JAKARTA, MasterV – Saat ini, berbagai pihak sedang berupaya memperkenalkan truk listrik ke pasar kendaraan niaga Indonesia.
Upaya ini selaras dengan dorongan pemerintah untuk mencapai target net zero emissions pada tahun 2060. Akan tetapi, kesiapan infrastruktur menjadi salah satu kendala utama yang menghambat adaptasi truk listrik hingga saat ini.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan RI, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyatakan bahwa ketersediaan stasiun pengisian daya merupakan tantangan signifikan dalam membangun infrastruktur yang memadai.
"Kendala dan tantangan utama selalu terletak pada stasiun pengisian daya. Kita ingin menggunakan truk listrik, tetapi stasiun pengisian daya harus tersedia secara lengkap. Misalnya, di Jawa dengan jarak 1000 km, berapa banyak titik SPKLU yang perlu dibangun?" ujarnya pada acara Zero Emission Heavy-Duty Vehicle Summit 2025, Selasa (27/5/2025).
MasterV/ JANLIKA PUTRI Truk listrik eCanter di booth Mitsubishi Fuso di GIIAS 2024
Pada kesempatan yang sama, Arief Wijaya, Managing Director World Resources Institute (WRI) Indonesia, menjelaskan bahwa kebutuhan daya truk listrik berbeda dengan mobil penumpang listrik, sehingga stasiun pengisian dayanya pun harus berbeda.
"Terdapat perbedaan signifikan. Mobil biasa mungkin hanya membutuhkan 30 kW, namun studi dari WRI menunjukkan bahwa bus atau truk biasanya memerlukan ultra fast charging, yang membutuhkan kapasitas yang lebih besar," jelasnya.
Dok. Beritajakarta Truk Listrik yang digunakan DLH DKI Jakarta
Arief juga menjelaskan bahwa saat ini, infrastruktur pengisian daya di Indonesia melibatkan dua pihak utama.
Pertama, pemerintah melalui penugasan PLN, dan kedua, pihak swasta. Ia berharap bahwa dengan membaiknya kondisi ekonomi dan meningkatnya penggunaan kendaraan listrik, jumlah SPKLU swasta akan semakin bertambah. Dengan demikian, infrastruktur untuk truk listrik dapat menjadi lebih memadai di masa depan.