing, atau bersedekah 3 sha’ kepada enam orang miskin, atau berpuasa selama tiga hari. Jemaah dapat memilih salah satu di antara tiga denda tersebut.

Selain mengenai popok, masalah penggunaan masker saat berihram juga seringkali ditanyakan oleh jemaah haji perempuan. Sebab, salah satu larangan dalam berihram bagi perempuan adalah menutup wajah.

“Namun, ketika terpaksa menggunakan masker, apalagi dalam keadaan sakit dan untuk mencegah penyebaran penyakit kepada jemaah lain, hal itu dianggap sebagai bagian dari uzur syar’i,” jelas Nyai Badriyah. Karena adanya uzur syar’i, lanjutnya, maka jemaah haji perempuan yang memakai masker tidak berdosa.