Menurut Dr. Matthias Laska, seorang pakar zoologi dan indra penciuman dari Linköping University, Swedia, pertanyaan mengenai hewan dengan penciuman terbaik bukanlah hal sederhana. “Terdapat sekitar 5,8 juta molekul bau, dan setiap molekul berpotensi bergabung membentuk campuran aroma yang tak terhingga,” kata Laska. Beliau menambahkan, karena hanya sebagian kecil dari molekul tersebut yang telah diuji pada hewan, perbandingan antarspesies secara mutlak menjadi tidak ilmiah.
Kajian tentang indra penciuman memang cenderung tertinggal dibandingkan riset tentang penglihatan, pendengaran, perasa, maupun sentuhan. Dalam buku Olfaction in Animal Behaviour and Welfare (CABI, 2017), dinyatakan bahwa aroma amat sulit dikendalikan dalam penelitian karena sifatnya yang mudah menguap, perubahannya bergantung pada medium (air atau udara), serta variasi kimianya yang sangat beragam.
Menilik dari Jumlah Gen Reseptor Bau
Salah satu pendekatan untuk mengukur kemampuan penciuman adalah melalui jumlah gen reseptor bau dalam tubuh. Sebuah studi tahun 2014 yang diterbitkan dalam jurnal Genome Research mengungkapkan bahwa gajah Afrika memiliki jumlah gen penciuman terbanyak di antara mamalia, yaitu 1.948 gen! Sebagai perbandingan, manusia hanya memiliki 396 gen, anjing memiliki 811, dan tikus memiliki 1.207 gen.
Tidak mengherankan, gajah memanfaatkan indra penciumannya untuk menemukan makanan, mengenali anggota keluarga, mendeteksi ancaman, hingga mengetahui saat pasangan siap untuk kawin. Kendati demikian, studi ini hanya membandingkan 13 spesies mamalia dan tidak memasukkan beruang, yang sering disebut-sebut memiliki penciuman yang sangat tajam berdasarkan anekdot.
Karl Tate, Seniman Infografis Infografis yang merinci kemampuan penciuman gajah dan mamalia berplasenta lainnya.
Ukuran Otak Penciuman: Signifikan atau Tidak?
Faktor lain yang sering digunakan untuk menilai kehebatan dalam mencium adalah ukuran olfactory bulb, yaitu bagian otak yang memproses bau. Studi pada tahun 2011 yang terbit dalam International Journal of Morphology menunjukkan bahwa anjing—yang terkenal dengan kemampuan melacak bau—memiliki olfactory bulb yang jauh lebih besar dibandingkan manusia.
Namun, dalam tinjauan di jurnal Science pada tahun 2011, dijelaskan bahwa ukuran semata tidak cukup dijadikan indikator utama, sebab jumlah neuron di olfactory bulb relatif seragam di berbagai spesies.
Guinness World Records / APOPO Ronin, tikus berkantung raksasa Afrika, merupakan salah satu dari lebih dari 100 tikus yang dilatih oleh lembaga nirlaba Belgia untuk mengendus ranjau darat yang mematikan.
Hewan dengan Kemampuan Penciuman Luar Biasa
Meskipun belum dapat dipastikan sebagai yang terhebat, sejumlah hewan menunjukkan keahlian yang menonjol dalam mengenali aroma tertentu:
Manusia: Tidak Seburuk yang Dibayangkan
Walaupun manusia memiliki reseptor bau yang lebih sedikit dibandingkan anjing atau tikus, kita justru lebih unggul dalam mendeteksi aroma tertentu, seperti aroma buah. Laska menjelaskan bahwa hal ini mungkin disebabkan oleh relevansi perilaku—aroma buah lebih penting bagi primata (termasuk manusia) dibandingkan hewan karnivora seperti anjing.
Alih-alih menunjuk satu “pemenang,” para ilmuwan sepakat bahwa setiap hewan memiliki kemampuan penciuman terbaiknya masing-masing, bergantung pada kebutuhan dan lingkungan tempat mereka hidup.
Tobias Ackels menyimpulkannya dengan bijak: “Daripada menobatkan satu hewan sebagai ‘juara penciuman’, akan lebih tepat jika kita memandang bahwa setiap hewan adalah spesialis, dengan kemampuan penciuman yang dibentuk oleh ceruk ekologisnya masing-masing.”