Indonesia Bebas Preman: Hukum, Ekonomi, Keadilan

Admin

09/06/2025

5
Min Read

On This Post

Kebebasan berserikat ibarat sebuah taman kota. Setiap orang dipersilakan untuk datang, menyampaikan pendapat, dan berkumpul. Akan tetapi, jika ada yang merusak fasilitas, mengusir pengunjung lain, dan mengklaim taman tersebut sebagai milik kelompoknya, tindakan tersebut bukanlah wujud kebebasan, melainkan perampasan hak bersama.

Di Indonesia, kebebasan untuk berserikat dan mendirikan organisasi kemasyarakatan (ormas) dijamin oleh undang-undang dasar. Sejak era reformasi bergulir, lebih dari 500 ribu ormas telah berdiri – jumlah yang setara dengan populasi negara Brunei Darussalam. Sebagian besar ormas menjalankan fungsi sosial yang mulia, mulai dari pendidikan dan kesehatan hingga keagamaan dan kebudayaan.

Mereka adalah bagian tak terpisahkan dari ekosistem kebangsaan – mitra pemerintah dalam menjaga nilai-nilai kearifan lokal dan kemaslahatan bersama.

Namun, belakangan ini, muncul berbagai penyimpangan yang mengkhawatirkan. Atribut ormas disalahgunakan sebagai kedok untuk melakukan tindakan premanisme seperti pemerasan, intimidasi, dan penguasaan ruang publik secara ilegal.

Ini bukan hanya pelanggaran etika sosial semata, melainkan juga pelanggaran hukum serta pengkhianatan terhadap esensi kebebasan itu sendiri. Negara mana pun tidak akan mentolerir hal ini – termasuk Indonesia.

Penanganan premanisme sejalan dengan Asta Cita 7 Presiden Prabowo Subianto, yaitu memperkuat supremasi hukum demi mewujudkan keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan bagi masyarakat serta dunia usaha.

Perlu ditegaskan, isu utama bukanlah keberadaan ormas sebagai bagian dari kehidupan demokrasi, melainkan premanisme yang berlindung di balik atribut ormas. Pemerintah tidak menindak kebebasan berserikat, melainkan penyimpangan yang menyalahgunakan kebebasan tersebut hingga merugikan banyak pihak.

Premanisme: Kejahatan, Bukan Kebebasan

Premanisme dalam bentuk apa pun adalah tindak kejahatan. Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan jelas menyatakan bahwa pemerasan, baik yang dilakukan dengan kekerasan maupun ancaman, merupakan tindak pidana. Apabila dilakukan secara bersama-sama, pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum. Dalam konteks ormas, pelanggaran ini bertentangan dengan UU No. 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Ketika simbol dan struktur ormas digunakan secara terencana dan sistematis untuk menekan masyarakat, maka ormas tersebut bukan lagi sebuah entitas sipil, melainkan bagian dari jaringan premanisme. Dalam sistem hukum yang sehat, tidak boleh ada ruang bagi penyalahgunaan simbol sosial untuk menindas rakyat.

Berbagai contoh kasus yang mencuat memperjelas permasalahan ini, mulai dari penguasaan lahan parkir liar, pemalakan terhadap pedagang kecil, pengambilalihan lahan negara secara ilegal, hingga penganiayaan terhadap aparat penegak hukum.

Aktivitas semacam ini sama sekali bukan merupakan bagian dari kegiatan keormasan yang sah. Ini adalah tindakan kriminal yang berlindung di balik identitas kolektif, dan pemerintah tidak akan memberikan toleransi sedikit pun.

Mengancam Perekonomian

Premanisme tidak hanya merugikan masyarakat luas, tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi nasional. Para pelaku usaha, khususnya UMKM dan sektor riil, mengeluhkan adanya pungutan tidak resmi yang harus mereka bayar demi memperoleh "ketenangan" semu.

Para investor asing pun turut menyampaikan kekhawatiran mereka. Menurut Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia, potensi kerugian akibat pembatalan investasi karena maraknya premanisme telah mencapai ratusan triliun rupiah. Padahal, investasi sebesar itu dapat menciptakan jutaan lapangan kerja bagi masyarakat.

Kondisi ini jelas bertentangan dengan visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menjadikan investasi sebagai motor penggerak pembangunan nasional. Negara yang berambisi menjadi pusat manufaktur dan hilirisasi tidak bisa membiarkan premanisme, dalam bentuk sekecil apa pun, mengganggu iklim investasi dan usaha.

Tiga Strategi Pendekatan

Pemerintah mengedepankan tiga pendekatan yang terintegrasi: hukum, sosial, dan ekonomi. Pertama, melalui pendekatan hukum. Pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas, yang diketuai oleh Menko Polhukam dan melibatkan berbagai kementerian lintas sektor, pemerintah daerah, serta aparat penegak hukum.

Sejak Mei 2025, lebih dari 10 ribu terduga pelaku premanisme telah diamankan oleh aparat penegak hukum. Ormas yang terbukti melakukan pelanggaran didata dan direkomendasikan untuk dikenai sanksi administratif hingga pembubaran oleh Kementerian Dalam Negeri.

Kedua, melalui pendekatan sosial. Pemerintah membuka ruang pembinaan bagi ormas – bukan untuk mengekang kebebasan berserikat, melainkan untuk memastikan bahwa kebebasan tersebut dijalankan secara bertanggung jawab.

Dari ribuan pelaku premanisme yang telah diamankan, ditemukan bahwa salah satu motif yang paling dominan adalah kebutuhan akan pengakuan dan eksistensi sosial. Hal ini mengindikasikan bahwa di balik tindakan kekerasan sering kali tersembunyi permasalahan identitas – dan bahwa intervensi sosial melalui pendidikan, pelatihan, serta kegiatan kemasyarakatan dapat mencegah keresahan tersebut berubah menjadi tindakan kriminal.

Ketiga, melalui pendekatan ekonomi. Pemerintah menyadari bahwa sebagian motif premanisme berakar dari permasalahan ekonomi yang bersifat struktural. Oleh karena itu, pemerintah berupaya menghadirkan solusi jangka panjang.

Presiden Prabowo Subianto telah mencanangkan 30 proyek strategis nasional yang diproyeksikan akan menyerap jutaan tenaga kerja. Pemerintah juga terus berupaya menciptakan iklim investasi yang aman dan kondusif, agar para pelaku usaha dapat berkembang dan masyarakat tidak terjerumus ke dalam ekonomi bayangan.

Di sisi lain, anggaran untuk program perlindungan sosial ditingkatkan menjadi Rp504,7 triliun – bukan hanya sebagai bantalan ekonomi, tetapi juga sebagai upaya nyata untuk mencegah kelompok rentan terjerumus menjadi pelaku premanisme.

Republik Ini adalah Taman untuk Semua

Ormas yang memberikan kontribusi positif akan senantiasa menjadi mitra pemerintah, tetapi premanisme – dalam bentuk apa pun – tidak dapat ditoleransi. Sebab, premanisme bukanlah wujud ekspresi kebebasan, melainkan penyimpangan yang merusak ketertiban dan menghambat kemajuan.

Indonesia yang maju adalah Indonesia yang ormasnya kuat, rakyatnya terlindungi, ekonominya tumbuh dengan pesat, dan bebas dari premanisme. Negara ini harus terus menjadi taman yang terbuka, tertib, dan berdaya – bagi siapa pun yang ingin melangkah dalam kedamaian dan tumbuh bersama.

Penulis: Hamdan Hamedan, Tenaga Ahli Utama di Kantor Komunikasi Kepresidenan Republik Indonesia (PCO)

.