Mikroba Laut: Harapan Baru Pengurai Sampah Plastik?

Admin

19/06/2025

4
Min Read

Lautan dunia kini menghadapi permasalahan pelik akibat limbah plastik. Setiap tahun, dapat kita saksikan jutaan ton plastik mencemari laut, menghancurkan ekosistem, menyebabkan kematian satwa laut, dan bahkan mengkontaminasi rantai makanan manusia dalam wujud mikroplastik.

Namun, sebuah riset terkini menguak sebuah penemuan yang sungguh mengejutkan sekaligus menjanjikan: ternyata mikroorganisme laut sedang berproses evolusi untuk menguraikan plastik!

Penelitian bertaraf internasional ini telah meneliti lebih dari 200 juta gen dari sampel DNA lingkungan laut dan daratan di berbagai belahan dunia. Hasilnya? Para ilmuwan berhasil mengidentifikasi lebih dari 30.000 enzim unik yang berpotensi besar untuk memecah berbagai jenis plastik yang lazim digunakan, seperti PET (polietilena tereftalat) dan PE (polietilena).

Evolusi Alamiah: Mikroba Mulai Belajar Memakan Plastik

Temuan ini mengindikasikan bahwa mikroba tidak sekadar mampu bertahan hidup di lingkungan yang telah tercemar oleh plastik, tetapi juga sedang mengembangkan kemampuan biologis untuk memanfaatkan plastik sebagai sumber karbon, yang tidak lain adalah makanan.

"Ketika kami membandingkan sampel dengan lokasi-lokasi yang diketahui memiliki tingkat pencemaran plastik yang tinggi, kami mendapati keberadaan enzim pengurai plastik yang lebih banyak di tempat-tempat tersebut," ungkap Dr. Jan Zrimec, penulis utama studi yang dipublikasikan dalam jurnal mBio dan peneliti dari Chalmers University of Technology, Swedia seperti dikutip dari Dailymail.

Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat polusi plastik di suatu area, maka semakin tinggi pula keberadaan mikroba pemakan plastik. Hal ini mengindikasikan bahwa mikroba sedang berevolusi sebagai respons terhadap tekanan lingkungan, dan menciptakan sebuah solusi biologis yang menakjubkan terhadap polusi yang diakibatkan oleh manusia.

Harapan Sekaligus Tantangan

Data dari penelitian ini menunjukkan bahwa mikroba laut memiliki potensi yang sangat besar sebagai agen pengurai plastik secara alami. Sekitar 60% enzim pengurai plastik yang ditemukan berasal dari sampel laut, sementara sisanya berasal dari daratan.

Hal ini memberikan harapan besar terhadap peran lautan sebagai bagian dari sistem alami yang dapat mempercepat proses dekomposisi plastik. Salah satu mikroba yang telah populer sebelumnya adalah Ideonella sakaiensis, yaitu bakteri yang ditemukan di Jepang dan diketahui memiliki kemampuan mengurai PET. Akan tetapi, studi ini menunjukkan bahwa jumlah serta variasi mikroba pengurai plastik jauh lebih besar dari yang sebelumnya diperkirakan.

Meskipun menjanjikan, pemanfaatan mikroba pemakan plastik ini masih menghadapi beberapa tantangan. Yang pertama, kecepatan degradasi plastik oleh mikroba ini tergolong lambat.

Sebagai contoh, bakteri Ideonella sakaiensis yang ditemukan di Jepang pada tahun 2016, hanya mampu mendegradasi plastik PET (polietilen tereftalat) dalam kurun waktu beberapa minggu. Saat ini, para ilmuwan sedang berupaya meningkatkan efisiensi enzim seperti PETase melalui rekayasa genetika.

Yang kedua, tidak semua jenis plastik dapat diuraikan oleh mikroba yang ditemukan. Enzim PETase, misalnya, hanya efektif untuk plastik PET, sementara jenis plastik lainnya seperti polietilen (PE) masih sulit untuk dipecah. Penelitian yang dilakukan di China pada tahun 2021 menunjukkan adanya kombinasi bakteri laut yang mampu mendegradasi PE, tetapi prosesnya masih memerlukan waktu serta pengembangan lebih lanjut.

Yang ketiga, pelepasan mikroba ke lingkungan laut untuk memakan plastik berpotensi menimbulkan risiko ekologis yang tidak diinginkan, seperti perubahan ekosistem atau munculnya patogen baru. Oleh karena itu, para peneliti lebih memfokuskan diri pada penggunaan enzim mikroba dalam proses daur ulang industri yang terkontrol.

Dampak Polusi Plastik di Laut

Polusi plastik telah menjadi sebuah ancaman serius bagi ekosistem laut. Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), kurang lebih 14 juta ton plastik dibuang ke laut setiap tahunnya, sehingga menyebabkan kerusakan pada biota laut seperti penyu, ikan, dan juga burung laut.

Mikroplastik, yaitu partikel plastik yang berukuran kurang dari 5 milimeter, bahkan telah ditemukan di dalam tubuh ikan dan masuk ke dalam rantai makanan manusia, yang dapat menimbulkan risiko kesehatan seperti gangguan kekebalan tubuh dan neurotoksisitas.

Indonesia, sebagai negara penyumbang sampah plastik laut terbesar kedua di dunia setelah China, menghadapi tantangan yang sangat besar dengan 0,5 hingga 1,29 juta ton plastik yang berakhir di laut setiap tahunnya.

Penemuan mikroba pemakan plastik ini menjadi angin segar, tetapi para ahli menegaskan bahwa solusi jangka panjang tetap bergantung pada pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan perubahan perilaku masyarakat.

"Ini hanyalah langkah awal. Mikroba ini belum bisa menggantikan tanggung jawab manusia dalam mengelola sampah plastik," jelas para peneliti.

Para peneliti mengharapkan hasil pekerjaan mereka pada akhirnya akan mengarah pada penemuan enzim mikroba yang dapat dikomersialkan untuk kemudian digunakan dalam proses daur ulang. Jika perusahaan dapat menggunakan enzim untuk memecah plastik dengan cepat menjadi bahan dasar, menurut pemikiran tersebut, produk baru dapat dibuat dari plastik lama, sehingga dapat mengurangi permintaan akan plastik baru.

"Langkah selanjutnya adalah menguji kandidat enzim yang paling menjanjikan di laboratorium untuk menyelidiki secara saksama sifat-sifatnya dan tingkat degradasi plastik yang dapat dicapainya," kata Zelezniak. "Dari sana, Anda dapat merekayasa komunitas mikroba dengan fungsi degradasi yang ditargetkan untuk jenis polimer tertentu."

Video: PBB Yakin Polusi Plastik Bakal Capai Kesepakatan

Video: PBB Yakin Polusi Plastik Bakal Capai Kesepakatan