Laptop Nadiem: ICW Ungkap Keanehan Proyek 9,9 T!

Admin

18/06/2025

6
Min Read

On This Post

Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah melakukan investigasi mendalam terkait dugaan praktik korupsi dalam pengadaan laptop di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada periode 2020-2022, dengan total anggaran mencapai Rp 9,9 triliun. Sebagai bentuk dukungan terhadap pengusutan yang dilakukan Kejagung, ICW turut menyampaikan berbagai kejanggalan yang ditemukan terkait proses pengadaan tersebut.

Menurut Peneliti ICW, Almas Sjafrina, sejumlah kejanggalan dalam pengadaan laptop ini telah teridentifikasi sejak tahun 2021. Kala itu, ICW secara aktif mendesak Kemdikbud untuk meninjau ulang bahkan menghentikan rencana belanja laptop di tengah situasi pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung.

Kejanggalan utama yang disoroti adalah pengadaan laptop serta perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) lainnya dinilai bukan merupakan prioritas utama dalam pelayanan pendidikan selama masa pandemi Covid-19. Lebih lanjut, penggunaan anggaran yang sebagian besar berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, dianggap melanggar Peraturan Presiden (Perpres) No. 123 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik.

"Seharusnya, penggunaan DAK diusulkan dari tingkat bawah (bottom-up), bukan tiba-tiba diajukan dan menjadi program kementerian. Selain itu, pencairan DAK seharusnya menyertakan daftar sekolah penerima bantuan. Namun, pada saat itu, tidak ada kejelasan mengenai bagaimana dan ke sekolah mana laptop-laptop tersebut akan didistribusikan," ungkap Almas dalam siaran persnya, dikutip pada Sabtu (7/6/2025).

Almas juga menyoroti bahwa rencana pengadaan laptop ini tidak tercantum dalam aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP). Ia menambahkan, informasi mengenai pengadaan yang direncanakan melalui metode pemilihan penyedia e-purchasing tidak banyak diketahui oleh publik.

Selain itu, dasar penentuan spesifikasi laptop yang mengharuskan penggunaan OS chromebook dinilai tidak sesuai dengan kondisi geografis Indonesia, terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang menjadi target utama distribusi laptop. Menurutnya, kinerja optimal laptop chromebook sangat bergantung pada koneksi internet yang stabil. Sementara, infrastruktur jaringan internet di Indonesia masih belum merata.

"Terlebih lagi, pada tahun 2019 telah dilakukan uji coba penggunaan laptop chromebook yang menghasilkan kesimpulan bahwa laptop chromebook tidak efisien. Oleh karena itu, muncul pertanyaan, mengapa Menteri Nadiem Makarim tetap memutuskan spesifikasi chromebook dalam lampiran Permendikbud No. 5 Tahun 2021," tanyanya.

Almas berpendapat, spesifikasi chromebook dan persyaratan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) turut mempersempit persaingan usaha, karena hanya sejumlah kecil perusahaan yang memenuhi syarat untuk menjadi penyedia.

"Penyedia potensial mengerucut hanya pada enam perusahaan, yaitu PT Zyrexindo Mandiri Buana (Zyrex), PT Supertone, PT Evercoss Technology Indonesia, Acer Manufacturing Indonesia (Acer), PT Tera Data Indonesia (Axio), dan PT Bangga Teknologi Indonesia (Advan). Pembatasan jumlah penyedia ini bertentangan dengan semangat UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," jelasnya.

Almas menegaskan, kejanggalan yang terjadi pada tahap perencanaan dan penentuan spesifikasi menimbulkan pertanyaan mengenai alasan di balik keputusan Kemendikbudristek, yang saat itu dipimpin oleh Nadiem Makarim, yang seolah memaksakan pengadaan chromebook untuk tetap dilaksanakan.

"Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa pengadaan ini sangat rentan terhadap praktik korupsi dan berpotensi gagal mencapai tujuan kebijakannya. Pengadaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan terkesan dipaksakan seringkali diawali dengan adanya permufakatan jahat yang berujung pada korupsi dengan berbagai modus, seperti mark up harga, penerimaan kick back dari penyedia, hingga pungutan liar dalam proses distribusi barang. Indikasi permufakatan jahat ini terlihat dari diabaikannya kajian tim teknis Kementerian Pendidikan yang menyatakan bahwa OS Chrome tidak cocok dengan program digitalisasi pendidikan yang menargetkan daerah dengan koneksi internet yang lemah," paparnya.

Simak Video '28 Saksi Diperiksa di Kasus Korupsi Kemendikbudristek, Ada Stafsus Nadiem':

Selengkapnya di halaman berikut

Sejalan dengan hal tersebut, Peneliti Kopel Indonesia, Anwar Razak, menyatakan dukungannya kepada Kejagung untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan korupsi dalam pengadaan laptop tersebut. Ia menilai bahwa kasus ini tidak hanya melibatkan staf khusus, tetapi juga pihak-pihak lain yang perlu diusut tuntas.

"Berdasarkan kajian yang kami lakukan dan kurangnya transparansi dalam pengadaan laptop Kemendikbud, kami mendukung penuh penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Namun, kami meragukan bahwa pihak-pihak yang berpotensi terlibat dalam kasus ini hanya terbatas pada staf khusus menteri," tegasnya.

Menurutnya, staf khusus tidak memiliki kewenangan langsung dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Dalam pengadaan dengan metode e-purchasing dengan nilai di atas Rp200 juta, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memegang peranan sentral, termasuk dalam merencanakan dan melaksanakan pengadaan.

PPK, lanjutnya, bertanggung jawab untuk memberikan laporan kepada pengguna anggaran (menteri) atau kuasa pengguna anggaran yang ditunjuk oleh menteri. Oleh karena itu, peran stafsus dalam pengadaan ini perlu ditelusuri lebih dalam, termasuk siapa yang memberikan perintah atau pesan dan bagaimana stafsus tersebut menjalankan perannya.

"Dengan demikian, pihak-pihak lain dari pelaku pengadaan yang perlu diperiksa oleh penyidik Kejagung antara lain adalah PPK, kuasa pengguna anggaran, dan Nadiem Makarim selaku menteri atau pengguna anggaran," imbuhnya.

Anwar juga mendesak Kejagung untuk memperjelas informasi terkait dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Kemendikbud, termasuk rincian mengenai bentuk korupsi yang terjadi serta taksiran kerugian negara. Kepada Kemdikbud, Anwar meminta agar dilakukan evaluasi dan pengumuman kepada publik mengenai distribusi pengadaan laptop serta analisis terhadap hasil dan capaian program digitalisasi pendidikan periode 2019-2024.

"Sebagai lembaga yang menggunakan anggaran negara, kementerian ini -terlepas dari pergantian menteri atau pimpinannya- memiliki kewajiban untuk melakukan evaluasi kebijakan dan memberikan akuntabilitas kepada publik," tandasnya.

Kejagung Bakal Periksa Eks Stafus Nadiem

Sejumlah langkah telah diambil oleh Kejagung dalam mengusut kasus ini. Hingga saat ini, sebanyak 28 saksi telah diperiksa, termasuk para stafsus Nadiem.

Dalam penanganan kasus ini, Kejagung telah melakukan pemeriksaan terhadap dua apartemen yang terkait dengan Staf Khusus eks Menteri Dikbudristek, yaitu FH, di Kuningan Place, serta Apartemen Ciputra World 2 Tower Orchard, yang merupakan kediaman JT, Staf Khusus Menteri Dikbudristek. Terakhir, Kejagung menggeledah kediaman I, staf khusus eks Mendikbud Nadiem Makarim, di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.

"Ada I, dan tempatnya juga sudah digeledah," kata Harli Siregar kepada awak media, Selasa (3/6/2025).

"Staf Khusus Menteri merangkap staf teknis. Ibrahim ya. Barang bukti elektronik, HP sama laptop. Ibrahim yang HP sama laptop kan. Itu stafsusnya menteri dan tim teknis," jelasnya.

Selain itu, penyidik saat ini sedang melakukan pendalaman terhadap barang bukti berupa dokumen elektronik. Tujuannya adalah untuk mencari informasi mengenai peristiwa yang terjadi dalam kasus ini.

"Yang kedua, bahwa penyidik juga sekarang sedang fokus melakukan pembacaan melakukan pendalaman, kajian terhadap semua barang bukti yang sudah disita dalam bentuk baik dalam dokumen maupun barang bukti elektronik," tambahnya.

Kejagung juga telah memanggil mantan staf khusus Nadiem tersebut, namun yang bersangkutan berkali-kali tidak hadir. Ketiga mantan stafsus tersebut saat ini masih dalam pencarian. Tidak menutup kemungkinan, Kejagung juga akan memanggil dan memeriksa Nadiem.