NEW YORK, MasterV – Tahun ini, ekonomi global tampaknya menghadapi berbagai tantangan, terutama karena adanya ketegangan perdagangan dan konflik geopolitik yang berkelanjutan.
Meskipun demikian, industri penerbangan global tetap menunjukkan resiliensi dan diprediksi akan mencatatkan kinerja yang positif.
Seperti yang dilaporkan oleh CNBC pada hari Senin, 2 Juni 2025, profitabilitas industri penerbangan global diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025. Hal ini terjadi meskipun pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global diperkirakan akan mengalami penurunan dari 3,3 persen di tahun 2024 menjadi 2,5 persen di tahun 2025.
SHUTTERSTOCK/NEW AFRICA Ilustrasi penerbangan, tiket pesawat.
Informasi ini disampaikan secara resmi oleh Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA).
Dalam laporan yang dipublikasikan pada hari Senin, IATA menyampaikan bahwa pendapatan, laba operasional, serta laba bersih industri penerbangan global diperkirakan akan mengalami peningkatan. Meski demikian, beberapa di antaranya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi yang telah dibuat pada bulan Desember 2024 lalu.
Laba bersih untuk industri penerbangan global diproyeksikan mencapai angka 36 miliar dollar AS pada tahun 2025. Angka ini menunjukkan kenaikan dari 32,4 miliar dollar AS yang tercatat pada tahun 2024, meskipun sedikit lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Desember 2024 yang mencapai 36,6 miliar dollar AS.
Selain itu, margin laba bersih industri penerbangan global juga diperkirakan akan mengalami peningkatan menjadi 3,7 persen pada tahun 2025, naik dari 3,4 persen pada tahun sebelumnya.
Total pendapatan industri penerbangan global diproyeksikan untuk mencapai rekor tertinggi sebesar 979 miliar dollar AS. Angka ini lebih tinggi 1,3 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tetapi sedikit menurun dari perkiraan terakhir IATA yang mencapai 1 triliun dollar AS.
IATA menjelaskan bahwa peningkatan hasil ini terutama didorong oleh dua faktor utama: penurunan biaya bahan bakar avtur dan peningkatan efisiensi operasional.
IATA juga memprediksi bahwa faktor keterisian penumpang (load factor) akan mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada tahun 2025, dengan rata-rata setahun penuh mencapai 84 persen.
SHUTTERSTOCK/ANDREW ANGELOV Ilustrasi penerbangan, tiket pesawat.
“Perluasan dan modernisasi armada tetap menjadi tantangan utama di tengah gangguan rantai pasokan di sektor penerbangan,” ungkap IATA.
Sebagai informasi, load factor merupakan indikator yang menunjukkan seberapa efisien maskapai penerbangan dalam mengisi kapasitas kursinya.
Harga avtur diperkirakan akan mencapai rata-rata 86 dollar AS per barrel pada tahun 2025, mengalami penurunan dari 99 dollar AS pada tahun 2024.
Menurut IATA, penurunan harga ini akan menghasilkan total pengeluaran untuk bahan bakar sebesar 236 miliar dollar AS, yang mana 25 miliar dollar AS lebih rendah dibandingkan dengan angka 261 miliar dollar AS pada tahun 2024.
“Data keuangan terkini mengindikasikan bahwa aktivitas lindung nilai bahan bakar sangat minim selama setahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa maskapai penerbangan secara umum akan mendapatkan keuntungan dari penurunan biaya bahan bakar. Bahan bakar diperkirakan tidak akan terpengaruh oleh ketegangan perdagangan,” jelas IATA.
Amerika Utara diperkirakan akan menjadi kawasan dengan perolehan laba absolut tertinggi di antara seluruh kawasan pada tahun 2025.
Kawasan Asia-Pasifik diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan permintaan terbesar pada tahun 2025. Pendapatan per kilometer penumpang (RPK) diperkirakan akan tumbuh sebesar 9 persen dari tahun ke tahun, menurut IATA.
Pendapatan kilometer penumpang, atau RPK, adalah ukuran volume penumpang yang diangkut oleh maskapai penerbangan. Metrik ini digunakan untuk menilai kinerja maskapai penerbangan dan permintaan penumpang.
IATA menjelaskan bahwa jika maskapai penerbangan melihat peningkatan RPK yang konsisten pada rute tertentu selama beberapa bulan, hal ini dapat mendorong maskapai untuk meningkatkan frekuensi penerbangan atau menggunakan pesawat yang lebih besar guna memenuhi lonjakan permintaan.
“Yang berpotensi meningkatkan pendapatan serta pangsa pasar,” imbuh IATA.
IATA mengaitkan tingginya permintaan penumpang di kawasan Asia-Pasifik dengan pelonggaran persyaratan visa di beberapa negara Asia, terutama Tiongkok, Vietnam, Malaysia, dan Thailand.
Namun demikian, IATA juga menekankan bahwa lanskap ekonomi global saat ini menghadirkan sejumlah tantangan, termasuk perkiraan pertumbuhan ekonomi untuk kawasan tersebut, khususnya Tiongkok, yang telah direvisi turun.