Triliunan Harta, Ciputra Setia Sepatu New Balance Satu

Admin

07/06/2025

4
Min Read

On This Post

Gaya hidup yang dijalani jauh dari kesan mewah. Meskipun mampu membeli ribuan pasang sepatu berharga, Bapak Ciputra, dalam aktivitas sehari-harinya, hanya menggunakan satu sepatu. Bukan karena kekurangan dana untuk membeli yang baru, melainkan karena beliau memegang teguh prinsip hidup sederhana. Sepatu kesayangannya? Sepasang New Balance berwarna hitam yang setia menemani ke berbagai tempat.

Ciputra, sebuah nama yang sudah tidak asing lagi. Pria kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah, pada tanggal 24 Agustus 1931 ini, dikenal sebagai pengusaha properti terkemuka dengan kekayaan mencapai triliunan rupiah. Beberapa perusahaan properti yang dimilikinya antara lain Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group.

Namanya tercatat sebagai salah satu individu terkaya di dunia. Menurut data Liputanku dari Forbes, hari Sabtu (31/5/2025), keluarga Ciputra memiliki kekayaan bersih sebesar US$ 1,7 miliar, atau setara dengan Rp 28 triliun (dengan kurs Rp 16.500). Ia menduduki peringkat ke-32 dalam daftar orang terkaya di Indonesia pada tahun 2024.

Forbes mencatat bahwa Ciputra mendirikan Ciputra Group sekitar tiga dekade lalu. Perusahaan tersebut melakukan pengembangan di 33 kota di seluruh Indonesia. Bayangkan saja, modal awal yang dimiliki Ciputra saat mendirikan perusahaan hanyalah Rp 10 juta.

Seperti yang tertulis dalam Buku Properti Moderat, Modal Dengkul dan Urat karya Benny Lo, Ciputra memulai bisnisnya sejak masih menjadi mahasiswa jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1957. Pada saat itu, bersama dengan dua teman kuliahnya, yaitu Budi Brasali dan Ismail Sofyan, mereka mendirikan biro arsitektur dengan nama PT. Daya Cipta.

Biro arsitektur milik Ciputra dan kedua rekannya mendapatkan banyak proyek. Pada tahun 1960, Ciputra lulus dari ITB dan kemudian pindah ke Jakarta.

"Kita harus pergi ke Jakarta karena di sana ada banyak peluang pekerjaan," ujar Ciputra, seperti yang dikutip dari buku Properti Moderat, Modal Dengkul dan Urat karya Benny Lo.

Dan benar saja, di Jakarta, perkembangan bisnis Ciputra semakin pesat. Hingga akhirnya, pada tahun 1961, ia mendirikan Grup Jaya dengan modal Rp 10 juta. Perusahaannya pun semakin maju. Melalui PT Ciputra Development, pengusaha yang juga dikenal dengan nama Tjie Tjin Hoan ini berhasil membawa perusahaan lokal ke level bisnis global dengan total aset lebih dari Rp 30 triliun.

Namun, perjalanan bisnis Ciputra tidak selalu berjalan lancar. Pada tanggal 23 Juli 1996, setelah memimpin perusahaan selama 30 tahun, Ciputra mengundurkan diri dari PT Pembangunan Jaya, perusahaan yang didirikannya pada tahun 1961. Baru setahun setelah pensiun, masalah besar menimpa Pembangunan Jaya dan perusahaan-perusahaan lain milik Ciputra yang tergabung dalam grup Metropolitan Development maupun grup Ciputra.

Padahal, sebelumnya Grup Jaya telah mengerjakan banyak proyek besar. Sebagian proyek tersebut dikerjakan dengan modal pinjaman dalam bentuk mata uang dolar dari bank asing. Saat itu, Ciputra merasa yakin bisa melunasi semua pinjaman tersebut.

Namun, perhitungan dan keyakinan Ciputra ternyata salah. Pada tahun 1998, nilai tukar rupiah merosot tajam terhadap dolar Amerika Serikat. Awalnya, nilai satu dolar hanya sekitar Rp 2.000, kemudian naik menjadi Rp 2.500, dan dalam waktu kurang dari setahun, nilai tukar dolar melonjak lebih dari lima kali lipat. Akibatnya, utang Grup Jaya membengkak sangat besar hingga mencapai hampir US$ 100 juta.

"Kami sama sekali tidak menyangka hal ini akan terjadi," ungkap Ciputra dalam biografinya yang berjudul The Passion of My Life, yang diluncurkan pada akhir November 2017.

Saat krisis ekonomi tahun 1998, Edmund Sutisna, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pembangunan Jaya, menjelaskan bahwa Ciputra membagi tugas dengan manajemen Pembangunan Jaya dan Metropolitan. Penyelesaian masalah di Pembangunan Jaya diserahkan kepada direksi, begitu pula di Metropolitan.

"Pak Ci fokus menyelesaikan masalah di Grup Ciputra. Beliau memberikan kepercayaan kepada kami di Grup Jaya untuk menyelesaikannya sendiri. Tetapi, jika ada masalah, kami selalu berkonsultasi dengan beliau," jelas Edmund kepada detikcom beberapa waktu lalu.

Perlahan-lahan, tiga kelompok usaha Ciputra, yaitu Pembangunan Jaya, Metropolitan, dan Grup Ciputra, berhasil keluar dari krisis. Untuk melunasi utang, Ciputra menjual saham di beberapa perusahaan, termasuk di Bumi Serpong Damai (BSD). Beberapa unit usaha, seperti Bank Ciputra, terpaksa ditutup secara permanen.

Ciputra pun berhasil bangkit dan terhindar dari kebangkrutan. Saat ini, generasi ketiga keluarga Ciputra sudah siap untuk bergabung dalam manajemen Ciputra Grup. Cipta Ciputra Harun, yang merupakan generasi ketiga keluarga Ciputra, mengatakan bahwa meskipun memiliki kekayaan yang berlimpah, kakeknya adalah sosok yang sederhana.

Menurut Cipta, kakeknya hanya menggunakan sepasang sepatu untuk bepergian ke mana saja. "Beliau tidak pernah memikirkan sepatu apa yang dipakai, baju apa yang dikenakan. Sepatu beliau hanya satu, New Balance warna hitam, entah kapan dibelinya. Tidak pernah diganti-ganti," kata Cipta kepada detikcom beberapa waktu lalu.