Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Hidayat Nur Wahid (HNW), mengecam keras tindakan Israel. Tindakan ini berupa penculikan dan penangkapan aktivis-aktivis sipil internasional, yang merupakan sebuah pengabaian terhadap hukum internasional.
Para aktivis tersebut berupaya membawa bantuan kemanusiaan dengan tujuan mendobrak blokade yang terus diberlakukan oleh Israel. HNW menyerukan kepada seluruh warga dunia untuk memberikan dukungan penuh terhadap gerakan kemanusiaan global. Tujuannya adalah untuk mengakhiri blokade yang melumpuhkan dan menghentikan genosida yang terjadi di Gaza, seperti yang telah diupayakan oleh 12 relawan kemanusiaan dari berbagai negara dengan kapal Madleen, yang sayangnya mengalami penculikan oleh pihak Israel. Tindakan serupa juga dilakukan oleh koalisi aktivis dari 32 negara yang berencana melakukan 'long march' melalui jalur darat via Mesir, serta 'kafilah keteguhan bela Gaza' dari Aljazair dan Tunisia.
Gerakan kemanusiaan ini akan berkumpul di Mesir dengan satu tujuan mulia, yaitu mengakhiri blokade dan genosida di Gaza, memasukkan bantuan yang sangat dibutuhkan, dan menyelamatkan nyawa serta kemanusiaan. HNW dengan tegas menyatakan bahwa aksi kemanusiaan yang mereka lakukan sepenuhnya dilindungi oleh hukum internasional.
"Aksi-aksi tersebut selaras dengan putusan sela Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) pada Januari 2024. Dalam putusan poin keempatnya, terdapat perintah agar Israel segera membuka akses bantuan kemanusiaan yang mendesak dan pelayanan dasar bagi warga Gaza, Palestina," ungkapnya dalam keterangan tertulis yang disampaikan pada hari Selasa (10/6/2025).
Menurut HNW, penculikan terhadap 12 aktivis sipil yang berada di kapal Madleen, yang saat itu masih berada di perairan internasional, merupakan contoh nyata pembangkangan Israel terhadap hukum internasional. Ke-12 aktivis kemanusiaan yang diculik tersebut termasuk aktivis asal Swedia, Greta Thunberg, dan anggota parlemen Eropa asal Perancis, Rima Hassan. Mereka semata-mata membawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza.
HNW menekankan bahwa selain wartawan, para aktivis kemanusiaan seharusnya tetap mendapatkan perlindungan dan tidak ditangkap oleh tentara Israel.
"Masyarakat dunia tidak boleh mentolerir kejahatan Israel ini dan harus menuntut pembebasan segera terhadap 12 aktivis kemanusiaan tersebut," tegas HNW.
HNW juga sependapat dengan sejumlah pemimpin di Eropa, termasuk pemimpin partai La France Insoumise, Jean-Luc Melenchon, yang telah mendesak Uni Eropa, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan komunitas internasional untuk mengecam tindakan penculikan dan penahanan ilegal terhadap para aktivis kemanusiaan tersebut.
"Komunitas dunia internasional seharusnya bersatu dalam mendukung upaya berani para aktivis kemanusiaan tersebut, karena tindakan mereka sesuai dengan hukum internasional dan tuntutan global. Dukungan untuk mengakhiri blokade atas Gaza, memastikan bantuan kemanusiaan dapat segera masuk, dan menghentikan kejahatan genosida adalah sangat penting. Dengan demikian, hukum internasional dapat ditegakkan, dan perdamaian yang adil dapat diupayakan," papar HNW.
HNW menambahkan bahwa upaya lain untuk mengakhiri blokade dan genosida di Gaza juga dilakukan melalui long-march atau konvoi bantuan kemanusiaan yang saat ini telah dimulai perjalanannya menuju Gaza, Palestina, melalui jalur darat. Para aktivis ini berasal dari Aljazair dan Tunisia.
Selain itu, terdapat pula kegiatan serupa dari aktivis kemanusiaan dari 32 negara-negara barat lainnya, di samping demonstrasi-demonstrasi besar yang terjadi di berbagai negara di Amerika, Eropa, dan Asia Timur. Menurut HNW, semua ini menunjukkan bahwa masyarakat global sudah muak dengan kejahatan kemanusiaan Israel berupa blokade dan genosida yang dilakukan terhadap warga sipil di Gaza, Palestina. Bahkan, jumlah peserta long march yang akan menembus perbatasan Rafah (Mesir) – Palestina pada 12 Juni – 20 Juni 2025 diperkirakan mencapai ribuan orang.
HNW mengungkapkan bahwa keterlibatan aktivis sipil lintas negara, termasuk dari 32 negara di dunia, juga menunjukkan bahwa warga dunia akhirnya memutuskan untuk bergerak secara mandiri. Hal ini seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintahan dari negara-negara yang menyetujui Resolusi PBB berdasarkan advisory opinion dan putusan sela ICJ, atau negara-negara yang sudah mengakui Palestina sebagai negara merdeka.
"Negara-negara yang dilalui oleh berbagai longmarch, yaitu negara-negara anggota Liga Arab dan OKI, yang sebelumnya telah membuat keputusan bersama untuk menolak blokade, menuntut penghentian genosida, dan mendukung Palestina merdeka, seharusnya lebih termotivasi untuk mengambil langkah-langkah politik yang lebih konkret dalam memperjuangkan diakhirinya blokade bantuan kemanusiaan dan genosida di Gaza, serta menghadirkan Palestina yang benar-benar merdeka, bebas dari penjajahan," jelasnya.
HNW berharap pemerintah Indonesia juga ikut tergerak dan menyuarakan dengan lebih efektif lagi agar genosida segera diakhiri dan para aktivis yang membawa bantuan kemanusiaan tidak diculik atau ditahan oleh Israel, seperti yang telah mereka lakukan terhadap 12 aktivis dari kapal Madleen.
"Sikap Israel yang sewenang-wenang tersebut jangan sampai terulang kepada siapa pun, baik warga Palestina maupun aktivis kemanusiaan dari negara-negara lain, seperti mereka yang terlibat dalam long march untuk mengakhiri blokade itu," ujarnya.
Selain itu, HNW juga meminta, sesuai dengan prinsip Konstitusi, agar pemerintah Indonesia melalui kementerian luar negeri ikut memantau atau aktif berperan dalam membantu long march bantuan kemanusiaan tersebut.
"Dan apabila ada warga negara Indonesia yang ikut dalam aksi long march kemanusiaan untuk mengakhiri blokade dan genosida atas Gaza, memasukkan bantuan kemanusiaan ke Gaza, karena itu adalah bagian dari pengamalan terhadap Konstitusi yang berlaku di Indonesia, maka Pemerintah melalui Kemlu RI juga perlu memastikan dan menjaga keamanan serta keselamatan WNI yang melibatkan diri dalam aksi kemanusiaan global itu," pungkasnya.