Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyoroti adanya kejanggalan terkait kenaikan harga beras, padahal ketersediaan stok terbilang mencukupi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa harga rata-rata beras mengalami peningkatan, baik di tingkat grosir maupun eceran.
Namun, situasi yang berbeda justru terjadi di tingkat penggilingan, di mana harga rata-rata beras justru mengalami penurunan. Menanggapi hal ini, Mentan Amran berpendapat bahwa seharusnya penurunan harga di tingkat penggilingan berdampak positif pada harga eceran, sehingga konsumen juga merasakan manfaatnya.
"Jika harga di tingkat penggilingan, yang identik dengan petani karena lokasinya berada di sawah, mengalami penurunan, seharusnya harga di tingkat eceran juga ikut turun," tegas Amran saat Konferensi Pers yang diadakan di kantornya, Jakarta Selatan, pada hari Selasa, 3 Juni 2025.
Lebih lanjut, Mentan Amran menyoroti adanya anomali data stok beras yang tersimpan di gudang Cipinang selama bulan Mei. Menurutnya, terjadi pergerakan signifikan, yaitu keluarnya sekitar 11 ribu ton beras dari gudang Cipinang pada tanggal 28 Mei 2025. Padahal, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, rata-rata beras yang keluar dari gudang Cipinang hanya berkisar antara 1.400 hingga 3.500 ton.
"Biasanya (beras yang dikeluarkan dari Cipinang) 3 ribu ton, 3 ribu ton, 4 ribu ton, 2 ribu ton, 1 ribu ton. Apakah masuk akal jika 11.000 ton beras keluar dalam satu hari? Tentu ini aneh, bukan? Dan inilah jawabannya mengapa harga beras naik," jelas Amran.
Mentan Amran menekankan bahwa temuan ini perlu diselidiki lebih lanjut dengan melibatkan Satgas Pangan. Ia menduga kuat bahwa situasi ini tidak terlepas dari praktik-praktik yang dilakukan oleh mafia.
"BPS melaporkan bahwa harga rata-rata beras di tingkat penggilingan mengalami penurunan pada bulan Mei 2025. Apa artinya? Ada pihak perantara yang memainkan peran. Inilah yang terkadang kita sebut sebagai mafia," ungkap Amran.
Sementara itu, Kepala Satgas Pangan Polri, Helfi Assegaf, menyatakan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan auditor dari Kementan untuk melakukan investigasi mendalam terkait persoalan ini. Tim akan turun langsung ke lapangan untuk memvalidasi data yang ada.
"Dengan data dasar yang akan kita peroleh, kita akan telusuri proses penghitungannya secara detail. Selanjutnya, kita akan melakukan pendalaman, mengecek secara fisik, siapa yang mengambil 11.410 ribu ton beras tersebut? Kita akan periksa gudangnya, apakah benar demikian?" jelas Helfi.
Helfi menambahkan bahwa pergerakan 6.000 ton beras saja di Cipinang dapat menimbulkan antrean panjang dan kepadatan yang sulit diatasi dalam satu hari. Apalagi jika jumlah beras yang dikeluarkan mencapai 11 ribu ton, menurutnya hal ini sangat tidak mungkin.
"Apalagi jika 11.000 ton beras, dua kali lipat lebih banyak, ini sangat tidak mungkin. Data awal ini akan kita tampung. Kita akan lakukan pendalaman. Namun, saat ini mereka (pihak terkait) belum bisa menyampaikan keberadaan barang tersebut. Mereka ditanya oleh penyidik kita, namun belum bisa memberikan informasi yang jelas ke mana arah perginya barang tersebut, keluarnya dari mana, belum bisa disampaikan kepada kita," terang Helfi.